[08:00] Arena Koloseum Kerajaan Ardana
Fajar menyingsing di atas Ardana, membasuh embun dari kubah-kubah perunggu. Hanya sehari setelah pertarungan intens yang menyaring 50 petarung, gemuruh antisipasi kembali memenuhi seisi koloseum.
Semua mata tertuju ke tengah panggung arena, menampilkan 24 petarung terbaik yang masih bertahan, bayangan mereka memanjang di bawah terik matahari pagi.
Setelahnya, suara Ratu Zafia yang lembut nan berwibawa menggelegar, memenuhi setiap sudut arena dan memantul dari tribun ke tribun. "Para petarung, para penonton yang mulia! Kemarin, kita telah menyaksikan batas-batas kekuatan, ketahanan, dan semangat yang membara!"
"Hari ini, kita melangkah ke babak selanjutnya!" ucapnya sedikit penekanan di awal, lalu melanjutkan dengan nada semangat yang menular.
"Babak pertama dari turnamen ini akan menguji bukan hanya otot dan sihir, tetapi juga kecerdasan, strategi, dan yang terpenting ... tekad!" ungkap Ratu Zafia menegaskan.
"Mari kita lihat, sejauh mana tekad bertarung kalian dalam mengukir sejarah si panggung ini!" imbuhnya dengan nada sedikit menantang.
"Kalau begitu, tanpa berlama-lama lagi, mari kita mulai pertandingannya!" seru Ratu Zafia tak sabar.
Gemuruh sorakan meledak, memekakkan telinga. Babak Pertama telah tiba, siap mengukir sejarah. Sorotan utama jatuh pada dua pertarungan awal, mengunci setiap pasang mata dalam antisipasi tegang.
[Duel ke-1] Rara vs Kupa
Dua sosok anggun melangkah maju. Kupa, sang penyihir cahaya, memancarkan aura lembut, tangannya terangkat perlahan. Di hadapannya, Rara, penyihir bayangan, berdiri dengan keanggunan mematikan, seringai tipis menghias bibirnya.
"Bersiap ... MULAI!" seru Ratu Zafia sambil mengangkat tangannya, menandakan bahwa pertarungan telah dimulai.
Dalam sekejap, kedua petarung yang lihai dalam ilmu sihir itu langsung merapalkan mantra. Kilatan cahaya meledak dari tangan Kupa, membentuk proyeksi ilusi yang menari-nari, mencoba memecah konsentrasi Rara.
"Hmm, lambat." Kupa mengejek santai sambil tersenyum tipis. Namun, Rara tak tinggal diam. Tangannya bergerak cepat, melemparkan rangkaian pisau tajam yang terbuat dari sihir bayangan. Setiap lemparan pisau itu merobek ilusi Kupa menjadi kepingan cahaya.
Tabrakan energi menyala, memuntahkan efek visual memukau yang membuat penonton menahan napas. Pertarungan mereka bukan sekadar baku hantam. Ini adalah tarian ilusi, simfoni cahaya dan bayangan yang memukau.
Seruan "Wow!" berdesir dari bibir-bibir yang terpana, lupa bahwa keindahan ini hanyalah tabir fana yang menyembunyikan ancaman tak kasat mata.
Kupa, dengan napas terengah, menemukan celah. Sebuah senyum licik terukir. Ia mengerahkan sisa energinya, mengeluarkan semburan cahaya terakhir, paling menyilaukan yang ia miliki. Cahaya itu, meski singkat, cukup untuk membuat mata Rara memejam perih.
Rara, yang kala itu hendak menyerang dari balik sihir bayangannya, meraung frustrasi. Kupa tak menyia-nyiakan momen itu, sihir ilusi tingkat tinggi melingkupi Rara, merenggut semua inderanya.
Ketika pandangan Rara jernih kembali, ia terkejut melihat dirinya berdiri di tepi arena. Matanya membelalak, lalu menyaksikan Kupa tampak kelelahan di tengah. "Sepertinya, ia mulai kehabisan energi sihir," pikirnya.
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Rara kemudian menerjang maju dan menyerang Kupa. Hanya dengan satu sentuhan, Rara dapat melancarkan sihir bayangan untuk memindahkan Kupa keluar arena.