[Duel ke-9] Pantam vs Rubang
Koloseum kembali bergemuruh, penonton tak sabar menanti duel selanjutnya setelah serangkaian pertarungan yang penuh kejutan. Matahari mulai condong ke barat, mewarnai arena dengan nuansa keemasan.
Sorak-sorai menggemuruh saat nama Pantam diumumkan. Dengan langkah anggun namun penuh ancaman, Panther Hitam itu melangkah ke tengah arena. Di tangannya, sebilah parang melengkung dengan ujung tajam terlihat berkilat, seolah siap membelah apa saja. Auranya tenang, namun mematikan.
Di sisi lain, Rubang sang Rubah Merah, masuk dengan langkah waspada. Ia mengenakan jubah lusuh dengan banyak kantong, dan di balik jubahnya, terlihat lapisan armor kulit yang dilapisi tambahan armor besi. Tatapannya seperti pemburu veteran yang penuh pengalaman. Senyum licik tersungging di bibirnya, menunjukkan ia punya banyak trik di balik lengan.
"MULAI!" suara Ratu Zafia menggema, mengawali pertarungan antara predator mematikan dan pemburu licik.
Pantam tak membuang waktu. Dengan kecepatan kilat, ia langsung melesat maju, berniat mengakhiri pertarungan dalam sekejap. Parangnya diayunkan tinggi, menebas ke arah Rubang. Namun, Rubang lebih cepat. Ia melemparkan bom asap ke tanah, menciptakan kepulan tebal yang langsung menyelimuti arena.
Pantam berhenti mendadak, penglihatannya terganggu. Ia mengandalkan indra penciuman dan pendengarannya yang tajam, berusaha melacak posisi Rubang di balik asap. WHIZZ! Sebuah anak panah melesat dari dalam asap, nyaris mengenai pipinya. Pantam menangkisnya dengan parang.
Rubang bergerak lincah dalam kepulan asap, melemparkan bom silau berikutnya. Seketika, kilatan cahaya terang menyambar, membutakan sesaat indra Pantam. Dalam momen itu, Rubang menggunakan senapan panahnya lagi, menghujani Pantam dengan rentetan anak panah. Pantam menghindari sebagian besar, tetapi beberapa anak panah menancap di tanah di sekelilingnya, dan sebuah tali pengikat melesat, melilit kakinya.
Pantam menggeram. Ia menarik kakinya dengan kuat, memutuskan tali itu dengan ototnya. Namun, strategi Rubang mulai terlihat: memperlambat, mengganggu, dan menjebak. Asap mulai menipis, memperlihatkan Rubang yang kini bersembunyi di balik sebuah pilar batu, bersiap dengan panah berikutnya.
Pantam menyadari ia harus mengubah taktik. Ia tidak bisa terus bermain dalam kabut dan jebakan Rubang. Dengan gerakan senyap yang khas panter, Pantam menyatu dengan bayang-bayang arena, bergerak tak terlihat menuju pilar tempat Rubang bersembunyi.
Rubang, yang mengira ia masih di atas angin, bersiap melepaskan panah berikutnya. Namun, ia merasakan hembusan angin dingin di belakang lehernya. Ia berbalik, hanya untuk melihat Pantam sudah berada tepat di belakangnya, parang melengkungnya siap diayunkan.
"Terkejut?" bisik Pantam dingin.
Rubang tak sempat bereaksi. Pantam mengayunkan parangnya. Rubang sempat menghindar sedikit, namun bilah tajam itu menggores bahunya, menyebabkan ia menjerit. Pantam tidak memberi ampun. Ia melancarkan serangan beruntun, memaksa Rubang terus mundur.
Rubang berusaha melemparkan bom asap lagi, namun Pantam terlalu cepat. Ia menendang tangan Rubang, membuat bom itu jatuh dan meledak di dekat kaki Rubang sendiri. Asap dan kilatan cahaya membingungkan Rubang. Dalam kepanikan, ia mencoba menggali lubang untuk bersembunyi, namun tanah arena terlalu keras.