Historia - The Lost Continent

Hazsef
Chapter #3

Firasat

Perlahan, malam yang bertabur bintang mulai terusir oleh hangatnya cahaya mentari yang berwarna keemasan. Sinar itu menembus celah awan putih dan rimbunnya dedaunan musim hujan yang tampak segar. Memamerkan pilar-pilar cahaya miring yang menghiasi sisa-sisa embun pagi pada lapangan berumput yang terlihat berkilauan laksana permata yang memanjakan mata.

Ketika silau cahaya dari balik jendela kaca memaksa kelopak matanya untuk terbuka, Akasa pun mengerjap dan perlahan mengumpulkan kesadaran. Usai duduk sejenak, ia kemudian bangkit meraih handuk untuk mandi pagi, lalu berganti pakaian dan bersiap menuju ke kampus.

Awalnya, semuanya tampak normal. Bangun pagi seperti biasa, jalan melalui rute seperti biasa, melihat rutinitas harian sekitar yang ia lalui seperti biasa. Namun, di pagi yang cerah itu, tiba-tiba muncul perasaan tidak nyaman yang samar.

"Eh, ini cuman perasaanku aja atau emang ada yang ngawasi ya?" pikir Akasa, bulu kuduknya sedikit berdiri. Ia berusaha mengabaikannya dan melangkah menuju kampus yang hanya sepuluh menit berjalan kaki dari rumahnya. Namun, di setiap langkahnya, perasaan itu kian menguat. Memaksa Akasa agar memutar otak untuk meredakan kegelisahannya.

Setelah mempertimbangkan beberapa pilihan, ia memutuskan mengambil jalan alternatif yang sedikit memutar. Tepatnya di salah satu persimpangan yang ramai dengan pedagang kaki lima, terdapat minimarket dengan dinding kaca besar, di sanalah Akasa berniat untuk memastikan firasatnya, apa benar ada yang membuntutinya ataukah tidak.

Kemudian, setibanya di persimpangan dan berbelok ke kiri, Akasa pun mulai memperlambat langkahnya. Matanya fokus pada pantulan kaca minimarket yang ada di seberang jalan pada sisi kanannya.

Beberapa detik kemudian, terlihat samar pantulan dua sosok berpakaian mencurigakan yang mengikutinya dari belakang. Mereka tampak memainkan ponsel sambil sesekali melirik ke arahnya.

"Ah, beneran dong!" gumam Akasa dengan mata terbelalak, usai firasat buruknya telah terbukti dengan jelas.

Merasa panik, Akasa pun berusaha kabur, namun langkahnya terhenti oleh seorang pria yang tiba-tiba berdiri beberapa meter di depannya. Perawakannya seperti bapak-bapak yang berkumis tebal namun berjenggot tipis, memberikan kesan garang. Wajahnya tampak serius dengan mata tajam yang tersembunyi di balik bayangan topi kulit bundar berwarna cokelat, menambah kesan klasik misterius.

Pria paruh baya itu mengenakan blazer panjang krem dengan kemeja hitam rapi di dalamnya, kontras dengan dasi krem dan celana panjang hitam yang pas. Sepatu hitamnya mengkilap, melengkapi penampilan profesionalnya. Ia berjalan dengan percaya diri, matanya menatap tajam ke arah Akasa, layaknya predator yang sedang mengintai mangsanya. Namun, saat pria itu membuka mulut, secara tak terduga nada bicaranya ternyata ramah dan profesional, seperti seorang eksekutif senior.

"Selamat pagi, Nak!" sapa pria itu ramah.

"P-pagi, Pak!" balas Akasa kaget.

"Mau berangkat kuliah?" tanya pria itu basa-basi.

"I-iya, ini saya lagi otw." jawab Akasa sekenanya.

Lihat selengkapnya