[Hari ke-1] Lapangan latihan, Kerajaan Ardana
Burung-burung mulai berkicau. Atap dunia mulai membiru. Cahaya keemasan yang menjadi pertanda datangnya hari yang baru, perlahan mulai menyatu dengan pemandangan alam yang senantiasa memberikan rasa damai nan candu.
“Oh, sudah pagi ya ….” Batin Akasa yang tampaknya masih setengah sadar usai bangun dari tidurnya.
“Oh … pemandangan ini … kayaknya emang gak lagi mimpi.” Gumam Akasa yang masih tak percaya dengan apa yang telah dilaluinya.
“Hmm? Ini ….” Gumam Akasa yang heran, di kala melihat tiba-tiba ada satu set pakaian dan sebuah keranjang yang terbuat dari anyaman bambu di meja kamarnya. Padahal, kemarin tidak ada apa pun di sana. Ketika diperhatikan lebih seksama, terdapat secarik perkamen kecil berisi tulisan aksara kuno yang cukup rapi.
Jika dibaca dalam bahasa latin, maka berbunyi, “gantosa panganggemu kaliyan niki. Lebetaken teng keranjang, kajengipun mangke dipungirah dening dayang Ibu Ratu. Catetan, ampun gigah kesiyangan lan dugia teng panggenan latian.”
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa modern, maka isi pesan pada perkamen tersebut akan berbunyi, “ganti pakaianmu dengan ini. Masukkan ke dalam keranjang, biar nanti dicuci oleh dayang Ibu Ratu. Catatan, jangan bangun kesiangan dan datanglah ke tempat latihan.”
Ya, sepertinya pesan itu ditulis langsung oleh Sang Ratu, lalu ditinggalkan di sana ketika Akasa masih tertidur pulas. Mengetahui hal ini, Akasa pun mulai tersenyum kecil usai teringat akan masa kecilnya yang terdahulu.
“Gak habis pikir, ajaran Ibu buat belajar aksara pas aku masih kecil, bakal kepake sekarang,” batin Akasa yang merasa nostalgia usai mengingat momen saat ibunya cukup bersemangat mengajarinya belajar membaca dan menulis Aksara Jawa.
“Ibu Ratu ….” Gumam Akasa yang mulai terlintas akan sosok Ratu Zafia di pikirannya. Lalu, tanpa membuang-buang waktu, ia pun segera berganti pakaian yang telah disiapkan oleh Sang Ratu, yakni baju polos dan celana coklat, lengkap dengan gelang, sabuk dan sandal kulit ala penduduk di kerajaan itu.
Setelahnya, Akasa langsung pergi keluar kamar dan menuju ke lapangan pelatihan untuk bertemu dengan Sang Ratu. Sesampainya di sana, Akasa melihat hamparan tanah lapang yang dipenuhi oleh rerumputan. Ketika melihat ke kanan dan kiri, tiba-tiba ada suara panggilan yang seketika menarik perhatiannya.
“Akasa!” panggil Ratu Zafia dari kejauhan.
“Ibu Ratu?” gumam Akasa yang akhirnya melihat sosok Ratu Zafia, sedang berdiri di sebuah tanah lapang yang dihiasi oleh rerumputan hijau.
“Mriki (sebelah sini)!” lanjut Ratu Zafia menambahkan seraya sedikit mengangkat tangan kanannya, seperti sedang mempersilakan seseorang. Tanpa pikir panjang, Akasa pun langsung bergegas menuju ke tempat Sang Ratu berada.
“Yektosaken ... Balin, tangan tengen Ibu Ratu, gurumu. Sampeyan saged sinau bela salira kaliyanipun (perkenalkan, Balin, tangan kanan Ibu Ratu. Mulai saat ini dia adalah gurumu. Kau bisa belajar bela diri dengannya).” Ucap Ratu Zafia yang akhirnya memperkenalkan sosok pria bernama Balin yang akan menjadi gurunya Akasa.
Ia memiliki perawakan tubuh yang gagah, berkumis tipis dan memakai blangkon yang dihiasi oleh tambahan ornamen yang terbuat dari besi. Sementara pakaiannya agak tertutup dengan model jubah tanpa lengan yang menjuntai hingga lutut, lengkap dengan gelang pelindung yang terbuat dari kulit dan baja.