[Hari ke-2] Lapangan latihan, Kerajaan Ardana
Ini adalah hari kedua Akasa menjalani pelatihannya bersama gurunya. Setelah melakukan pemanasan selama kurang lebih 30 menit, Akasa kemudian disuruh Balin untuk berlari keliling lapangan latihan hingga mencapai 10 kali putaran.
Sebagai orang dengan kemampuan fisik yang pas-pasan, tentu saja Akasa tidak langsung menyelesaikan semuanya begitu saja dalam sekali jalan. Namun, ia mencicilnya sedikit demi sedikit, sambil sesekali berjalan sejenak hingga mencapai 10 putaran mengelilingi lapangan berumput yang luasnya sebesar stadion sepakbola.
“Nggihpun (baiklah)! Ngaso sekedhap (istirahat sejenak)!” ucap Balin setelah Akasa berhasil menyelesaikan lari 10 putaran.
“Hah … hah … pun (sudah) … hah … boten kiyat (tidak kuat lagi) ….” Ucap Akasa dengan napas yang terengah-engah, lalu merebahkan tubuhnya tepat di bawah bayangan pohon terdekat.
“Ampun ngeluh (jangan mengeluh)! Niki sedaya namung salah satunggale saka proses (ini semua hanya salah satu bagian dari proses).” Balas Balin yang coba menyemangati muridnya yang sudah tepar dengan kondisi badan penuh keringat dan napas terengah-engah akibat kelelahan.
“Hah … kula kinten … kita naming betah … ngumiyat badan. Napa mlajar … ugi kunjukan … saking bela salira (saya kira … kita cuma perlu … menguatkan tubuh. Apa lari … juga bagian … dari bela diri)?” kata Akasa yang sedang berusaha setengah mati melakukan percakapan dengan gurunya, lalu mulai mempertanyakan program pelatihannya.
“Tentu kemawon! Menawi staminamu tirah kumiyat, mila sampeyan saged nandhing tirah dangu. Vitalitas ugi ngrupikaken kunjukan wigati lebet bela salira (tentu saja! Jika staminamu lebih kuat, maka kau bisa bertarung lebih lama. Vitalitas juga merupakan bagian penting dalam bela diri).” Jawab Balin dengan penuh semangat.
“Guru … kula taksih boten faham (saya masih tidak mengerti).” Kata Akasa dengan raut wajah yang masih tampak bingung.
“Ing kasusmu, tergantung situasi, sampeyan saged milih ngejar mengsah utawi mlajar sakingipun. Napa sampeyan sampun faham kaliyan sae (dalam kasusmu, tergantung situasinya, kau bisa memilih untuk mengejar musuh atau melarikan diri darinya. Apa kau sudah memahaminya dengan baik)?” tanya Balin memastikan.
“Nggih, kadosipun sae (ya, terdengar bagus)!” balas Akasa singkat.
“Nggihpun, menawi sampun ngaso, lekas gigah lan mindhak gangsal puteran (baiklah, kalau kau sudah selesai beristirahat, segera bangun dan tambah lima putaran)!” lanjut Balin memberikan perintahnya.
“Nggih (ya), Guru! Nanging saksampune (tapi setelah) … ngaso (beristirahat) … sakedhap (sejenak) ….” Kata Akasa yang kesadarannya perlahan makin memudar, sebelum akhirnya tertidur pulas karena kelelahan. Mengetahui hal ini, Balin pun akhirnya mengambil keputusan untuk menunda pelatihannya sejenak.
“Kadosipun latiane kita tunda kemawon (sepertinya latihannya kita tunda dulu untuk sementara waktu).” Ucap Balin yang akhirnya memutuskan untuk membiarkan muridnya beristirahat sejenak. Sebab menurutnya, segala sesuatu jika dilakukan berlebihan, maka hasilnya hampir selalu berakhir dengan tidak baik. Kemudian, waktu pun berlalu.
Matahari kini mulai terasa semakin menyengat. Sementara Akasa, masih tertidur pulas di lapangan berumput yang dinaungi oleh bayangan dari pohon rindang. Tak berapa lama setelahnya, Ratu Zafia pun datang dan menyaksikan Akasa yang sedang tertidur di bawah pohon, lalu perlahan berjalan menghampirinya.
“Balin.” Sapa Ratu Zafia dengan ramah.
“Salam, Kanjeng Ratu!” balas Balin dengan sopan.