Historia - The Lost Continent

Hazsef
Chapter #13

Penempa Terakhir

[15:14] Kediaman Sang Penyihir Legendaris

Suara berisik palu menempa besi bergema dari dalam gubuk kokoh dekat rumah penyihir yang ada di puncak bukit. Ketika Akasa berjalan mendekat, menghampiri pintu yang terbuka sedikit, aroma pekat dari besi dan arang yang sebelumnya terasa samar-samar, kini mulai tercium lebih jelas, menyingkap sosok Vernon yang sedang mencuci tangan di sebuah wadah batu yang dialiri air dari kendi besar yang terbuat dari tanah liat. Secara fungsi, itu tampak seperti wastafel, namun dengan bentuk yang lebih unik dan besar.

“Ini bukan tempat yang cocok untuk bocah manja yang tidak pernah memegang senjata sepertimu," gerutu Vernon tanpa menoleh.

"Tidakkah menangkap kupu-kupu di taman terdengar lebih menyenangkan?” imbuhnya yang kini melirik tajam ke arah Akasa yang sedang berdiri di ambang pintu.

“Sepuh menyebalkan!” gumam Akasa menahan diri.

“Apa keperluanmu?” tanya Vernon dengan wajah datar, seraya berjalan ke meja tempa dekat perapian yang masih menyala, membalut wajahnya dengan cahaya jingga.

“Tidak ada! Hanya … ingin melihat-lihat,” jawab Akasa sekenanya, sedang matanya menjelajah ke sekeliling ruangan yang dipenuhi beragam artefak aneh dan buku-buku bersampul tebal yang tampak kuno.

“Ya, rasa penasaran juga bagian dari anak-anak. Pastikan saja kau tidak sembarangan menjatuhkan benda atau memecahkan sesuatu di sini,” tegur Vernon sambil menjepit pot kecil berisi cairan berpijar dari dalam tungku.

“Sialan! Aku beneran dianggap kayak bocah sama nih sepuh! Ah, sabar … biarpun nyebelin, tapi dukun satu ini saktinya bukan main!” pikir Akasa yang jelas tersinggung dengan perlakuan Vernon yang terkesan tidak sesuai dengan julukan agungnya.

“Y-ya! Terima kasih sudah mengizinkan!” balas Akasa tersenyum kecut, berusaha menahan gejolak emosi di hatinya. Namun, rasa penasaran mengalahkannya. Ragam senjata dan alat-alat alkemis, serta buku-buku dengan sampul tebal yang terlihat tua, membuatnya tak kuasa menahan hasrat untuk mengamati semuanya lebih lanjut.

“Semua koleksi ini … Paman Vernon, ini memang pekerjaanmu atau hanya sekadar hobi?” tanya Akasa penasaran.

“Tidakkah kau lihat? Tentu saja ini pekerjaanku, dasar bocah!” jawab Vernon ketus, lalu mulai menuang besi cair pada cetakan khusus yang berbentuk bilah pedang.

“Ah, s-santai, Paman! Saya cuma penasaran,” timpal Akasa mencoba menenangkan.

“Menempa butuh kosentrasi tinggi, jadi jangan tanya sesuatu yang sudah tahu jawabannya! Aku terlalu sibuk untuk menanggapi omong kosong!” bentak Vernon yang mulai menyiratkan air pada cetakan besi panas tadi, lalu mulai memalu dengan keras. Tampaknya, ada sesuatu yang membuatnya gelisah, dan ingin ia salurkan lewat pekerjaannya.

“Ah, iya! Maaf!” kata Akasa panik.

Lihat selengkapnya