Historia - The Misty Kingdom

Hazsef
Chapter #10

Tersesat

Usai tertahan beberapa saat, operasi pencarian Akasa pun akhirnya dilanjutkan. Awalnya, semua berjalan normal. Namun, beberapa jam setelahnya, Pak Wandra—yang memimpin Tim C—mulai merasakan keanehan demi keanehan. Menurut pengamatan dan pengalamannya sebagai seorang ranger hutan, tampaknya ada sesuatu yang tidak beres.

Keanehan pertama, mereka menjumpai pemandangan yang jelas bukan bagian dari kawasan hutan Gunung Vamana, khususnya di jalur pendakian awal yang mereka kenal. Pepohonan tua dengan batang dan dahan yang seluruhnya tertutup karpet lumut hijau tebal tampak mendominasi.

Lumut itu tidak hanya menempel, tapi menggantung seperti tirai lembut, menyerap cahaya matahari hingga menciptakan suasana remang dan lembap. Bahkan saking rindangnya, bayangannya mampu menghalau cahaya, membuat suasana jadi cukup gelap, bahkan di siang hari.

Sebenarnya, hal itu wajar. Karena begitulah karakteristik hutan hujan tropis. Namun yang menjadikannya tak biasa adalah posisi dan timing-nya. Pepohonan jenis itu seharusnya hanya tumbuh di kawasan Hutan Lumut, yang letaknya jauh di sisi lain Gunung Vamana.

Sedangkan mereka? Kini bahkan masih belum keluar dari kawasan Pos Mata Air 1. Jika dihitung, maka butuh waktu sekitar tiga sampai empat hari perjalanan dari Base Camp Rohan menuju ke sana.

Keanehan kedua, kawasan Gunung Vamana terkenal akan keasrian alamnya yang masih terjaga. Banyak flora dan fauna hidup di seluruh areanya. Namun sejak pencarian dimulai hingga saat ini, tak sekalipun mereka mendengar kicauan burung atau derik kumbang hutan. Semuanya begitu sunyi dan sepi ... nyaris seperti tempat pemakaman.

Keanehan ketiga, sebagai kawasan dataran tinggi, seharusnya angin di sekitar Gunung Vamana berhembus cukup kencang. Dalam kondisi tenang pun, biasanya ada satu atau dua hembusan sepoi yang menggoyangkan dedaunan. Namun anehnya, kali ini—jangankan suara angin—daun-daunnya pun seolah membeku di tempat. Tak satu helai pun bergerak.

Keanehan keempat, sinyal dan daya alat-alat elektronik—baik ponsel maupun Handy Talkie (HT) yang dibawa Pak Wandra dan Pak Kumar—tiba-tiba hilang. Bahkan lampu senter Pak Wandra, yang tadinya penuh, kini redup dan seolah akan mati kapan saja.

Keanehan kelima, meski jam tangan analog Pak Wandra masih berdetak, namun jarum detiknya tak beranjak sedikit pun, bagaikan karet yang ditarik lalu berhenti sebelum sempat memantul kembali.

Keanehan keenam, jarum kompas yang seharusnya mengikuti medan magnet utara-selatan Bumi, kini berputar tak menentu, seperti kipas angin yang dinyalakan pada tingkat kecepatan terendah.

Keanehan terakhir, goresan pada batang pohon yang sebelumnya dibuat diam-diam oleh Pak Wandra, kini kembali ia temui untuk ketiga kalinya. Seolah mereka hanya berputar-putar di tempat yang sama.

Saat itulah Pak Wandra yakin, bahwa mereka tidak berada di jalur yang semestinya. Ia menghela napas, meneguhkan hatinya, lalu memanggil seluruh anggota Tim C untuk mendiskusikan sesuatu.

“Tim C, sini! Ada yang mau saya sampaikan!” panggilnya kepada Chafik, Ezra, Raffy, dan Pak Kumar. Raut wajahnya tampak serius.

“Kalian semua, banyak-banyakin berdoa, ya!” ucap Pak Wandra dengan nada misterius. Semua orang pun bingung.

“Doa? Memangnya kenapa, Pak?” tanya Raffy heran.

“Sepertinya … kita sudah menyimpang dari jalur,” jawab Pak Wandra singkat, seolah menyembunyikan sesuatu yang belum ingin ia ungkapkan sepenuhnya. Hanya memberi petunjuk kecil untuk disimpulkan sendiri. Sayangnya, belum ada yang menangkap kode-kode itu.

Lihat selengkapnya