Duel Kedua Semi Final: Hansa vs Kokila
Setelah gemuruh kemenangan Balin mereda, mata jutaan penonton kembali tertuju ke arena. Dua sosok yang kontras, namun sama-sama mematikan, kini berdiri di sana. Di satu sisi, Hansa, sang penari pedang yang anggun, dengan pedang rapier berkilauan di tangannya. Di sisi lain, Kokila, Sang Pawang Gagak yang dingin, dikelilingi oleh aura misteri.
Hansa tersenyum tipis. Ini adalah lawan yang menarik. Ia tahu Kokila mengendalikan ilusi, sebuah kekuatan yang bisa sangat mengganggu jika tidak diantisipasi. Namun, keanggunan Hansa tidak hanya di permukaan; itu adalah refleksi dari kecepatan dan presisi yang telah ia latih selama bertahun-tahun.
Kokila membalas tatapan Hansa dengan sorot mata merahnya yang tenang, namun penuh perhitungan. "Penari pedang. Akan menarik melihat bagaimana tariannya mampu menembus fatamorgana," batinnya.
Ia merasakan sedikit gejolak batin setiap kali julukan 'Pawang Gagak' disebut, tapi ia mengesampingkannya. Fokusnya kini hanya pada duel di hadapannya.
Ratu Zafia mengangkat tangannya lagi, suasana kembali hening. Suaranya menggelegar ke seluruh Koloseum, memenuhi setiap sudut arena.
"Wahai para hadirin sekalian! Saksikanlah kini duel kedua yang akan mengguncang arena ini!"
"Di satu sisi, berdiri anggun Hansa, sang penari pedang dari Lembah Bina!"
"Dan di sisi lainnya, Kokila, Sang Pawang Gagak dari hutan pedalaman yang penuh misteri!"
"Biarkan pertarungan ini dimulai!"
Begitu aba-aba diberikan, arena seolah berubah menjadi panggung. Hansa bergerak lebih dulu, tidak menyerbu, melainkan melayang maju dengan langkah ringan, seperti penari balet yang anggun.
Pedang rapiernya berkilauan, menciptakan jejak perak di udara saat ia mulai mengayunkannya, bukan untuk menyerang langsung, melainkan untuk menguji pertahanan Kokila, sekaligus menciptakan pertunjukan yang memukau.
Kokila menyeringai tipis. Ini adalah tarian, bukan pertarungan langsung. Tepat saat Hansa mendekat, Kokila tidak menyerang balik. Sebaliknya, dari balik jubahnya, beberapa bulu gagak hitam pekat melayang ke udara.
Bulu-bulu itu berputar cepat, lalu membengkak menjadi siluet gagak-gagak besar yang tiba-tiba memenuhi sekeliling Kokila, menciptakan dinding hitam yang bergerak-gerak dan mengaburkan pandangan.
Hansa tidak gentar. Ia menerjang masuk ke dalam kerumunan gagak ilusi itu, pedangnya berputar seperti baling-baling, membelah siluet-siluet gagak. Ia bergerak dengan kecepatan luar biasa, nyaris tak terlihat, menembus fatamorgana yang diciptakan Kokila.
Namun, di dalam ilusi itu, Kokila tak tinggal diam. Ia menghilang dari tempatnya, seolah menyatu dengan kegelapan gagak-gagak itu, hanya menyisakan bayangan samar.
Hansa merasakan perubahan dalam aliran udara, indra terlatihnya memberitahu bahwa Kokila tidak lagi di posisi semula. Ia harus menemukan Kokila yang asli di antara ilusi-ilusi yang bertebaran.
Kokila kini mulai melayang dan bergerak mengelilingi arena dengan kecepatan tinggi, sambil menyerang Hansa menggunakan bulu-bulu gagaknya yang diperkuat sihir. Setiap bulu melesat bagai anak panah hitam yang tajam.