[12:32 WIB] Base Camp Rohan
Setelah menempuh perjalanan panjang, Raffy dan kawan-kawannya, akhirnya tiba di base camp pendakian Gunung Vamana via Rohan. Mereka segera melakukan pendaftaran dan pengecekan barang di Pos Registrasi, lalu mengikuti sesi briefing yang wajib dihadiri oleh setiap pendaki.
Seorang pria paruh baya melangkah maju. Penampilannya seperti ranger senior, berdiri di depan para pendaki. Namanya Pak Wandra. Dengan suara tegas dan intonasi khas orang berpengalaman, ia mulai menjelaskan alur pendakian beserta estimasi perjalanan, sebelum lanjut memberikan himbauan penting yang wajib ditaati oleh setiap pendaki.
“Bagi kalian yang ingin mendaki ke Gunung Vamana, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan!” ucapnya dengan nada serius.
“Pertama, kesehatan. Tolong perhatikan kemampuan fisik masing-masing. Jika dirasa kurang fit, silakan mundur! Tidak perlu gengsi. Mending menanggung malu, ketimbang celaka seperti orang-orang terdahulu.” Tegas Pak Wandra mengingatkan.
“Kedua, pengetahuan alam. Bagaimana persiapan kalian untuk bertahan hidup? Apa yang dilakukan jika tersesat? Pelajari cara membaca kompas. Kenali vegetasi alam sekitar, titik-titik mana saja yang punya sumber mata air, serta jalur yang dilewati binatang buas.” Lanjutnya, kali ini menyinggung soal ilmu survival.
“Ketiga, perhatikan kelengkapan alat kalian seperti jas hujan, pakaian ganti, sepatu yang layak, alat masak, dan lain-lain. Cek pula persediaan logistik seperti makanan, minuman dan juga P3K.”
“Ingat, atur sesuai kebutuhan! Kalau perlu, bawalah lebih, jangan kurang! Karena kita tak pernah tahu, alam akan selalu bersahabat atau tidak.” Himbau Pak Wandra terkait tips perencanaan pendakian.
“Terakhir, tolong jaga etika! Jangan merusak atau mengotori gunung! Jangan ambil apa pun kecuali foto! Jangan tinggalkan apa pun kecuali jejak! Tetaplah fokus! Selalu utamakan keselamatan! Sudah jelas semuanya?” demikian Pak Wandra mengakhiri sesi briefing-nya, lalu menawarkan kesempatan untuk bertanya.
“Permisi, Pak!” ucap Dafina sopan, tiba-tiba mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. Tampaknya, ada suatu hal yang mengusik rasa penasarannya.
“Iya, Mbak?” Pak Wandra menoleh.
“Kalau boleh tahu, kira-kira ada asal-usulnya nggak, Pak, kenapa disebut Gunung Vamana?” tanya Dafina antusias.
“Oh, simple saja! Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, Gunung Vamana memiliki jalur pendakian yang panjang, bahkan yang terpanjang di Pulau Jawa,” jawab Pak Wandra.
“Jadi, siapa pun yang mendaki gunung ini ... pasti bakal menemui banyak rintangan dan hambatan. Entah dari faktor alam, atau bisa juga dari manusianya itu sendiri,” lanjutnya.
“Maka, sudah jelas! Tidak semua orang mampu menaklukkannya. Namun jika kalian berhasil, maka akan muncul kepuasan tersendiri yang membuat siapa pun berdecak kagum,” ucapnya, nadanya misterius.
“Nah, dari situlah istilah Vamana muncul, yang artinya ‘menerima pujian’. Ada lagi yang lain?” ungkapnya cukup rinci. Pak Wandra lalu kembali menawarkan kesempatan, namun hanya disambut keheningan semata.
“Baik. Kalau begitu, saya akhiri sampai sini. Sekali lagi, saya ucapkan ... selamat datang ke Pos Pendakian Gunung Vamana via Rohan! Salam rahayu. Salam sejahtera. Wassalamu’alaikum!” tutup Pak Wandra.