Kilas balik masa lalu Akasa, membuat Sang Ratu larut dalam kesedihan. Air mata yang tadinya masih mengalir, kini mengucur makin deras. Kemudian, belum sempat beliau menetralisir perasaannya, tiba-tiba realitas kembali berguncang untuk yang ketiga kalinya, bahkan tanpa campur tangan Sang Ratu.
Setelah itu, adegan pun mulai berganti ke sebuah rumah sakit. Tampak di sana, ada Akasa yang sudah tampak dewasa, sedang menemani ibunya yang kala itu terbaring lemas di tempat tidur.
“Ibu tau nggak, tadi di jalan mau ke sini, Akasa liat ada mbak-mbak cantik jualan roti tawar. Mbak-nya bilang Rp 15.000 dapet 2 bungkus. Tapi pas Akasa coba tawar Rp 5.000 dapet 2 … eh, Akasa malah dilempar sendal sama Mbak-nya. Aneh kan?” ujar Akasa menceritakan pengalaman uniknya ketika ia dalam perjalanan ke rumah sakit, dengan raut wajah yang tampak senang.
“Anak Ibu …, masih aja bandel!” kata Sang Ibu sambil tersenyum dalam posisi rebahan di tempat tidur pasien. Bukannya marah, Sang Ibu sepertinya malah tampak senang mengetahui bahwa keusilan Akasa masih sama saja seperti biasanya, yang berarti bahwa anaknya baik-baik saja. Meski begitu, sepertinya nasib Sang Ibu justru akan berjalan sebaliknya.
“Nak, kamu masih ingat janji kamu sama Ibu?” tanya Sang Ibu yang secara tiba-tiba meraih tangan anaknya, lalu mulai mengganti topik pembicaraan dengan nada yang lembut.
“Iya, Bu! Akasa inget!” jawab Akasa singkat.
“Masih ingat tiga prinsip yang Ibu pesan?” lanjut Sang Ibu bertanya dengan lebih serius, hingga membuat suasana yang tadinya ringan, kini menjadi sedikit intens.
“Masih, Bu!” jawab Akasa yang kini mulai menatap sayu ke arah ibunya.
“Mau apapun yang terjadi nanti, jangan pernah lupa dua hal tadi, ya!” sambung Sang Ibu mengingatkan, lalu lanjut mengelus lembut wajah anaknya seraya menatapnya dengan penuh makna. Menanggapi hal ini, mata Akasa pun perlahan mulai berkaca-kaca.
“I-iya, Bu! Akasa gak bakal lupa.” Ucap Akasa yang berusaha tetap tegar mendengar ucapan ibunya yang kesannya seperti mencoba memberikan wasiat daripada nasehat.
“Bagus! Ibu bisa tidur tenang sekarang.” Ucap ibu Akasa yang tampak lega sembari menghela napas panjang dan memejamkan matanya sejenak, lalu mulai mengarahkan pandangannya ke arah Raffy yang pada kala itu sedang berdiri di samping kiri Akasa.
“Nak Raffy … titip Akasa, ya! Selama Ibu tidur, kalo nanti dia bandel, jitak aja palanya.” Pesan ibu Akasa dengan senyuman hangat, berusaha memberikan kata-kata terakhirnya pada Raffy agar tidak meninggalkan Akasa yang sudah begitu lama menjadi teman mainnya, bahkan sejak mereka berdua masih merangkak.
“I-iya, Tante! Nanti bakal Raffy jitak sampek benjol!” jawab Raffy yang matanya juga tampak berkaca-kaca menahan tangis, meskipun pada saat itu, ia berusaha keras memaksakan dirinya agar tetap tersenyum. Mendengar hal ini, ibu Akasa pun terlihat sangat lega dan bersyukur bahwa anaknya memiliki teman yang baik seperti Raffy.
“Bagus! Kalo begitu, Ibu tidur dulu ya, Nak. Ibu ngantuk.” Ucap ibu Akasa yang perlahan mulai memejamkan mata sembari tersenyum puas. Napasnya naik turun dengan lembut dan teratur, pertanda bahwa beliau merasa tenang.