[Pertarungan Final] Balin vs Wayan
Koloseum bergemuruh dahsyat, lebih dari hari-hari sebelumnya. Ribuan pasang mata terpaku ke arena, menanti pertarungan puncak yang akan menentukan siapa petarung terkuat di turnamen ini. Sorak-sorai dan teriakan "Balin!" serta "Wayan!" memekakkan telinga, menciptakan atmosfer yang benar-benar mendebarkan.
Balin, Sang Raja Tak Bermahkota, melangkah dengan aura yang lebih gelap dan intens dari biasanya. Setiap langkahnya terasa berat, memancarkan kekuatan yang mengancam. Matanya fokus ke depan, siap mengakhiri turnamen ini dengan pukulan telak.
Di sisi lain, Wayan, Sang Raja Kera Putih, melompat-lompat ringan, tongkatnya berputar santai di tangan. Senyum di wajahnya tak menghilang, namun ada kilatan serius di matanya. Ia tahu Balin adalah gunung yang harus didaki, tantangan terberat yang pernah ia hadapi.
Ratu Zafia, dengan senyum anggun namun penuh antisipasi, berdiri di tengah mimbar khusus. Ia mengangkat kedua tangannya, dan gemuruh di koloseum mereda, menunggu suaranya yang akan mengawali sejarah baru.
"Para hadirin sekalian! Tibalah saat yang kita nanti-nantikan!" suaranya jernih dan berwibawa, memecah ketegangan di udara, setiap kata disambut sorak-sorai kecil.
"Inilah Final Turnamen Petarungan Terbesar di Benua Arsyanendra yang ke-182!" Ratu Zafia mengumumkan dengan penuh kebanggaan. Gemuruh semangat yang akan dikenang sebagai sejarah di koloseum itu terasa begitu mendebarkan.
"Pertarungan ini akan menentukan gelar sebagai petarung terbaik! Dua calon juara yang telah menumbangkan setiap lawan mereka!" suara beliau meninggi, menciptakan gelombang antisipasi di antara penonton.
"Di sisi barat, Balin, Sang Raja Tak Bermahkota!" Ratu Zafia menunjuk dengan elegan ke arah sisi Balin, suaranya mantap dan penuh pengakuan atas kekuatannya.
"Melawan petarung dari sisi timur, Wayan, Sang Raja Kera Putih!" beliau lanjut mengalihkan tangannya ke sisi Wayan, nadanya berubah menjadi sedikit lebih ceria, mencerminkan kekaguman pada kelincahan Wayan.
"Siapakah yang akan berdiri sebagai juara?!" Ratu Zafia menyuarakan pertanyaan retoris itu dengan lantang, membiarkan suaranya menggema, memancing teriakan antusias dari penonton.
"Mari kita nantikan hasilnya pada pertarungan final ini!" Sang Ratu Ardana mengakhiri sambutannya dengan senyum lebar, kedua tangannya perlahan diturunkan, mempersilakan para petarung.
"Kedua petarung, silakan bersiap!" suara Ratu Zafia memecah sejenak keriuhan.
Wayan sudah berdiri di posisi, bibirnya bergumam, "Heh, akhirnya ...." Sebuah senyum tipis terukir di wajahnya, menunjukkan ketidaksabaran yang gembira.
Di satu sisi, Balin tetap berjalan tenang, langkahnya mantap menuju titik tengah arena.
Ketika mereka berdua telah berada di posisi yang ditentukan, Sang Raja Kera Putih tiba-tiba tersenyum, "Wayan Anoman ... itulah namaku."
"Balin Birendra," balas Balin singkat, tatapannya lurus ke depan.
"Baiklah, karena kita sudah bertukar nama. Selanjutnya, mari kita bertukar pukulan," ujar Wayan, antusias.
"Ya," jawab Balin singkat.
"Dengan ini, pertarungan final antara Balin melawan Wayan ... DIMULAI!" Ratu Zafia akhirnya berteriak, mengawali pertarungan puncak.
Begitu aba-aba terakhir bergaung, koloseum meledak dengan sorakan. Kali ini, tidak ada yang menahan diri. Balin langsung menerjang, kecepatan yang tak terduga dari tubuh besarnya. Ia mengayunkan tinjunya, bukan lagi sekadar dorongan, melainkan pukulan mematikan yang sanggup menghancurkan baja.
"BOOM!"
Udara bergetar. Wayan menghindar dengan kecepatan kilat, nyaris tak terlihat, melesat ke samping. Tongkatnya berputar, membalas dengan rentetan serangan cepat yang mengincar celah pertahanan Balin.
"Whizz! Whizz! Clank!"
Tongkatnya berbenturan dengan lengan Balin yang sekeras batu, menciptakan percikan api kecil. Balin tidak terpengaruh, terus melancarkan pukulan beruntun yang memaksa Wayan untuk terus bergerak dan menghindar.