Duel Kedua Ronde Kedua Semi Final: Kokila vs Arga
Suasana di Koloseum, setelah kegemparan dan kekagetan atas kemenangan Balin, perlahan mulai normal kembali, meski masih ada bisik-bisik di antara penonton. Ratu Urvilla berhasil mengembalikan ketertiban, dan kini fokus tertuju pada dua petarung yang melangkah ke tengah arena.
Di satu sisi, Kokila, dengan tatapan dingin dan aura misterius. Di sisi lain, Arga, yang otot-ototnya masih tampak tegang setelah kekalahannya kemarin, memancarkan aura ancaman.
Arga mengamati Kokila. Ia tahu, lawan di depannya ini mengandalkan ilusi dan serangan jarak jauh yang merepotkan. Kekalahan kemarin membuatnya sadar bahwa ia tak bisa meremehkan siapa pun. Ia harus lebih cepat, lebih mematikan, dan tidak memberi Kokila kesempatan untuk menciptakan fatamorgana yang membingungkan.
Kokila membalas tatapan Arga. "Badak bodoh," pikirnya. Ia telah melihat bagaimana Balin menjatuhkan Arga, dan ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama.
Kekalahan dari Hansa kemarin telah mengajarinya banyak hal. Ia harus lebih licik, lebih efektif, dan memastikan Arga tidak pernah bisa mendekatinya.
Ratu Urvilla, dengan senyum menenangkan, mengangkat tangannya. Suaranya yang lembut namun tegas, mengalir ke seluruh penjuru Koloseum.
"Para hadirin sekalian! Kini kita beralih ke duel kedua yang tak kalah pentingnya! Sebuah pertarungan yang akan menentukan nasib dua petarung hebat ini di turnamen!" sambutnya bersemangat.
"Kita memiliki Arga, Sang Pembawa Kehancuran!" Ratu Urvilla mengangkat tangan kanannya, mengacu ke Arga yang sedang berjalan memasuki arena.
"Melawan ... Kokila, Sang Pawang Gagak!" ucapnya, kali ini mengangkat tangan kirinya.
"Selain ganti nama orang, bisakah kalian juga ganti nama julukan?" batin Kokila bergejolak.
"Para petarung ... apakah kalian sudah siap?" tanya Ratu Urvilla, matanya menatap kedua petarung itu. Namun, tak ada jawaban, hanya anggukan ringan dengan sorot mata yang membara.
"Kalau begitu, tanpa berlama-lama, pertarungan antara Arga melawan Kokila ... DIMULAI!" serunya.
Begitu aba-aba terakhir bergaung, Arga langsung melesat. Tak ada keraguan, tak ada basa-basi. Ia langsung mengaktifkan aura badaknya, tubuhnya membesar, dan kapak palunya telah berada di genggamannya. Dia tahu, memberi Kokila ruang adalah bunuh diri.