[11:00 WIB] Belakang Kampus
Ada yang bilang, bahwa hidup adalah anugerah, namun ada pula yang berpikir bahwa hidup adalah tragedi. Pada dasarnya, semua itu tergantung pada sudut pandang masing-masing. Barangkali, hal inilah yang ada di benak seorang laki-laki yang dirundung oleh 3 orang yang berusia sebayanya.
Tampak mereka mengeroyoknya dan mulai melakukan tindak kekerasan. Namun anehnya ia tetap tenang dan tidak membalas perlakuan tidak menyenangkan tersebut. Hanya diam sembari melindungi bagian kepala dengan kedua tangannya, sementara badannya menahan pukulan dan injakan dari ketiga orang tersebut. Lalu tak berselang lama kemudian, muncul seseorang yang lain berteriak hendak melerai adegan yang tidak sepantasnya tersebut.
“WOI, PADA NGAPAIN DISITU?! BUBAR! BUBAR!” teriak seorang bapak-bapak yang berlari mendekat ke arah mereka seraya mengacungkan tongkat tumpul berwarna hitam dari kejauhan. Mengetahui hal itu, sontak mereka bertiga pun jadi panik.
“Waduh, ada security! Kabur, kabur!” ujar salah seorang dari mereka dengan panik, sebelum akhirnya saling bergegas melarikan diri. Meninggalkan sosok pemuda yang dirundung tersebut dalam posisi setengah berbaring di atas tanah.
“Sa ... Akasa!” sapa seorang lelaki dengan perawakan rambut agak bergelombang. Ia datang bersama dengan petugas keamanan, lalu memanggil nama lelaki yang sedang dirundung tadi yang ternyata bernama Akasa.
“Raffy?” kata Akasa yang agak kaget tatkala mengetahui bahwa sosok tersebut ternyata adalah sahabatnya yang bernama Raffy, dengan raut wajah yang sudah tampak panik.
“Sa, lu gak papa?” tanya Raffy khawatir. Wajar saja, dengan perawakan Akasa yang terbilang kurus, ia melawan tiga orang yang memiliki fisik yang bugar. Jadi, tak akan aneh jika ada luka atau cidera yang diterima oleh Akasa.
“Aman, Fy! Urrghh-” kata Akasa sambil sedikit menahan rasa sakit.
“Aman gimana? Badanmu pada memar gitu!” sanggah Raffy merasa tidak percaya.
“Gak papa, cuman pegel dikit!” balas Akasa santai.
“Pegel dikit apanya? Napa gak kabur sih?” tanya Raffy penasaran. Ia heran kenapa sobat karibnya itu tidak kabur dan melarikan diri. Sementara itu, Akasa hanya terdiam. Tampaknya ia menyembunyikan sesuatu dan tidak ingin mengungkapkannya kepada Raffy. Mengetahui sifat Akasa yang demikian, Raffy pun mengurungkan niatnya dan memilih untuk menasihatinya saja.
“Sa, lu ini udah kayak sodara sendiri. Kalo ada apa-apa, cerita. Jangan simpen sendiri. Ntar kalo ibumu tau gimana?” bujuk Raffy dengan sabar. Memberikan gambaran bagaimana sekiranya jika ibunya Akasa tahu kelakuan anaknya. Mendengar hal ini, Akasa pun jadi panik.
“Ya jangan sampek, Fy. Yah?” balas Akasa yang coba meminta Raffy agar tutup mulut dan tidak memberitahu apapun kepada ibunya. Kemudian, Raffy pun merasa iba dan langsung mengubah topik pembicaraan guna mencairkan suasana.
“Yaudah, yokk ikut!” ajak Raffy kepada Akasa.
“Kemana?” tanya Akasa penasaran.
“Makan.” Jawab Raffy singkat.
“Oh … oke!” respons Akasa dengan nada datar.
[11:15 WIB] Kantin Kampus
Raffy dan Akasa pergi ke kantin fakultas untuk makan siang. Mereka memesan 2 porsi soto ayam, lengkap dengan beberapa kerupuk bawang dan 2 gelas es teh. Beberapa saat setelahnya, teman-teman mereka pun mulai berdatangan dan bergabung ke meja makan. Pembicaraan pun dibuka oleh salah seorang bernama Gita.
“Eh, bulan depan kan kita jeda semesteran. Gak ada rencana main kemana gitu?” tanya seorang wanita bernama Gita mengawali percakapan. Rambutnya terurai, berwarna hitam agak kecokelatan dengan panjang sebahu, serta postur badan yang sedikit berisi.
“Belum ada sih. Emang mau kemana?” jawab Raffy balik bertanya.
“Lah? Ini aku lagi nanya, Fy! Gimana to?” balas Gita sewot.
“K-ke pantai g-gimana?” celetuk teman lain berkulit sawo matang yang bernama Chafik menawarkan. Ia memiliki cara bicara unik yang agak gagap.
“Gak bosen apa? Minggu lalu kan kita abis ke pantai.” Keluh seorang lelaki berparas tampan yang bernama Ezra. Tampak jelas bahwa ia merasa keberatan dengan usulan Chafik.