Sorak-sorai di Koloseum masih membahana, mengelu-elukan Wayan yang berdiri sebagai pemenang terakhir di Babak Kedua. Penonton tahu ini bukan hanya sekadar akhir dari satu babak, tetapi juga penentuan siapa saja yang akan melaju ke tahap krusial berikutnya. Ratu Zafia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, menunggu keheningan kembali.
"Perhatian, para hadirin sekalian!" suara Ratu Zafia kembali menggelegar, penuh semangat. "Babak kedua telah berakhir! Enam petarung terbaik telah terpilih dari sekian banyak pahlawan yang menunjukkan keberanian dan kekuatan luar biasa!"
"Sekarang, mari kita sambut mereka yang telah membuktikan diri sebagai yang terkuat dan akan bertarung di babak selanjutnya, babak semi final!" ucap Ratu Zafia mengisyaratkan ke arah pintu gerbang arena yang megah.
"Pertama, dari Desa Sima Suci, seorang petarung yang dikenal karena ketenangannya yang menipu dan kekuatannya yang tak terduga. Sang Raja Tak Bermahkota, dengan 'satu pukulan, satu nyawa melayang', berikan tepuk tangan meriah kalian untuknya... Balin!" sambut Ratu Zafia, diiringi oleh Balin yang berjalan masuk ke arena.
Gemuruh sorak-sorai menyambut Balin yang melangkah masuk, ekspresinya tenang seperti biasa, namun langkahnya memancarkan aura kekuatan yang tak terbantahkan.
"Berikutnya, dari suku Caiden, dia yang memiliki tubuh besar, dengan kekuatan primordial badak yang tak tertandingi, sang pembawa kehancuran... Arga!"
Arga menggeram pelan saat ia melangkah, otot-ototnya menegang di balik kulitnya yang tebal, kapak palunya yang besar tergantung di punggungnya, menunjukkan kekuatan fisiknya yang luar biasa yang mampu meratakan apa pun di jalannya.
"Lalu, jangan lupakan sang petarung dari Lembah Bina, yang keanggunannya dapat membuat terlena, sang ahli pedang elegan dengan tarian mematikan... Hansa!"
Hansa masuk dengan postur sempurna, pedang rapiernya tampak berkilauan di bawah cahaya, memancarkan aura elegan namun mematikan. Langkahnya ringan, seolah menari di udara, siap membelah angin.
"Selanjutnya, dari hutan pedalaman yang penuh misteri. Dia yang memiliki kendali atas ilusi...."
Kokila muncul dengan anggun, mata merahnya yang khas memancarkan misteri yang mendalam, langkahnya ringan seolah tak menyentuh tanah, membawa aura gelap yang mengancam. Namun semua kesan itu, seketika berubah saat Ratu Zafia kembali angkat bicara.
"Sang Pawang Gagak yang dingin... Kokila!" sambung Ratu Zafia dengan semangat.
"P-pawang gagak?" batin Kokila seketika bergejolak, tak menyangka bahwa Sang Ratu Ardana akan memanggilnya demikian.
"Dan ini dia, sang ahli teknik dari perairan utara, dengan gaya bertarung yang taktis dan pertahanan sekeras kura-kura... Tanvir!"
Tanvir berjalan dengan kepala tegak, aura kokohnya terasa kuat, siap menghadapi segala tantangan. Tangannya yang besar dan kokoh menunjukkan pengalaman bertahun-tahun dalam pertarungan tangan kosong.
"Terakhir, datang dari suatu bukit tersembunyi di timur, dia yang memegang tongkat legendaris dan menyandang gelar Sang Raja Kera Putih... Wayan!"