Fajar keesokan harinya menyingsing dengan gemilang, mengusir kabut pagi dari atas kubah-kubah perunggu Kerajaan Ardana. Koloseum kembali hidup, namun kali ini, gema sorak-sorai yang mulai terdengar terasa lebih pekat, lebih menggetarkan, seolah semangat yang membara dari seribu hati telah menyatu menjadi satu denyutan raksasa.
Bendera-bendera kecil dengan lambang Kerajaan Ardana berkibar di tangan setiap penonton, menciptakan lautan warna yang bergerak.
Antusiasme para penonton tidak hanya tinggi, tapi sudah mencapai puncaknya, mengantisipasi babak baru dari turnamen yang kian memanas.
Para pedagang makanan dan suvenir berteriak menawarkan dagangan mereka dengan volume yang lebih tinggi dari biasanya, seiring kerumunan yang tak sabar membanjiri tribun.
Ada energi yang berbeda di hari ini, semacam ketegangan manis yang mendahului sebuah peristiwa besar. Udara dipenuhi dengan obrolan yang riuh, tawa, dan spekulasi tentang siapa yang akan menjadi bintang berikutnya.
Di area tunggu petarung, suasana juga terasa lebih tegang. Dua belas petarung terbaik, para pemenang dari babak sebelumnya, kini berdiri saling berhadapan. Aura mereka jauh lebih intens dari kemarin; mata mereka memancarkan tekad yang membara, jauh dari sekadar kecemasan. Mereka adalah para juara, para penyintas, siap untuk mengukir nama nama mereka lebih dalam di sejarah turnamen ini.
Tepat saat matahari mulai bergerak naik, sebuah terompet panjang dan agung membahana, membelah kebisingan koloseum. Seketika, hiruk-pikuk mereda menjadi keheningan yang penuh antisipasi. Semua mata tertuju pada singgasana kehormatan, tempat Ratu Zafia bangkit dengan anggun, senyum tipis terukir di wajahnya.
"Para hadirin sekalian! Kemarin, kita telah menyaksikan pertarungan yang menguji batas kekuatan, kecepatan, dan kecerdasan. Kalian semua telah membuktikan diri sebagai yang terbaik di antara yang terbaik!" suara Ratu Zafia yang menggelegar namun lembut, memenuhi setiap sudut arena.
Ratu Zafia menyapu pandangannya ke arah para petarung, tatapannya penuh penghargaan. "Kini, kalian, dua belas petarung pilihan, telah tiba di Babak Kedua! Ini adalah babak di mana hanya mereka yang memiliki tekad paling membara, strategi paling licik, dan kekuatan paling murni yang akan bertahan!"
Ia kemudian menatap ke arah tribun, senyumnya melebar. "Hari ini... kita akan menyaksikan bentrokan para juara sejati! Setiap duel akan menjadi tarian maut yang lebih dahsyat! Setiap pukulan akan membawa bobot sejarah!"
"Tidak ada lagi tempat untuk keraguan, tidak ada lagi ruang untuk kesalahan!" Ratu Zafia melanjutkan, suaranya kini dipenuhi semangat yang menular. "Mari kita saksikan, siapa di antara kalian yang akan melangkah lebih dekat menuju kejayaan! Siapa yang akan membuktikan dirinya pantas menyandang gelar Sang Juara!"
"Kalau begitu, tanpa menunda lebih lama lagi..." Ratu Zafia menghela napas dramatis, lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Babak Kedua... RESMI DIMULAI!"
Gemuruh sorak-sorai meledak, jauh lebih dahsyat dari sebelumnya, bagaikan badai yang mengamuk di dalam koloseum. Energi mentah mengalir di udara, memenuhi setiap inci arena. Dua belas petarung terbaik, para juara dari babak sebelumnya, kini berdiri di tengah arena, mata mereka memancarkan tekad yang membara.
Ratu Zafia, dengan senyum anggun, kembali mengangkat tangannya, menenangkan kerumunan yang antusias. Keheningan perlahan menyelimuti arena, penuh antisipasi.
"Para petarung yang perkasa!" suara Ratu Zafia kembali bergema, kini dengan nada yang lebih formal dan khidmat. "Kini saatnya bagi kalian untuk mengetahui takdir kalian di babak ini!"