[Duel ke-7] Maung vs Jalak
Setelah dua duel sebelumnya yang memukau, riuh rendah penonton di koloseum kembali menyambut pengumuman duel selanjutnya. Energi di udara terasa semakin padat, mengantisipasi pertarungan-pertarungan sengit.
Sorak-sorai penonton pecah saat nama Maung diumumkan. Dengan langkah tenang namun penuh kekuatan, Maung melangkah ke tengah arena. Aura harimau yang kuat terpancar jelas dari tiap gerakannya. Sebelum melangkah lebih jauh, Maung sempat menoleh ke bangku penonton, tempat Balin dan Iko—dua rekan seperjuangannya dari Desa Sima Suci—berada.
"Maung, tunjukkan pada mereka kekuatan Sima Suci!" teriak Iko, mengepalkan tinju di udara.
Dua petarung lain dari Desa Sima Suci, yang sayangnya tereliminasi di babak sebelumnya, ikut mengangguk dan menepuk bahu Maung saat ia melintas. Balin hanya menatap Maung dengan tatapan serius, namun ada anggukan singkat yang menegaskan dukungannya. Maung membalasnya dengan senyum tipis, lalu melanjutkan langkahnya.
Di sisi lain, Jalak muncul dengan gesit. Perawakannya yang ramping dan sayapnya yang kokoh menunjukkan kemampuan terbang yang lincah. Tatapannya cerdik, dan dari gerakannya, terlihat ia adalah petarung yang mengandalkan kecepatan dan taktik.
"MULAI!" suara Ratu Zafia menggema, mengawali pertarungan antara kekuatan dan kelincahan.
Tanpa basa-basi, Jalak segera melayang tinggi ke angkasa koloseum. Dari ketinggian itu, ia menukik tajam, melepaskan rentetan panah berbulu yang melesat cepat ke arah Maung. Hujanan panah itu datang bertubi-tubi, bertujuan membatasi pergerakan Maung dan menguras staminanya.
Maung, dengan refleks seorang predator, bergerak lincah. Ia menghindari sebagian besar panah itu dengan meliuk dan melompat, menyisakan suara panah yang menancap di pasir arena. Namun, di tengah rentetan itu, sebuah panah terlihat menghantam siku bagian dalam tangan kirinya, menyebabkan lengannya sedikit menekuk. Tak lama kemudian, satu panah lagi menancap di dada kanan bagian atasnya, terbungkus oleh pakaian berbulunya. Maung tampak sedikit terhuyung, berlutut sebelah, seolah menahan sakit.
Jalak melihatnya. Senyum licik terukir di wajahnya. "Hanya itu kemampuanmu, harimau?" ejeknya dari atas. Ia tahu Maung sudah melemah. Dengan amunisi panah yang tersisa hanya satu, Jalak memutuskan untuk mengakhiri ini. Ia memfokuskan seluruh kekuatannya pada panah terakhir, membuatnya berkilau gelap, lalu melepaskannya dengan kecepatan mematikan, mengarah tepat ke kepala Maung.
Panah itu melesat seperti kilat. Namun, dalam sepersekian detik, sebuah gerakan tak terduga terjadi. Tepat saat panah hendak mengenai, Maung melakukan gerakan memutar tubuh dengan cepat dan, dengan gigi-giginya yang tajam, menangkap panah itu dari samping. Panah terakhir Jalak hancur berkeping-keping di antara taring Maung.
Jalak terpaku di udara, terkejut bukan main. Matanya membulat, sedikit panik melihat panah pamungkasnya hancur, namun ia tidak gentar. Ia melihat Maung masih bertumpu pada satu lutut, tampak melemah. "Ini kesempatanku!" pikirnya. Jalak langsung menukik dengan kecepatan penuh, mencengkeram erat pundak Maung, berniat melemparkannya keluar arena.
Namun, justru pada saat itulah permainan Maung berakhir.
Begitu cengkeraman Jalak menguat di pundaknya, Maung tiba-tiba mencengkeram erat sayap Jalak dengan tangan kanannya. Dengan kaki kirinya, ia menendang perut Jalak dengan kekuatan penuh.
DHUAGG!
Jalak terhuyung kesakitan, mulut dan matanya terbuka lebar karena tendangan mendadak di perut. Ia berusaha mempertahankan keseimbangan, namun cengkeraman Maung pada sayapnya tak memberinya kesempatan.
"Dasar bodoh," geram Maung, matanya berkilat tajam. "Kau pikir panah-panah itu benar-benar mengenaiku?"
Ternyata, anak panah yang terlihat menancap di siku dalam tangan kiri Maung tadi tidak menembus. Maung hanya pura-pura menahannya, setelah sebelumnya ia berhasil menangkap panah itu dengan gerakan memutar cepat dan dengan sigap mengapitnya di siku dalamnya, menciptakan ilusi seolah ia terkena panah.