Historia - The Lost Continent

Hazsef
Chapter #24

Tarian dan Ilusi

[Duel ke-1] Iko vs Nagi

Begitu aba-aba "MULAI!" dari Ratu Zafia menggema, Iko dan Nagi langsung berhadapan di tengah arena. Lantai yang terbuat dari campuran batu andesit dan boron terasa kokoh di bawah kaki mereka.

Nagi, petarung dari padang rumput kering di wilayah barat laut, dengan gerakan anggun dan gesit layaknya ular, mengambil posisi siap. Ia bergerak bagaikan penari yang mematikan, matanya yang tajam mengunci Iko. Kecepatan dan kelincahan menjadi andalannya, mampu meliuk dan menyerang dari sudut tak terduga, ditambah ayunan dua bilah belati melengkung yang berkilauan di bawah cahaya matahari koloseum.

Sementara Iko, yang biasa berlatih tanding dengan Balin yang lebih fokus pada kekuatan kasar, kali ini menghadapi tantangan yang berbeda. Nagi melesat dengan cepat. Tubuhnya merendah, meluncur di permukaan lantai andesit-boron itu, menciptakan kepulan debu tipis. Ia mengelilingi Iko dengan kecepatan luar biasa, belati di tangannya siap menusuk dari segala arah. Tekniknya seperti tarian kematian, bertujuan membingungkan dan melumpuhkan.

Iko kesulitan mengikutinya pada awalnya. Ia berputar-putar, mencoba melacak Nagi, namun gerakan lawannya terlalu cepat. Kilatan perak melintas, dan hembusan angin tipis terasa di samping pipinya. Belati Nagi hanya beberapa inci dari wajahnya. Iko meloncat mundur, keringat dingin mulai membasahi keningnya, napasnya sedikit terengah.

"Wow! Lincah sekali! Sulit ditangkap!" Iko berkomentar, tidak kehilangan keramahannya meski terdesak.

Nagi terus menggempur. Belati-belatinya berkelebat seperti kilat, memaksa Iko untuk terus menghindar dan meliuk. Namun, seiring berjalannya waktu, mata Iko mulai menyesuaikan diri dengan pola gerakan Nagi yang berulang. Ia merasakan setiap putaran dan liukan, lalu mulai memprediksi arah serangan berikutnya.

Perlahan, senyum tipis terukir di bibirnya. Ia mulai mengalirkan tubuhnya, mengikuti setiap laju serangan Nagi seolah ia adalah aliran air. Tangannya menangkis, kakinya bergeser, mengalirkan momentum serangan belati Nagi menjauh dari tubuhnya. Iko seperti gelombang yang membelokkan arus, tak melawan, namun mengarahkan.

Nagi, yang terbiasa serangannya menghantam target atau setidaknya terblokir keras, merasa aneh. Setiap dorongan belatinya seolah ditelan oleh gerakan luwes Iko, membuatnya sedikit kehilangan keseimbangan. Pada satu momen, saat Nagi melesat dengan serangan terakhirnya dan tubuhnya sedikit limbung karena momentum yang dibelokkan, Iko melihat celah.

Dengan cepat dan presisi, Iko memusatkan tenaga dalam pada telapak tangannya. Pada sepersekian detik ketika Nagi berada paling dekat dan momentumnya paling rentan, Iko dengan sigap menyentuhkan telapak tangannya ke perut Nagi, dan seketika melepaskan dorongan terpusat.

BWUSSHH!

Suara ledakan energi yang terfokus terdengar samar bagaikan ledakan angin, hingga membuat tubuh Nagi pun terhempas jauh. Ia tidak terpental tinggi, melainkan meluncur dengan kecepatan luar biasa melintasi arena, terlempar keluar dari batas dan tercebur ke dalam kolam pembatas arena.

Air memercik tinggi, mengakhiri gerakannya yang lincah dengan paksa. Ia muncul kembali dengan napas terengah-engah, rambut basah menempel di wajah, menatap Iko dengan campuran tak percaya, kekesalan, dan sedikit rasa syok. Ia tidak terluka parah, namun mutlak terdiskualifikasi.

Iko segera berdiri, menggaruk kepalanya. "Ah, maaf! Sepertinya aku terlalu keras, ya?" ujarnya, terdengar sungguh-sungguh menyesal. Ia melangkah mendekati Nagi yang kini sudah berada di tepi kolam, dibantu petugas.

Lihat selengkapnya