[8:22] Kafe Kopi Senja
Akasa kembali bertatap muka dengan Pak Tikta di sebuah kafe dekat area kampus, kali ini membahas tentang misteri yang menyelubungi Benua Arsyanendra. Aroma kopi yang kuat bercampur dengan hawa pagi yang sejuk menciptakan suasana yang tenang namun penuh antisipasi.
"Hai, Nak! Bagaimana kabarmu?" sapa Pak Tikta dengan senyum ramah yang menyiratkan antusiasme.
"Umm ... baik, Pak!" jawab Akasa sedikit gugup seraya memutar-mutar sendok pada cangkir kopinya secara tidak sadar.
"Ada perlu apa ya, Pak? Apa ini ada hubungannya sama pembicaraan kita kemarin lusa di museum?" tanya Akasa memastikan.
"Bisa iya, bisa juga tidak," jawab Pak Tikta dengan nada misterius, membuat Akasa semakin penasaran.
"Hah? Maksudnya?" tanya Akasa heran.
"Saya notice di ceritamu yang kemarin, kamu sempat menyebut soal Benua Arsyanendra, benar?" tanya Pak Tikta, menatap Akasa dengan intens.
"Ya. Itu nama benua asal Kerajaan Ardana. Apa ada masalah dengan itu?" tanya Akasa balik.
"Kebetulan sekali, dulu saya pernah mendengar nama serupa dari seseorang yang bernama Ardhil," ungkap Pak Tikta dengan mata berbinar-binar.
"Oh, seriusan? Terus kenapa Bapak nggak tanya-tanya langsung sama orangnya? Saya cuma tahu namanya aja, Pak. Nggak sampai seluk beluknya," jawab Akasa sekenanya, sadar diri bahwa informasi darinya sangatlah terbatas.
"Bukannya saya nggak mau tanya, Nak! Tapi memang nggak bisa," terang Pak Tikta sambil menghela napas pelan.
"Jadi maksud Bapak, orangnya udah ... mohon maaf, meninggal dunia gitu?" tanya Akasa dengan hati-hati.
"Entahlah, Nak. Karena jujur, sampai sekarang saya tidak tahu apakah Ardhil itu benar-benar hidup atau nggak," jawab Pak Tikta dengan nada penuh teka-teki.
"Hah? Maksud Bapak?" Akasa mengerutkan keningnya, semakin bingung.
"Karena Ardhil itu ... merupakan penduduk Saranjana, yakni satu kerajaan besar yang konon katanya terletak di wilayah utara Benua Arsyanendra," jelas Pak Tikta, menatap Akasa dengan harapan.
"Oh, jadi itu ... eh? Apa jangan-jangan Bapak pernah ...." Akasa mulai menyadari kemungkinan yang luar biasa.
"Ya. Dulu ... saat tim kami melakukan penelitian di sebuah pedalaman hutan di Kalimantan yang lebat dan misterius, ada sebuah ... fenomena aneh, yang kami alami. Itu semua, berawal dari—" Pak Tikta menggantungkan kalimatnya, mencoba mengingat detailnya.
"Kabut tebal? Terasa pekat dan dingin, hingga membuat kita seperti berada di alam mimpi?" sela Akasa tiba-tiba, tanpa sadar ingatannya melayang pada pengalamannya di gunung.
"Ah, iya, betul sekali! Ada kabut tebal yang ... tunggu!" seru Pak Tikta menatap Akasa dengan kaget.
"Dari mana kamu tahu kalau itu kabut tebal, Nak?" tanya Pak Tikta keheranan.
"Karena dulu ... saya juga mengalami hal yang sama, sesaat sebelum tersesat di gunung," jawab Akasa, tatapannya menerawang.
"Ah, begitu ya …." Pak Tikta pun mengangguk pelan, mencoba menghubungkan semuanya.
"Jadi … Bapak mau mencari informasi lebih dalam soal kerajaan itu?" tanya Akasa, mulai tertarik.