[Duel ke-1] Hansa vs Kupa
Setelah daftar duel Babak Kedua diumumkan dan gaung sorak-sorai mulai mereda di Koloseum, perhatian seluruh penonton kini terfokus pada duel pertama yang akan segera dimulai. Dua sosok melangkah mantap ke tengah arena: Hansa, sang petarung anggun dengan pedang rapiernya, dan Kupa, penyihir cahaya dengan aura ilusi.
Di tribun kehormatan, Ratu Zafia tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. "Ah, akhirnya...!" serunya, matanya berbinar penuh semangat.
"Tenanglah! Kau jadi tampak seperti anak gadis yang baru pertama kali diajak ke taman bermain," sahut Ratu Lusila, menggelengkan kepala ringan sambil tersenyum geli.
"Masa bodoh! Aku akan menyaksikan petarung favoritku di sini," balas Ratu Zafia tanpa peduli, pandangannya tak lepas dari arena.
"Yah, terserah kau saja. Terkadang seorang ratu juga butuh hiburan," gumam Ratu Lusila, namun senyumnya menunjukkan ia juga tak kalah penasaran.
Setelahnya, Ratu Zafia pun mulai berdiri dan mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada kedua petarung untuk bersiap.
"Bersiap ... MULAI!" Suara Ratu Zafia menggelegar, dan pertarungan pun dimulai.
Sejak awal, Hansa berdiri tak bergerak dari tempatnya, dengan mata terpejam rapat, sebuah senyum tipis terukir di bibirnya. Tubuhnya memancarkan ketenangan absolut.
Kupa, yang terkejut melihat lawannya tidak bergerak, segera mengambil inisiatif. Bayangan-bayangannya tidak hanya menyebar, tetapi juga mulai melancarkan serangan sihir cahaya dalam bentuk kilatan-kilatan kecil dan pusaran energi yang berkilauan, mencoba mengenai Hansa dari berbagai arah.
Namun, tanpa membuka mata dan tetap diam di tempatnya, Hansa mulai bergerak dengan keanggunan bak seorang penari profesional. Tubuhnya meliuk ringan ke kiri dan ke kanan, condong ke depan dan ke belakang, setiap gerakannya halus, efisien, dan tanpa terlihat terburu-buru.
Hansa menghindari setiap kilatan cahaya dan pusaran energi Kupa dengan presisi yang menakjubkan, seolah menari mengikuti alunan musik yang hanya bisa ia dengar. Rambut hitam panjangnya bergerak lembut mengikuti setiap liukan tubuhnya, menambah kesan anggun dan memukau.
"Kau punya keanggunan alami yang membuat candu," suara Kupa menggema, kini bercampur nada frustrasi karena serangannya terus meleset.
"Mengalahkanmu akan sangat meningkatkan reputasiku, sebagai petarung teranggun di Benua ini."
Hansa tidak menghentikan gerakannya yang bagai tarian, kepalanya sedikit mendongak. "Kau benar tentang satu hal, dan salah dalam hal lainnya," balas Hansa, suaranya tenang di tengah kesibukan serangan sihir.