Historia - The Lost Continent

Hazsef
Chapter #39

Ombak Merindukan Bulan

Gemuruh koloseum masih menggema, namun kini atmosfirnya dipenuhi antisipasi yang berbeda. Para penonton mencondongkan tubuh ke depan, tak sabar menyaksikan duel yang menjanjikan pertunjukan kekuatan dan adaptasi yang belum pernah ada. Di tengah arena, dua petarung tangguh berdiri berhadapan.

[Duel ke-7] Arga vs Iko

Antusiasme penonton bergemuruh seiring nama Arga diumumkan. Petarung itu melangkah ke arena, sosoknya besar dan berotot seperti binaragawan. Di pundaknya, ia membawa kapak besar yang kokoh dengan palu di sisi lainnya, senjata yang jelas menunjukkan kekuatan murni yang dimilikinya. Kulitnya yang tebal dan keras tampak seperti armor alami. Ia memancarkan aura "batu yang kokoh".

Kemudian, Iko memasuki arena. Ia tampak ramah dengan senyum tipis di wajahnya, namun matanya memancarkan kecerdikan. Gerakannya luwes dan tenang, seolah setiap ototnya menari mengikuti irama tak terlihat. Ia sama sekali tidak bersenjata, mengandalkan tubuhnya yang lincah dan kemampuannya untuk mengalirkan serangan. Ia adalah representasi sempurna dari "aliran air".

"Baiklah, masing-masing petarung, bersiap di posisi!" perintah Ratu Zafia dengan tegas.

"MULAI!" Suara Ratu Zafia menggelegar, mengawali bentrokan gaya bertarung yang kontras.

Arga tidak buang waktu. Dengan raungan yang menggelegar, ia langsung menerjang maju, kapaknya terangkat tinggi, mengayunkan palu di sisi kapaknya itu dengan kekuatan destruktif, berniat menghancurkan Iko dalam satu hantaman. Serangan batu yang brutal.

Iko menanggapi dengan tenang. Ia tidak menghindar ke samping atau memblokir. Sebaliknya, tubuhnya meliuk dan berputar, mengalirkan momentum serangan Arga menjauh dari dirinya dengan sentuhan ringan. Serangan palu Arga yang seharusnya menghantam keras, justru terasa seperti menghantam udara kosong bagi Arga.

"BWUSSHHH!"

Kapak Arga menghantam lantai arena, menimbulkan retakan dan kepulan debu. Iko melesat ke sisi lain dengan kelincahan yang mengejutkan, senyum tipis tetap terukir di wajahnya.

"Wow, kuat sekali! Tapi sedikit... kaku, ya?" Iko berkomentar riang, nadanya sedikit menggoda.

Arga menggeram frustrasi. Ia terbiasa lawannya hancur atau setidaknya terhuyung, tapi Iko seperti tidak tersentuh. Ia terus melancarkan serangkaian serangan pukulan dan ayunan kapak, setiap hantaman mengirimkan getaran ke seluruh koloseum.

Namun, Iko terus menari di sekelilingnya, gerakan air-nya begitu efisien sehingga dia nyaris tidak mengeluarkan keringat. Iko menangkis dengan telapak tangan, membelokkan lengan Arga, mengalirkan daya pukulnya ke arah lain.

Duel ini menjadi tarian kontras: Arga, sang raksasa berotot, terus mencoba menghancurkan dengan kekuatan mentah, sementara Iko, sang penari air, terus mengalir dan menghindari, mencari celah, tidak membiarkan satu pun serangan Arga mendarat dengan telak.

Gerakan Iko yang cepat dan mengalir memang efektif dalam bertahan, namun sayangnya tidak memiliki daya yang cukup kuat untuk menumbangkan "batu besar" seperti Arga.

Setiap kali Iko mencoba melancarkan serangan balasan dengan dorongan terpusatnya, Arga yang memiliki kulit tebal dan daya tahan tinggi, hanya bergeming, atau bahkan mengabaikannya sama sekali.

Menit-menit berlalu. Meskipun Iko terlihat tak tersentuh, ia terus bergerak, meliuk, membelokkan. Perlahan tapi pasti, kelelahan mulai menggerogoti fisiknya.

Gerakannya... meski masih lincah, mulai sedikit melambat, napasnya mulai terengah, dan senyum di wajahnya memudar menjadi ekspresi fokus yang tegang. Ia telah menguras banyak energi untuk menjaga jarak dan menghindari bentrokan langsung.

Arga, di sisi lain, merasakan momentum berpihak padanya. Meskipun serangannya sering meleset, ia tidak terpengaruh. Kekuatan dan daya tahannya yang luar biasa berarti dia bisa terus menekan tanpa kelelahan yang berarti.

Pada satu momen kritis, saat Iko mencoba membelokkan ayunan kapak Arga yang kesekian kalinya, ia sedikit lengah. Gerakannya sepersekian detik lebih lambat dari sebelumnya. Arga menyadari itu. Dengan geraman buas, alih-alih mengayunkan kapaknya, ia tiba-tiba melepaskan kapaknya ke lantai, dan dengan kecepatan yang mengejutkan untuk ukuran tubuhnya, ia menangkap lengan Iko dengan cengkeraman baja.

Iko terkesiap, terkejut. Ia berusaha melepaskan diri, mencoba mengalirkan kekuatannya, namun cengkeraman Arga terlalu kuat. Ini adalah saat di mana batu berhasil mengunci air. Arga menarik Iko mendekat, mengunci tubuhnya dalam pelukan erat, dan tanpa ampun, mendorong serta melemparkan Iko dengan kekuatan penuh langsung keluar arena, hingga ia mendarat keras di kolam pembatas.

Lihat selengkapnya