[7:15 WIB] Danau Taman Hidup
Usai menyelesaikan urusan dengan tiga orang pem-bully pada banyak kesempatan dalam hidupnya, Akasa berjalan sendirian menyusuri hutan yang mulai berkabut. Tampaknya, ia ingin mendinginkan pikirannya yang sedang kacau. Betapa sakit hatinya, di kala ada orang lain yang dengan seenaknya merendahkan ibunya yang sangat ia cintai. Ia bahkan hampir menjadi seorang pembunuh, kalau saja ia tidak mengingat janji yang ia buat bersama ibunya untuk selalu berada di jalan kebaikan.
Masih dengan pikiran yang kalang kabut, Akasa terus saja berjalan lurus tanpa memperhatikan sekeliling. Langkah demi langkah, pohon demi pohon, telah ia lewati. Namun emosinya tak kunjung mereda, hingga tak terasa, kabut pun mulai menyebar lebih pekat dari sebelumnya. Seolah melahap segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Bahkan, Akasa yang sedang galau pun mulai terganggu karenanya.
Sontak Akasa mulai keheranan atas kabut putih tebal yang menyelimuti seisi hutan. Menyisakan jarak pandang yang tidak sampai 100 meter, yang mana terus menebal hingga ke titik dimana cahaya senter pun akan sulit menembus ketebalan dari kabut tersebut. Menyisakan pemandangan di balik pepohonan sekeliling, seolah hanya ada tembok putih. Namun, walau dengan segudang tanda tanya terus saja bergema dalam pikirannya, Akasa tetap memilih untuk lanjut menyusuri jalanan yang dipenuhi oleh kabut putih.
Tak lama setelahnya, ia pun mulai keluar dari daerah pepohonan. Ketika mencermati lingkungan sekitar, Akasa lalu melihat ada sebuah danau yang di tepiannya terlihat cukup nyaman untuk dibuat bersantai. Lalu, sesampainya di sana, ia perlahan berjalan mendekat ke arah tepian, kemudian langsung duduk dan memandangi danau yang airnya terlihat cukup jernih dan segar. Sungguh tempat yang amat sempurna untuk merelaksasi pikiran dan meredakan amarah.
Tampaknya, kejadian yang menimpanya barusan, masih cukup terngiang-ngiang dan membuat hati Akasa bergejolak. Kembali memikirkan tatkala dirinya mulai gelap mata dan bermaksud ingin menghabisi para pem-bully itu, namun tiba-tiba teringat oleh nasihat ibunya untuk selalu berada di jalan yang baik, sekalipun dirinya berada di situasi dan kondisi yang buruk. Alhasil, ia pun mengurungkan niatnya dan pergi meninggalkan para pem-bully itu.
Akasa terdiam. Termenung sendirian menahan amarah dan kesedihan di tepian danau yang berkabut, sedang berusaha menjernihkan pikiran dan meredakan amarah di hatinya. Lama dia termenung, lambat laun Akasa pun sudah mulai bisa mengontrol emosinya. Lalu, tatkala kesadarannya mulai membaur dengan realitas yang fana, barulah ia mulai bertanya-tanya, kira-kira di manakah dirinya berada saat ini. Melihat ke sekeliling, ke kanan dan ke kiri, depan dan belakang, namun semuanya hanya diliputi oleh kabut putih.