Historia - The Misty Kingdom

Hazsef
Chapter #14

Sang Ratu

Raffy dan teman-temannya, beserta Pak Kumar dan Pak Wandra, kini sedang meratapi nasib di penjara benteng Kerajaan Orion. Sementara itu, Akasa mulai memasuki gerbang besar yang menjadi pintu masuk di Kerajaan Ardana. Tampak ada jalanan lurus yang mengarah langsung menuju ke arah istana.

Kereta kencana yang dinaiki oleh Akasa dan Sang Putri, berjalan dengan lancar melewati kehidupan masyarakat yang cukup beragam. Ada yang sedang bertani, ada yang sedang menggembala ikan yang bisa terbang, ada pula kerbau besar dengan tanduk yang tak kalah besar. Bahkan, konon katanya bisa memuat untuk dinaiki hingga 4 orang anak-anak atau 2 orang dewasa pada tiap sisi tanduknya.

Lebih jauh lagi, ada yang sedang bermain pentas seni dan musik. Ada pula yang sedang berdagang di tempat ramai yang seperti pasar tradisional, dan masih banyak lagi yang lainnya. Namun, ada satu hal yang pasti, yakni ketika kereta kencana Sang Putri melewati jalanan utama, mereka pasti akan menyambut dengan senyuman lalu menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan kepada Sang Putri.

Akasa yang menyaksikan semua kejadian tersebut, seketika merasa takjub, sekaligus tidak percaya, bahwa nenek lampir yang ada di hadapannya, benar-benar merupakan sosok yang penting di kerajaan itu.

Kemudian, ketika mulai memasuki jalanan yang mulai menanjak, tampak ada banyak jembatan layang yang cukup tinggi, dengan pondasi yang tidak kalah tingginya, mungkin sekitar puluhan hingga ratusan meter, dengan jalur yang terhubung hingga ke banyak tempat di seluruh kawasan kerajaan. Selain itu, model bangunan di sana sudah mulai berbeda.

Jika di bawah tadi seperti tempat pemukiman dan tempat penginapan, maka kali ini lebih cocok di sebut sebagai kediaman pribadi, dengan pagar-pagar kayu dan halaman berumput hijau yang cukup luas, lengkap dengan hiasan tanaman dan bunga-bunga. Akasa jelas merasa takjub atas semua pemandangan tersebut. Ia bahkan tidak merasa sedang ditawan, melainkan seperti sedang diajak bertamasya melihat wahana-wahana baru yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Namun itu belum semuanya.

Ketika sudah tiba saatnya untuk memasuki kawasan tertinggi yang ada di Kerajaan Ardana, mulai terlihat ada banyak patung-patung yang seperti penjaga, pada tiap sisi jalan sebelum memasuki kawasan istana. Saat melangkah lebih jauh, terdapat lebih banyak prajurit dan barak-barak yang di dalamnya terdapat berbagai macam senjata, seperti pedang, palu, tombak, kapak, panah, dll. Lalu tepat di tiap sisi sesuai 8 arah mata angin, terdapat 4 menara pengawas yang ditempatkan di dekat istana kerajaan, sedang 4 lainnya berada tepat di sisi luar kerajaan.

Usai melewati area yang menjadi markas pertahanan Kerajaan Ardana, akhirnya sampailah kereta kencana yang dinaiki oleh Sang Putri bersama dengan Akasa. Kereta tersebut berhenti tepat di depan sebuah istana yang cukup besar dan megah, yang mana halamannya dipenuhi oleh rerumputan hijau dan bunga-bunga berwarna-warni yang amat harum dan indah. Sementara di depan pintu istana, terdapat 2 sosok laki-laki yang memakai tombak dan tameng. Pakaiannya lebih tertutup daripada prajurit biasa, tampak lebih berwibawa dan lebih bermartabat. Menjaga pintu masuk istana kerajaan tempat Sang Ratu berada.

Sampun ngantos, mangga andhap (sudah sampai, ayo turun)!” ajak Sang Putri kepada Akasa untuk segera turun dari kereta kencana. Setelah itu, mereka pun turun dan mulai berjalan menuju ke arah pintu masuk istana yang dijaga oleh 2 orang penjaga yang tampak gagah. Sesampainya di pintu masuk, kedua penjaga tersebut langsung menundukkan kepala dan menyambut kedatangan Sang Putri.

Sugeng rawuh (selamat datang), Kanjeng Putri!” sapa para penjaga pintu istana kepada Sang Putri dengan sopan dan penuh hormat.

Nggih, Kanjeng Ratu teng lebet (ya, Tuan Ratu ada di dalam)?” balas Sang Putri yang kemudian langsung ingin bertanya untuk memastikan kehadiran Sang Ratu.

Wonten (ada), Kanjeng Putri!” jawab para penjaga pintu istana serempak.

“Hmm, sae (bagus)!” Balas Sang Putri singkat. Setelah itu, pandangannya mulai berbalik ke arah Akasa yang saat ini tengah berdiri di belakangnya, sedang memandangi pemandangan sekitar yang sejatinya baru pertama kalinya ia lihat.

Siro ingkang teng wingking, dherek kaliyan kula (kalian yang di belakang, ikut denganku)!” perintah Sang Putri sembari menunjuk ke arah Akasa. Tentu saja, Akasa pun jadi bingung dibuatnya.

Siro (kalian)?” tanya Akasa yang seketika jadi kebingungan karena alih-alih menyebut namanya, Sang Putri malah menyebut kata “kalian” yang berarti ada beberapa orang yang seharusnya masuk dalam kategori kata tersebut. Namun belum sempat Akasa mencerna semuanya, tiba-tiba ada suara lain yang terdengar dari arah belakangnya.

Jagi (siap), Kanjeng Putri!” demikian suara serentak yang terdengar seperti suara orang banyak. Sontak Akasa pun kaget. Karena tepat di belakangnya, kini sudah berdiri sosok Danar dan Buntala, serta dua wanita cantik yang menjadi dayangnya Sang Putri.

“Lah? Kok? Tadi perasaan ….” Batin Akasa yang tampak terkejut mengetahui ada banyak orang yang secara tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Padahal sebelumnya, ia yakin bahwa tak ada satu pun yang mengikuti kereta kencana yang ia naiki bersama Sang Putri. Namun pada kenyataannya?

Akasa pun akhirnya tak mengambil pusing situasi tersebut dan menganggapnya seolah itu sudah seperti hal yang lumrah. Toh, tak ada yang masuk akal bagi segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang gaib, pikirnya. Setelah itu, kini pandangan Sang Putri mulai benar-benar tertuju kepada Akasa.

“Akasa!” panggil Sang Putri yang meminta Akasa untuk mendekat ke arahnya. Tampaknya, ada suatu hal penting yang ingin Sang Putri sampaikan sebelum bertemu dengan Sang Ratu di ruang singgasana dari Sang Penguasa Kerajaan Ardana.

Lihat selengkapnya