Historia - The Misty Kingdom

Hazsef
Chapter #31

Pertempuran Fajar

Fajar baru telah tiba. Hembusan angin pagi yang segar dari pegunungan, bergerak turun melewati bukit-bukit, lalu diiringi oleh suara hentakan kaki dari ribuan prajurit yang mampu membuat permukaan tanah bergetar.

Sementara itu, Lowo yang kala itu sedang memantau dari atas langit menggunakan wujud ribuan kelelawar, seketika kaget usai menyaksikan pemandangan tersebut. Ia lalu segera turun ke benteng dan berubah menjadi bentuk manusianya, lalu menyerukan kepada para bawahannya untuk membunyikan sinyal pertanda bahaya.

TEMPUHAN TEKAA (SERANGAN DATANGG)!! PASUKAN ARDANA TEKAA (DATANG)!! UNEKNE (BUNYIKAN) TANDA BAHAYA!!” teriak Lowo dengan panik dan lantang, karena kemunculan pasukan dari Kerajaan Ardana yang begitu tiba-tiba.

Setelah itu, suara lonceng pun berbunyi. Lalu diikuti oleh kemunculan dari segerombolan makhluk yang berwujud setengah manusia setengah hewan. Kebanyakan berbentuk manusia berkepala babi hutan yang berbulu hitam, dengan gigi yang mencuat keluar sebagai salah satu ciri khasnya. Jika dalam mitologi lain, mungkin merekalah yang disebut dengan “orc”.

Tidak hanya manusia berkepala babi, namun ada pula yang berbentuk manusia kadal. Tampaknya, itu adalah sisa pasukan ekspedisi Bajul yang masih tersisa di benteng timur, sedangkan sisa pasukannya yang lain, ikut bermigrasi ke istana utama yang terletak di kaki Gunung Prama.

“AWAS TEMPUHAANN (SERANGAN)!!” teriak salah satu pengawas benteng yang berwujud manusia berkepala babi, sedang memperingatkan datangnya serangan berupa bola api yang cukup besar. Pancaran energi yang tertiup oleh angin, menyebabkan kobaran api itu memanjang dan mengekor seperti komet. Sebelum akhirnya menghantam keras menara pengawas hingga membuatnya hancur dan terbakar.

Tentu para pasukan yang ada di dalam benteng jadi penasaran, sekiranya darimana serangan tersebut berasal. Lalu ketika dilihat, ternyata bola api itu berasal dari gabungan beberapa penyihir dari Kerajaan Ardana. Mereka berkumpul membentuk suatu kelompok yang masing-masing berisikan 5 orang penyihir, lalu menyatukan kekuatan dan membentuk bola api yang besar. Setelahnya, Balin dan beberapa petinggi lainnya, menghempaskan bola api tersebut dan melesatkannya menuju ke arah benteng.

“Balin?!” gumam Lowo yang sepertinya sangat mengenal sosok Balin. Entah apa yang terjadi di antara mereka pada masa lalu. Namun yang jelas, saat ini mereka berada di kubu yang berseberangan, dan tak ada waktu untuk saling bertegur sapa dengan santai.

“PRAJURIT ... BUKA GERBANG!!! JAGIO KANGGO NYERANG (BERSIAP UNTUK MENYERANG)!!!” perintah Lowo dengan panik, berusaha untuk mempertahankan bentengnya agar tidak ditembus oleh pasukan musuh. Kemudian tak lama setelahnya, pintu gerbang pun dibuka, lalu diiringi oleh ratusan prajurit yang membawa senjata jenis pedang, kapak dan tombak.

Untuk prajurit yang membawa tombak, mereka berada di barisan paling depan, dengan memosisikan senjatanya ke arah musuh sambil berjalan serempak. Lalu, tepat di belakangnya, ada barisan prajurit lain yang membawa pedang dan kapak. Sementara para pemanah, melakukan tugasnya dari dalam dan atas dinding benteng.

“PEMANAH!!! LALEKNE (LUPAKAN) BUSUR PANAH!!! UNCALKE WATU GENII (LONTARKAN BATU API)!!!” seru Lowo menginstruksikan pasukannya agar mempersiapkan alat pelontar yang ukurannya sebesar tank tempur.

Setelah memasang pasaknya dengan cukup kuat, batu yang sebelumnya telah dilumuri oleh minyak, kemudian diletakkan di wadah pelontar, sebelum akhirnya dibakar dan dilepaskan ke atas langit dengan jalur melengkung yang mengarah langsung ke lokasi musuh.

“TEMBAAAKK!!!” perintah Lowo dengan lantang, lalu diiringi oleh batu-batu api yang melesat dari dalam benteng. Menyisakan pemandangan selayaknya hujan meteor yang jatuh dari langit. Menanggapi hal ini, Balin pun tak tinggal diam. Ia segera mengambil langkah cepat dengan memajukan pasukan khususnya ke lini depan.

“PERISAIII!!!” teriak Balin dengan lantang. Lalu, segerombolan prajurit yang membawa perisai pun datang dan segera memosisikan diri di barisan depan untuk menghalau serangan bola api dari musuh. Tanpa diduga, strategi tersebut ternyata sangat efektif untuk mengurangi dampak dari bola api tersebut.

Namun, tentunya alur peperangan tak akan berjalan semulus itu. Bola-bola api yang sebelumnya berhasil dihalau oleh para pasukan perisai, tiba-tiba meledak dalam hitungan detik. Menyebabkan puluhan pasukan dari Kerajaan Ardana, seketika langsung berterbangan layaknya bulu-bulu yang terkena angin.

Lihat selengkapnya