“Ada banyak cara untuk melakukannya, salah satunya adalah dengan menggunakan kemampuan dari ... mata kebenaran,” jawab Vernon dengan nada penuh misteri, hingga membuat kedua murid kecilnya itu seketika terdiam karena merasa takjub.
“Mata kebenaran?” ulang Zafia dan Lusila serempak. Terlihat kedua mata mereka yang melebar, menyiratkan akan rasa penasaran yang begitu besar.
“Ya, itu adalah sihir unik yang mampu membuatmu melihat ke masa lalu seseorang melalui tatapan mata,” jelas Vernon.
“Benarkah? Bagaimana cara melakukannya?” tanya Zafia antusias.
“Cukup memusatkan sihir kalian ke pusat penglihatan, untuk lebih jelasnya ... nanti akan aku ajari kalian cara menggunakannya,” jawab Vernon sambil tersenyum tipis.
“Benarkah? Asyik!!” seru Zafia senang. Lusila juga terlihat antusias.
“Tapi sebelum itu ... biarkan aku berikan sedikit nasehat untuk kalian berdua. Pertama, Zafia ...." Kata Vernon sambil menatap Zafia dengan serius.
“Kau adalah orang yang tegas dan punya pendirian kuat terhadap keadilan, tapi ... kau masih kurang satu hal yang diperlukan agar bisa menjadi seorang ratu,” lanjut Vernon menambahkan.
“Benarkah, Guru? Apa itu?” tanya Zafia penasaran.
“Itu adalah hati penuh empati. Bagaimana kau merasakan apa yang dirasakan orang lain, bagaimana kau akan memperlakukan mereka sebagaimana mestinya, bagaimana kau harus menahan diri dan kapan harus melepaskannya. Itulah welas asih,” jelas Vernon.
“Welas asih?” ulang Zafia.
“Ya. Atau sebut saja ... kasih sayang. Tanpa memiliki itu, kau tidak akan bisa mendapatkan kebijaksanaan seorang penguasa,” kata Vernon dengan nada lembut.
“Lalu, bagaimana saya bisa mendapatkan itu, Guru?” tanya Zafia dengan nada sedikit kecewa.
“Contoh nyatanya ... tepat ada di sebelahmu,” jawab Vernon sambil menunjuk Lusila.
“Eh?” respons Zafia sembari menoleh ke arah Lusila.
“Lusila.” Panggil Vernon yang kini menatap lembut ke arah Lusila.