[Duel ke-2] Tanvir vs Catur
Koloseum kembali bergemuruh, antisipasi membuncah setelah penampilan memukau Hansa. Sorotan kini beralih ke tengah arena, tempat dua petarung berkarakteristik unik melangkah maju.
Tanvir, sang ahli teknik yang adaptif, dan Catur, petarung lincah secepat cheetah. Duel ini menjanjikan bentrokan kecepatan, strategi, dan adaptasi tanpa henti.
"Bersiap... MULAI!" Suara Ratu Zafia menggelegar, mengawali duel.
Tanvir dan Catur segera beraksi. Awalnya, mereka bergerak layaknya pendekar biasa. Catur, dengan gerakannya yang luwes, melancarkan pukulan-pukulan cepat yang mengincar celah, sementara Tanvir menangkis dan membalas dengan teknik-teknik bertahan yang solid, sesekali mencoba mengunci atau membalas dengan dorongan terpusat.
Pertukaran serangan mereka cepat, namun belum ada yang menunjukkan kemampuan penuh. Suara hantaman tinju dan tendangan menggema di arena, menciptakan melodi pertarungan yang intens.
Menit-menit berlalu, dan baik Tanvir maupun Catur mulai menyadari tidak ada kemajuan berarti. Mereka saling mengukur kekuatan, namun tak satu pun berhasil mendominasi. Frustrasi mulai terlihat di mata Catur.
"Cukup main-mainnya. Saatnya serius!" geram Catur. Seketika, tubuhnya menjadi buram. Ia meningkatkan intensitas kecepatan dan serangannya secara drastis, bergerak bagai kilat, sulit ditangkap oleh mata telanjang.
Catur melesat mengelilingi Tanvir, mendaratkan pukulan dan tendangan bertubi-tubi yang selalu mengincar bagian tubuh Tanvir yang tidak terlindungi oleh perisainya.
Tanvir segera kewalahan. Kelincahan Catur yang tiba-tiba melesat jauh melampaui kemampuan adaptasinya saat itu. Ia berusaha membendung setiap serangan, menggerakkan perisainya dengan panik, namun tinju dan tendangan Catur terlalu cepat dan akurat, selalu menemukan celah.
Setiap hantaman mengirimkan gelombang kejut ke tubuh Tanvir, membuatnya terhuyung dan terdesak mundur. Napas Tanvir mulai terengah, peluh membanjiri dahinya. Ia tak mampu lagi membendung serbuan Catur yang tanpa ampun.
Catur, melihat Tanvir terdesak, menyeringai yakin. "Kau sudah habis!" pikirnya, merasa kemenangan sudah di depan mata.
Ia melesat dengan kecepatan penuh, memusatkan seluruh kekuatannya untuk tendangan pamungkas yang mematikan, mengincar punggung Tanvir, berniat untuk menghempaskannya langsung keluar arena. Tendangan itu datang begitu cepat, nyaris tak terlihat.
Namun, pada detik kritis itu, sesuatu yang tak terduga terjadi. Tepat sebelum tendangan Catur menghantam, kulit Tanvir yang sawo matang, perlahan berubah warna menjadi segelap dan sekeras kulit kura-kura.
Tubuhnya memadat, otot-ototnya mengencang, dan permukaan kulitnya tampak mengeras, bersisik seperti batu. Bagian-bagian yang seharusnya menjadi cangkang kura-kura kini tersebar dan mengeras seperti armor alami yang melindungi seluruh tubuhnya.
Tanvir kini berdiri tegak dalam wujud manusia kura-kura tanpa cangkang, namun kokoh sekeras batu, memancarkan aura ksatria laut yang tak tergoyahkan.
"BUAGHH!"
Tendangan pamungkas Catur menghantam punggung Tanvir yang baru saja mengeras. Namun, bukannya Tanvir yang terpental, justru Caturlah yang merasakan hantaman balik yang luar biasa. Tubuhnya terlempar jauh, berputar-putar di udara, lalu jatuh berguling-guling keras di lantai arena. Ia berhenti dengan kaki tertekuk aneh. Rasa sakit yang tajam menjalar. Kakinya kini serasa kaku, mungkin sedikit terkilir, seolah baru saja menendang sebongkah batu karang.