Historia - The Lost Continent

Hazsef
Chapter #15

Desa Sima Suci

[120 tahun silam]

Di belantara Arsyanendra yang lebat dan menyimpan misteri purba, tersembunyilah Desa Sima Suci bagai mutiara di tengah zamrud kehijauan. Rumah-rumah beratap kerucut menjulang anggun, meniru harmoni alam seperti anyaman raksasa yang melindungi kehangatan di dalamnya.

Sungai jernih melingkari desa, memantulkan kedamaian yang terpancar dari setiap sudutnya. Di sinilah berdiam suku manusia harimau putih, dengan otot baja di balik kulit legam dan hati selembut embun pagi. Mereka adalah pemburu ulung yang mengenal setiap bisikan hutan, sekaligus petani gigih yang menundukkan tanah dengan sentuhan kasih. Memberikan rasa nyaman pada seorang pria bernama Iko, yang sedang duduk santai menikmati pemandangan itu dari kejauhan.

"Apa melihat orang bertani begitu menyenangkan?" celetuk pria gagah bernama Balin tiba-tiba, memecah keheningan seraya berjalan mendekat.

"Balin. Tak kusangka sang pemimpin agung akan datang sendiri menemui seorang pengembara. Sepertinya kau punya banyak waktu luang," jawab Iko sambil berjabat tangan dengan Balin.

"Aku tidak pernah mendengar ada seorang pengembara yang menetap di satu tempat selama bertahun-tahun," sanggah Balin seolah menyindir.

"Kau lupa satu hal penting yang melekat pada diri seorang pengembara," sanggah Iko seraya menaikkan alisnya.

"Hmm? Apa itu?" tanya Balin penasaran.

"Kebebasan," jawab Iko singkat, tawa kecil menghiasi wajahnya. Setelahnya, mereka pun duduk bersama dan berbincang akrab layaknya sepasang sahabat.

"Oh iya, tentang pertanyaanmu tadi ... saat aku melihat para petani itu, berdiri di hamparan sawah yang luas, dengan dereten gunung-gunung di penghujung sana ... ya, itu menyenangkan. Entah kenapa, aku merasa damai." Ujar Iko seraya kembali melirik ke arah petani yang sedang menanam padi di sawah.

"Ya, aku paham apa maksudmu. Itulah kenapa aku di sini ...," angguk Balin menghela napas sejenak.

"Untuk melindungi hari-hari yang damai ini," imbuhnya melengkapi.

"Rasanya lucu mendengarnya langsung dari seorang petarung gila," komentar Iko agak ketus.

"Petarung gila? Yang mana dariku yang terlihat gila?" tanya Balin heran, salah satu alisnya naik.

"Semuanya, haha! Terutama tinju terkenalmu itu. Aku penasaran apa itu sudah berkarat atau belum," sindir Iko tampak percaya diri.

"Kalau begitu, rasakan sendiri saja dengan tubuh rapuhmu itu," balas Balin menanggapi provokasi Iko, lalu seketika langsung melancarkan pukulan satu tangan yang mampu membuat pohon di belakang mereka bergoyang. Namun sayangnya, atau untungnya, berhasil dihindari oleh Iko.

"Wow! Hanya pukulan kosong saja hembusan anginnya sampai seperti itu. Sepertinya julukan 'tinju maut' bukan sekadar rumor belaka," puji Iko agak merinding, keringat dingin mulai menetes di samping pelipisnya.

Lihat selengkapnya