Historia - The Misty Kingdom

Hazsef
Chapter #1

Prolog

[11:00 WIB] Belakang Kampus

Debu kampus yang kering bercampur dengan bau anyir darah yang samar di sudut terpencil itu. Tiga pasang sepatu butut tanpa ampun menghujam punggung seorang pemuda yang meringkuk di tanah. Setiap hantaman terasa menyesakkan, namun hanya bisu yang menjadi perlawanannya, pasrah melindungi belakang kepalanya dengan kedua tangannya, tubuhnya bergetar kecil menahan rasa sakit.

Mengapa ia menerima semua ini tanpa kata? Pertanyaan itu menggantung di udara yang pengap, sama kelamnya dengan tatapan penuh amarah ketiga pemuda yang kini menghujamnya.

“Heh! Masih berani lo natap gue sinis, hah?!” geram salah satu suara di atasnya, napasnya terengah-engah penuh amarah. Namanya Enzi, seorang preman kecil yang terkenal sebagai pembuat onar, bersama dua pengikut setianya, Danindra dan Noviyanto, sedang menikmati pemandangan menyakitkan di bawah kaki mereka. Untungnya, tiba-tiba terdengar suara berat yang menggelegar, bagaikan petir yang menyambar, seketika memecah brutalitas pada siang itu. 

“WOI! PADA NGAPAIN KALIAN DI SITU?!” bentak seorang petugas keamanan berseragam hitam dan perut membuncit, berlari terengah-engah ke arah mereka seraya mengayun-ayun tongkat keamanan di tangannya. Mata ketiga pemuda itu pun langsung membuat lebar, merasa kaget dan panik.

“Waduh! Ada security! Kabur!” seru salah seorang dari mereka panik. Tanpa komando, mereka bertiga langsung kabur tunggang langgang, meninggalkan pemuda yang babak belur itu terkapar di atas tanah.

“Hei, Nak! Kamu nggak papa?” tanya petugas keamanan itu khawatir, menghampiri pemuda yang berusaha bangkit dengan susah payah.

“Sa … Akasa!” panggil suara cemas dari balik sosok petugas keamanan. Seorang pemuda berambut sebahu yang agak bergelombang dan bermata cokelat menghambur mendekat. Wajahnya pucat pasi melihat bibir berdarah sahabatnya dan noda kotor yang menyembunyikan luka di tubuh Akasa.

“Raffy?” Akasa mengerjap perih, mengenali wajah khawatir sahabatnya. Sudut bibirnya terasa ngilu saat mencoba tersenyum tipis.

“Sa, ya ampun! Lu kenapa bisa kayak gini?” tanya Raffy panik, sambil membantu Akasa duduk bersandar ke tembok yang terasa dingin. Tangannya gemetar saat mengusap darah di bibir sahabatnya dengan sapu tangan kuning kecil.

“Gapapa, Fy. Cuma salah paham dikit,” jawab Akasa berusaha meremehkan, meskipun ringisan tertahan lolos dari bibirnya saat Raffy tak sengaja menyentuh luka di pelipisnya.

“Salah paham apanya? Napa nggak lari sih?” sanggah Raffy tak percaya.

Akasa menghela napas, pandangannya menerawang ke arah langit siang yang menyilaukan. Ada guratan kesedihan dan kepasrahan di matanya, lalu berbisik lirih, “gak sempet.”

Raffy terdiam sejenak, menatap lekat mata sahabatnya. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan Akasa. Sesuatu yang lebih dari sekadar perkelahian biasa.

“Sa, gua ini sahabat lu dari kecil. Kalo ada masalah, cerita. Jangan dipendem sendiri. Ntar kalo ibumu tahu gimana?” tanya Raffy menatap iba.

Mata Akasa langsung melebar mendengar nama ibunya, lalu berkata, “jangan sampek, Fy! Please!” pintanya dengan nada memohon.

Raffy menghela napas lagi, mengerti betapa sayangnya Akasa pada ibunya. Ia menepuk bahu sahabatnya pelan, lalu berkata, “yaudah, yokk. Abis obatin luka, ikut gua!” ajaknya.

“Kemana?” tanya Akasa penasaran.

“Makan.” Jawab Raffy singkat sambil mengulurkan tangan.

“Oh,” angguk Akasa santai, lalu menerima uluran tangan Raffy. Meskipun wajahnya tampak datar, namun ada kelegaan samar yang tampak di matanya.

 

[11:15 WIB] Kantin Fakultas

Aroma kuah soto ayam yang gurih bercampur dengan riuh rendah suara mahasiswa yang memenuhi kantin fakultas. Di sudut yang agak sepi, Raffy dan Akasa duduk berhadapan dengan dua mangkuk soto yang masih mengepulkan uap hangat. Akasa makan dengan lahap, seolah melupakan rasa sakit di tubuhnya. Beberapa saat kemudian, kehangatan suasana kantin semakin bertambah dengan kedatangan teman-teman mereka. Gita, seorang gadis berambut sebahu, dengan senyum ramahnya yang khas, memecah keheningan.

“Kalian ini, makan gak ngajak-ajak!” sapa Gita dengan nada menyindir.

“Eh, Git! Sendirian aja nih?” tanya Raffy terkejut.

“Tuh!” tunjuk Gita ke arah belakang, lalu tampak seorang lelaki berkulit sawo matang yang bernama Chafik, diikuti Ezra, si tampan yang selalu menjaga penampilan, dan Dafina yang tampak anggun dalam balutan hijab hitamnya. Mereka pun duduk bersama di satu meja panjang dan mulai membahas wacana liburan.

“Eh, bulan depan kan libur semester. Ada rencana kabur kemana gitu?” tanya Gita antusias, menatap teman-temannya satu per satu.

“Belum kepikiran sih,” jawab Raffy sambil menyeruput es tehnya, sambil sesekali melirik Akasa yang masih terdiam.

Lihat selengkapnya