[7:25] Aula Istana Kerajaan Ardana
Raffy yang selalu menyimpan rahasia masa lalu Akasa rapat-rapat, kini akhirnya mau terbuka dan berbagi tanggung jawab kepada teman-temannya. Sementara itu, di aula istana kerajaan, keadaan Sang Ratu pasca mengintip masa lalu Akasa, sepertinya masih tampak terguncang.
Rasa terkejutnya usai mengetahui sosok ibu Akasa yang begitu menyerupai dirinya, serta betapa tragis nasib keluarganya, menyisakan rasa pilu yang mendalam di hati Sang Ratu. Memberikan sensasi aneh yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya.
Jauh namun seolah dekat, sedih namun terasa bahagia, asing namun seperti nostalgia. Paduan segala emosi yang bercampur aduk, menyebabkan dilema di hati Sang Ratu, seolah kenangan tersebut adalah sesuatu yang dialami olehnya sendiri.
Namun, bukan hanya Sang Ratu saja yang terguncang, begitu pula dengan Akasa. Sebagai seseorang yang mengalami semua kisah pilu itu sendiri, emosinya kini bergejolak tak karuan. Menyebabkan air matanya mengalir deras dengan sekujur tubuh yang terasa lemas, lalu terduduk diam di lantai aula istana yang beralaskan karpet merah.
Tatapannya kosong, napasnya sedikit terengah, kepalanya tertunduk, membuat siapa pun pasti merasa heran dibuatnya. Tak ada seorang pun di tempat itu yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Memunculkan tanda tanya besar, karena bukan hanya Akasa yang tampak terguncang, namun bahkan Sang Ratu itu sendiri.
Itu adalah kali pertama mereka semua menyaksikan sosok penguasa agung yang begitu mereka hormati, terlihat begitu terguncang. Namun, ketika Sang Ratu menyaksikan Akasa yang tampak putus asa sedang duduk tertunduk di hadapannya, Sang Ratu pun kemudian mulai menegakkan kembali postur badannya, lalu perlahan mendekati Akasa.
“Gesang pancen werat, nanging ampun siyosaken dados alasan katur kendel berjuang. Kersanipun raos lelahmu kala niki, dados pepenget katur dados sosok ingkang langkung sae ing lajeng dinten (hidup itu memang berat, tapi jangan jadikan itu sebagai alasan untuk berhenti berjuang. Biarlah rasa lelahmu saat ini, sebagai pengingat untuk menjadi sosok yang lebih baik di kemudian hari),” ujar Sang Ratu yang langsung memberikan wejangan kepada Akasa yang terlihat cukup terpuruk.
“Ing purnama teng pitu ing dinten wolu, tepat sangang dinten saking samangke, tabir dimensi ingkang misahaken kalih donya badhe bikak. Namung ing kala menika, sampeyan saged wangsul teng panggenan asalmu (pada purnama ke tujuh di hari ke delapan, tepatnya sembilan hari dari sekarang, tabir dimensi yang memisahkan dua dunia akan terbuka. Hanya di saat itulah, kamu bisa kembali ke tempat asalmu),” lanjut Sang Ratu yang mulai memberikan informasi yang sedikit mencerahkan. Namun, Akasa tetap tidak bergeming dari keadaannya semula. Masih duduk tertunduk dengan tatapan yang kosong.
“Nanging, salebetipun niku dereng tiba, sampeyan saged nyipeng mriki. Kami badhe jamaken kawilujenganmu (namun, selama masa itu belum tiba, kamu bisa menginap di sini. Kami akan menjamin keselamatanmu).” Hibur Sang Ratu yang hendak menawarkan tempat menginap pada Akasa sebagai tamu di kerajaannya. Kemudian, Sang Ratu pun kembali mengalihkan perhatian Akasa supaya segera tersadar dari lamunannya.
“Nak, sinten asmamu (siapa namamu)?” tanya Sang Ratu dengan nada lembut.