Historia - The Misty Kingdom

Hazsef
Chapter #30

Penyerangan

[10:34] Barak Pangkalan Militer Kerajaan Ardana

Sementara itu, pada sisi yang lain, Balin akhirnya tiba di pusat pangkalan militer Kerajaan Ardana. Ketika sosoknya baru menginjakkan kaki di sana, banyak prajurit yang langsung menyambut kedatangan Balin dengan penuh hormat.

“Salam, Tuan Sapta!” sapa para prajurit yang sedang berbaris dari gapura pintu masuk hingga ke tenda pertemuan para sosok penting dengan serempak. Para prajurit memiliki cara tersendiri dalam memanggil para atasan mereka. Di tempat ini, Balin dipanggil dengan sebutan “Sapta” atau berarti “ketujuh”.

Pripun kejagiane (bagaimana persiapannya)? Wonten ingkang kirang (ada yang kurang)?” tanya Balin yang penasaran.

Boten (tidak), Tuan! Sedayanipun sampun pepak lan kita sedaya jagi budhal kapan kemawon (semuanya sudah lengkap dan kita siap berangkat kapan saja)!” Jawab salah satu perwakilan dari prajurit itu dengan penuh percaya diri.

Sae (bagus)! Dipunpundi para petinggi liyane (dimana para petinggi yang lain)?” lanjut Balin bertanya.

“Tuan Catur, Tuan Panca lan (dan) Tuan Arga, sampun ngentos teng wonten tenda (sudah menunggu di dalam tenda), Tuanku!” balas perwakilan prajurit itu seraya mempersilakan Balin untuk menuju ke sebuah tenda yang cukup besar untuk dapat menampung sekitar 40-an orang. Biasanya digunakan untuk rapat strategi dan koordinasi dalam berbagai kepentingan, terutama yang berhubungan dengan masalah keamanan.

Menawi mekaten, kita budhal sakmenika! Kita sedaya kumedah ngamanaken jalur pamlajaran sadereng miwiti penyerangan esok dinten (kalau begitu, panggil mereka kemari! Kita harus mengamankan jalur pelarian sebelum memulai penyerangan besok pagi)!” perintah Balin dengan tegas seraya menghentikan langkahnya.

Jagi (siap), Tuan!” angguk perwakilan prajurit itu dengan mantap. Setelah itu, ia pun langsung bergegas pergi menuju ke tenda besar tadi, untuk menyampaikan pesan Balin dan memanggil seluruh pemimpin yang memiliki gelar penyebutan unik berupa angka. Lalu, tak berapa lama kemudian, satu per satu dari mereka pun mulai keluar dari tenda.

Dherekku, napa sampeyan boten keladuk terburu-buru (Saudaraku, apa kau tidak terlalu terburu-buru)?” tanya seorang lelaki yang gaya berpakaiannya hampir mirip dengan Balin. Hanya saja postur badannya lebih besar dan memiliki bentuk simbol yang berbeda pada sabuknya, yakni kepala badak.

“Arga. Boten wonten cukup wekdal, kita kita budhal sakmenika (tidak ada waktu lagi, kita berangkat sekarang)!” jawab Balin dengan gelagat yang seperti sedang terburu-buru.

Nggihpun (baiklah)!” angguk Arga mengiyakan.

Mangga (ayo)!” ajak Balin sekenanya.

 

[Hari ke-4] Lapangan latihan, Kerajaan Ardana

 Sementara itu, di lapangan istana kerajaan, Akasa sedang menyantap makanan yang dibawakan oleh Ratu Zafia. Percakapan pun tak terelakkan guna mengisi waktu luang sembari memuaskan rasa lapar dan memulihkan energi yang telah terkuras pasca latihan.

“Ibu Ratu, kula taksih dereng faham (saya masih tidak mengerti),” ucap Akasa yang mengawali pembicaraan.

Perihal napa niku (perihal apa itu), Nak?” tanya Ratu Zafia penasaran.

Guru Balin sanjang, Akasa kumedah numindakaken tolak angkat badan sakathah kaping kalih ewu. Sanes kah porsi latian niki kelangkung kejam? (Guru Balin bilang, Akasa harus melakukan tolak angkat tubuh sebanyak 2000 kali. Bukankah porsi latihan ini terlalu kejam?)” keluh Akasa yang merasa keberatan dengan porsi latihan gurunya.

“Hmm, kadosipun wonten hal benten ingkang dipunajaraken dening gurumu kajawi ngiyati badan (sepertinya ada hal lain yang diajarkan oleh gurumu selain memperkuat tubuh).” Balas Ratu Zafia sambil tersenyum dengan nada yang terkesan misterius.

Kajengipun (maksudnya), Ibu Ratu?” tanya Akasa keheranan.

Nak, niki sanes soal pencapaian, nanging tekad. Sanes sepinten kathah sampeyan saged majengaken, nanging sepinten tulus sampeyan purun majengaken. (Nak, ini bukan soal pencapaian, tapi tekad. Bukan seberapa banyak kau bisa melakukannya, tapi seberapa tulus kamu mau melakukannya).” Jawab Ratu Zafia dengan nada lembut.

Dados (jadi), niku (itu) ….” Balas Akasa dengan raut wajah yang tampak kebingungan.

Boten sedaya pikantuk ingkang sae ugi ngandung aos ingkang sae. Kandan kala, upadosmu lebet meraih pikantuk ingkang sae, badhe langkung dipunregani, senadyan pikantukipun boten sae (tidak semua hasil yang bagus juga mengandung nilai yang bagus. Terkadang, usahamu dalam meraih hasil yang bagus, akan lebih dihargai, meskipun hasilnya tidak bagus).” Ujar Ratu Zafia mulai menjelaskan dengan sabar.

Dados, upados kemawon sasagedmu, ngasoa nalika sampun boten sanggup, lan kajengipun semesta ingkang nentukaken pikantukipun katurmu (jadi, berusaha saja semampumu, istirahatlah ketika sudah tidak mampu, dan biarkan semesta yang menentukan hasilnya untukmu).” Lanjut Ratu Zafia menambahkan.

Sanes kesagahan ingkang dipunkersakaken gurumu sakingmu, nanging kesatuhu katur nrimah sacara ikhlas inggil napa ingkang sampun ditentukaken katurmu. Napa sampeyan pun faham samangke (bukan kesanggupan yang diinginkan gurumu darimu, tapi kesungguhanmu untuk menerima secara ikhlas atas apa yang telah ditentukan untukmu. Apa kau sudah mengerti sekarang)?” tanya Ratu Zafia memastikan.

Faham (mengerti), Ibu Ratu!” jawab Akasa singkat sebelum akhirnya terdiam. Berusaha mencerna segala hal yang baru saja disampaikan oleh Sang Ratu.

Namun, perhatiannya tiba-tiba mulai terusik oleh suara yang terdengar seperti badai, hanya saja dengan irama serempak yang diiringi dengan sedikit getaran. Lalu tak berapa lama kemudian, bunyi lain seperti alat ketukan kayu yang biasa ada di pos ronda, serta lonceng pun mulai terdengar saling bersahutan. Seolah, sedang ada kejadian besar yang cukup menggemparkan seisi kerajaan.

Ungel napa niku (bunyi apa itu), Ibu Ratu?” tanya Akasa penasaran.

Lihat selengkapnya