[09:25 WIB] Kelas Seni
Seminggu usai kunjungan ke museum Kota Bain, Raffy berdiri di depan kelas, mempresentasikan temuan kelompoknya tentang minimnya informasi valid mengenai artefak kuno. Di sampingnya berdiri Akasa, Ezra, Chafik, Gita, dan Dafina, turut menemani sepanjang presentasi.
Sepuluh menit berlalu. Raffy menutup presentasinya dengan pertanyaan retoris, tapi hanya disambut keheningan. Teman-teman sekelas tampak enggan merespons, menanti waktu bebas untuk melanjutkan urusan masing-masing.
“Baik, kalau tidak ada pertanyaan, saya akhiri. Wassalamu’alaikum!” tutup Raffy, disambut tepuk tangan ringan dari dosen dan gumaman lega dari mahasiswa lain.
[11:32 WIB] Kantin Kampus
Dua jam berlalu. Matahari mulai condong ke barat, menembus kaca ruang kelas yang lengang. Suara kursi bergeser bersahutan. Seperti biasa, tiap kali kelas berakhir, kantin kampus jadi tujuan berikutnya.
Aroma soto dan rawon bercampur dengan riuh obrolan mahasiswa. Di meja langganan mereka, Raffy dan teman-temannya larut dalam diskusi ringan mengenai rencana liburan semester.
“Jadi, persiapan buat minggu depan gimana, Bray?” tanya Gita, membuka percakapan sambil menyeka kuah soto dari bibirnya.
“Logistik? Logistik?” sambung Dafina antusias.
“Logistik mah gampang! Beli mepet-mepet juga bisa. Kayaknya sewa peralatannya tuh yang PR. Nah, Zra, ada saran nggak? Lu kan pernah ikutan Mapala ama Si Chafik,” tanya Gita, mengalihkan fokus pada Ezra.
“Dulu iya, sekarang udah nggak. Alat mah gampang, Git. Banyak tempat sewa sekitaran kampus. Yang penting tuh fisik kalian. Mulai sekarang, sering-sering kardio sama angkat beban dikit lah, biar nggak kaget entar pas nanjak,” ujar Ezra, lalu menoleh ke Dafina.
“Terutama lu, Na! Ya … mohon maap nih! Tapi fisik lu kan ya gak kuat-kuat amat,” sindirnya dengan nada menggoda, namun peduli.
“Iya deh, aku usahain. Biar entar nggak jadi beban, hehe,” jawab Dafina sambil terkekeh.
“Eh, Git! Ntar lu temenin si Fina juga yakk. Kalo sendiri kan biasanya angin-anginan, jadi ya ... biar lebih seru aja gitu, kalo ada temennya.” Usul Ezra.
“Oke dah, ntar sama aku, Na! Tapi pagi bangunin yakk, hehe,” angguk Gita setuju, karena kebetulan ia satu kost dengan Dafina.
“Ah, elu mah gitu, Git! Susah banget bangunnya!” keluh Dafina, sepertinya sudah hafal betul kelakuan Gita.
“Ya maap, hehe! Oh iya, Zra, temen kost gue ada yang mau ikut. Boleh nggak?” tanya Gita, meminta izin.
“Cewek?” tanya Ezra penasaran.
“Iya. Baru pertama naik gunung katanya,” jawab Gita singkat.
“Ya udah, ajak latihan bareng sekalian,” saran Ezra.
“Oke deh! Ntar kita ngumpul di stasiun langsung yakk?” tanya Gita memastikan.
“Siap!” angguk Ezra tak keberatan.
“Eh iya, btw … Raffy sama Akasa mana?” tanya Gita, baru sadar.
“Balik duluan katanya, ada urusan mendadak,” jawab Ezra singkat.
“Urusan apa emang?” Gita penasaran.
“Nggak tahu, Git. Kayaknya penting banget tuh,” sambung Ezra, mencoba mengabaikan firasat aneh yang tiba-tiba muncul. Tatapannya seakan menyimpan tanya, curiga ada sesuatu yang tidak beres.
[07:25 WIB] Stasiun Kota Bain
Tak terasa satu minggu telah terlewati, hari keberangkatan pun tiba. Ezra menjadi yang pertama sampai di stasiun yang mulai ramai. Tak lama, Gita muncul dengan pakaian lapangan dan carrier besar di punggung.
“Zra! Udah nyampe aja lu? Semangat amat!” sapa Gita, sedikit menyindir.