[11:00 WIB] Belakang Kampus
Debu dan darah bercampur di sudut belakang kampus. Tiga pasang sepatu butut menghantam punggung seorang pemuda yang meringkuk di tanah. Setiap tendangan terasa menyesakkan, namun pemuda itu hanya diam—pasrah—melindungi kepalanya dengan kedua tangan, meski tubuhnya bergetar menahan sakit.
Enzi, si preman kampus yang kerap berbuat onar, napasnya memburu. Dua pengikutnya, Danindra dan Noviyanto, tertawa puas menikmati pemandangan menyakitkan di bawah kaki mereka. Lalu, tiba-tiba suara berat membelah suasana, seketika memecah brutalitas pada siang itu.
“WOI! Pada ngapain kalian di situ?!” bentak seorang petugas keamanan berseragam hitam. Ia berlari terengah dengan tongkat di tangan. Mata ketiga pemuda itu membelalak, panik.
“Waduh! Ada security! Kabur!” seru Enzi, lalu mereka bertiga kabur meninggalkan pemuda malang yang kini tergeletak tak berdaya.
“Nak! Kamu nggak papa?” tanya petugas itu khawatir, seraya menghampiri pemuda yang berusaha bangkit dengan susah payah.
“Sa … Akasa!” seru suara lain yang terdengar cemas.
Dari balik petugas itu, seorang pemuda berambut sebahu agak bergelombang dengan mata cokelat berlari mendekat. Wajahnya pucat melihat keadaan sahabatnya yang kacau balau.
“Raffy?” gumam Akasa lirih, mencoba tersenyum meski bibirnya berdarah.
“Ya ampun, Sa! Lu kenapa bisa kayak gini?” tanya Raffy seraya membantu menyandarkan sahabatnya di dinding. Tangannya gemetar saat menyeka darah Akasa dengan sapu tangan kuning kecilnya.
“Gapapa, Fy. Cuma salah paham aja,” jawab Akasa, meringis saat luka di pelipisnya tersentuh.
“Salah paham apanya? Napa nggak lari sih?” sanggah Raffy tak percaya.
Akasa menghela napas, pandangannya menerawang ke langit siang yang menyilaukan. Kepasrahan tersirat di matanya, “Gak sempet,” bisiknya lirih.
Raffy terdiam, membaca tatapan sahabatnya. Ia tahu, ini bukan sekadar perkelahian biasa. Ia menatap iba sebelum menghela napas dan berkata:
“Ya udah, abis obatin luka, ikut gua!” ajaknya sambil menepuk pelan bahu sahabatnya.
“Ke mana?” tanya Akasa penasaran.
“Makan.” Jawab Raffy singkat sambil mengulurkan tangan.
“Oh,” angguk Akasa santai, lalu menerima uluran tangan Raffy. Wajahnya datar, namun ada kelegaan samar di matanya. Mereka pun mampir ke UKS sebelum kantin, sementara petugas keamanan tadi kembali ke pos jaganya.
[11:15 WIB] Kantin Fakultas
Aroma soto ayam yang gurih, membaur di antara riuhnya suara mahasiswa memenuhi kantin. Di sudut yang agak sepi, Raffy dan Akasa duduk berhadapan, sedang menyantap makanan mereka yang masih hangat. Tak lama, teman-teman mereka pun datang.
“Kalian ini, makan nggak ajak-ajak!” sindir Gita, gadis berambut sebahu dengan senyum khasnya, memecah keheningan.
“Eh, Git! Sendirian aja?” tanya Raffy terkejut.