Usai mengumumkan keputusannya, para petarung yang tersisa, mulai membentuk barisan untuk pencatatan nama, sebelum dilakukan pengundian. Sekitar 10 menit kemudian, barulah proses pencatatan itu selesai.
Tahap selanjutnya, adalah proses pengundian untuk menentukan lawan pada babak utama yang menggunakan format seperti turnamen. Masing-masing peserta, akan saling berduel satu lawan satu. Siapa pun yang menang, berhak melaju ke ronde berikutnya, sementara yang kalah, akan langsung tereliminasi.
Meski begitu, nama-nama mereka akan tetap dicatat sebagai salah satu dari 50 petarung terbaik di Benua Arsyanendra, berikut dengan jumlah uang yang cukup menggiurkan. Jadi, tak ada ruginya bahkan jika mereka kalah pada babak ini.
Hanya saja, kehormatan sejati dari Sang Juara dari turnamen pertarungan ini, tentunya akan jadi tak ternilai, karena tidak sembarangan orang mampu meraih pencapaian itu, yakni menyandang gelar sebagai "Petarung Terbaik di Benua Arsyanendra".
Sementara di sisi lain, perdebatan kecil kembali terjadi di antara Ratu Lusila dengan Ratu Zafia di tempat duduk khusus para penguasa. Tampak mereka sedang asyik bergosip tentang salah seorang petarung yang paling mencolok pada babak eliminasi.
"Hmm, sekarang setelah kuperhatikan, bukankah rupanya terlihat seperti kera?" gumam Ratu Lusila sambil tersenyum tipis, namun tatapannya serius.
"Lusila! Jaga mulutmu! Itu tidak sopan!" tegur Ratu Zafia mengingatkan, suaranya agak pelan, lebih ke setengah berbisik.
"Zafia, ada desas-desus aneh yang akhir-akhir ini jadi bahan pembicaraan para pelancong dan pedagang-pedagang keliling yang singgah di kerajaanku," ujar Ratu Lusila dengan nada misterius.
"Apa lagi sekarang?" tanya Ratu Zafia agak ketus, matanya sedikit menyipit.
"Mereka bilang, ada banyak sekali anomali kemunculan binatang buas hingga monster-monster berukuran sedang hingga besar di wilayah timur," Ratu Lusila menjawab, namun matanya seperti menerawang sesuatu.
"Anomali? Memangnya, apa yang aneh dari itu? Bukankah kemunculan makhluk-makhluk buas itu adalah hal yang wajar? Mengingat masih banyaknya hilir-hilir sungai dan belantara hutan tak terjamah di wilayah itu," sanggah Ratu Zafia sedikit retoris.
"Ya, namun yang membuatnya jadi tak biasa adalah ... kesamaan nasib dari makhluk-makhluk buas itu," ralat Ratu Lusila mencoba membenarkan, matanya mulai melirik ke arah Ratu Zafia.
"Kesamaan?" Ratu Zafia kembali heran.