[4:51 WIB] Pos Mata Air 1
Malam yang tenang perlahan mulai hilang. Embun pagi yang bersandar di sela-sela rerumputan, kini memantulkan sedikit kilau cahaya laksana permata kecil di atas karpet hijau. Ya, hari mulai terang. Sosok mentari yang menyambut datangnya hari baru, mulai bersinar dari balik panorama yang serba kelabu karena tertutup oleh kabut pagi.
Tak berapa lama kemudian, alarm tidur pun mulai bersahutan dari ponsel masing-masing orang, menyebabkan Raffy dan teman-temannya yang tadinya terlelap, kini mulai membuka matanya satu demi satu.
“Eh, bangun-bangun! Kita siap-siap yok! Abis ini kita sarapan dulu, terus lanjut jalan.” Ucap Ezra yang coba menyemangati teman-temannya untuk segera bersiap-siap.
“Jam berapa, Zra?” tanya Raffy yang masih setengah sadar sembari mengusap-usap matanya karena baru bangun tidur.
“Udah mau jam 5. Bangun yok! Kita masak buat sarapan. Yang mau solat, solat dulu!” jawab Ezra yang kembali menyemangati Raffy untuk segera beranjak dari tempat tidurnya.
“Ya udah yok!” angguk Raffy yang menyetujui usulan Ezra, lalu membangunkan Chafik dan Akasa. Kemudian lanjut membangunkan rombongan wanita di tenda sebelah yang ternyata sudah bangun sedari tadi. Setelah itu, satu persatu dari mereka mulai beranjak keluar dari tenda, lalu segera menyiapkan peralatan memasak untuk membuat sarapan.
Sekitar satu jam setelahnya, masakan untuk menu sarapan telah jadi. Ada mie instan, ada nasi, ada telur dadar, sosis hingga roti maryam pun tersedia di sana. Lalu tak lupa, kopi hangat yang seolah menjadi minuman wajib bagi para pendaki pun sudah tersaji dengan rapi, dalam gelas-gelas khusus yang terbuat dari bambu. Para pendaki muda itu menikmati momen kebersamaan mereka meski di tengah suasana pagi yang dingin nan berkabut.
Lamanya waktu berlalu, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 6:55 pagi. Baik Raffy, Ezra dan teman-temannya yang lain, mulai merapikan nesting dan barang bawaan mereka. Lalu, setelah dilakukan pengecekan, Ezra pun mengusulkan untuk mengisi kembali persediaan air yang telah mereka gunakan.
Sebagai informasi, setiap dari mereka masing-masing membawa 1 botol air berukuran 1,5 liter dan 1 lagi yang berukuran sedang 600 ml. Usai digunakan untuk perjalanan di hari pertama, termasuk memasak makan malam dan sarapan pagi tadi, dari total 7 botol besar sekarang tinggal tersisa 4. Masing-masing 1 botol untuk minum bersama, 1,5 botol untuk memasak, dan setengah botol sisanya dipakai untuk mencuci alat makan. Sementara untuk botol ukuran sedang, disimpan sebagai cadangan masing-masing. Nah, usulan Ezra ini dilakukan sebagai tindakan antisipasi, dikarenakan setelah ini tidak ada spot mata air lagi selama 3 hari ke depan.
Demi efisiensi, mereka pun sepakat untuk melakukan pembagian kerja. Dafina, Gita dan Lalita merapikan alat makan dan barang bawaan, kemudian Raffy dan Ezra membongkar dan merapikan tenda. Sementara Chafik dan Akasa, bertugas mengisi persediaan ke mata air yang jaraknya tidak jauh dari tempat mereka berkemah, hanya sekitar 10 menit jalan kaki.
[7:05 WIB] Area Mata Air
Usai menerima peran masing-masing, Akasa dan Chafik segera bergegas untuk mengisi persediaan air, sementara Raffy dan Ezra sedang merapikan tenda. Setelah berjalan selama kurang lebih 10 menit, Akasa dan Chafik akhirnya sampai ke spot mata air yang tidak jauh dari area Pos Mata Air 1.
Mereka pun segera mengisi 3 botol kosong berukuran 1,5 liter yang mereka bawa dari area kemah. Melalui sebuah pipa bambu yang mengalirkan air bersih, mereka mulai menadah air dengan sabar, hingga tak terasa 2 botol pun terisi. Lalu ketika mereka mulai mengisi botol terakhir, tiba-tiba muncul suara laki-laki yang terdengar tidak asing di telinga mereka.
“Widih ... jadi naik ternyata nih bocah!” ucap seorang laki-laki sembari melirik ke arah Akasa dan Chafik. Ketika dilihat, ternyata itu adalah sosok Enzi. Namun, ia tidak sendiri. Tepat di belakangnya, ada Danindra dan Noviyanto yang senantiasa mengikuti.
“U-u-udah, Sa! G-g-gak usah d-dihirauin!” kata Chafik yang coba menetralisir keadaan supaya Akasa tidak terpancing oleh provokasi dari Enzi.
“Betah-betahin dah, penting jangan sampek ntar repotin rombongan lu!” sindir Danindra sembari melirik ke arah Akasa. Tampaknya, mereka bertiga punya masalah pribadi dengan Akasa. Karena pandangan sinis dan perlakuan penuh provokasi mereka yang tidak wajar.
“G-g-gapapa, Sa! A-ayo, k-kita balik aja!” ajak Chafik dengan nada yang agak panik kepada Akasa. Jelas ia merasa bahwa situasi dan kondisi sudah sangat tidak kondusif untuk hanya berdiam diri di sana. Namun, kembali lagi, Enzi dan teman-temannya tampaknya tak ingin membiarkan mereka pergi dengan tenang begitu saja.
“Nah, gitu! Bener! Lari aja terus! Terus … sampek rumah. Terus mewek ke mamak kau!” ejek Enzi dengan lebih berani, kali ini dengan membawa-bawa ibu Akasa. Tak mau ketinggalan, Danindra dan Noviyanto pun turut mengikuti alur yang dibawakan oleh Enzi.
“Eh, tapi emang gak bahaya tuh? Bisa-bisa ntar dicoret dari KK tuh!” timpal Danindra menambahkan.
“Hah? Yakin? Palingan juga gak beda jauh sama anaknya!” tambah Noviyanto memperkeruh suasana.
“Sama-sama cemen, hahaha!” imbuh Enzi yang menutup set up percakapan mereka dengan punch line yang sangat tidak beradab, sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak bersama Danindra dan Noviyanto. Mendengar hal ini, Chafik yang sedari tadi berusaha menenangkan Akasa pun kini jadi lepas kendali.