Historia - The Misty Kingdom

Hazsef
Chapter #36

Cahaya Dari Timur

Pertempuran sengit yang dimulai saat fajar antara dua pasukan kerajaan, akhirnya resmi dimenangkan oleh Kerajaan Ardana. Kemenangan itu disambut dengan sorak sorai meriah dan bunyi-bunyi terompet dari para prajurit yang saling bersahutan, terdengar hingga ratusan meter jauhnya hingga ke luar area benteng.

Sementara itu, Raffy dan teman-temannya yang seharusnya juga merayakan kemenangan atas kebebasan mereka, sayangnya masih tertahan pada pertemuan mereka dengan Gavin, masih di sekitar area luar benteng. Kemudian, Gavin yang penasaran pun akhirnya datang menghampiri Raffy dan teman-temannya guna mencari keterangan lebih lanjut.

Niki sanes panggenan katur piknik. Napa ingkang siro tumindakake ing panggenan kados niki? (Ini bukan tempat untuk piknik. Apa yang kalian lakukan di tempat seperti ini?)” tanya Gavin heran sambil memandangi Raffy dan teman-temannya yang juga merasa heran karena perbedaan bahasa yang digunakan.

“Hah? Ngomong apaan tuh orang?” tanya Gita kebingungan.

“Umm, kami ….” Ucap Dafina yang tampaknya ingin memberitahukan sesuatu, namun tiba-tiba ada Eyang Raffy yang datang menghampiri dan memotong pembicaraan.

Matur nuwun sampun nulung kami, Lare Enem (terima kasih sudah menolong kami, Anak Muda).” Celetuk Eyang Raffy mengungkapkan rasa syukurnya dengan tulus.

N-niki (i-ini) ….” Gumam Gavin yang seolah merasa takjub dan segan kepada sosok Eyang Raffy. Berbeda dengan apa yang dilihat oleh Raffy dan teman-temannya, di mata Gavin, sosok Eyang Raffy memancarkan aura suci yang bercahaya. Memberikan perasaan damai dan tenteram yang secara naluriah langsung membuat Gavin bertekuk lutut untuk menghormati sosok beliau yang agung.

Punapa sampeyan tiba-tiba gadhah dhengkul, Lare Enem (kenapa kau tiba-tiba berlutut, Anak Muda)?” tanya Eyang Raffy kebingungan.

Kadospundi kula saged bersikap lancang? Pancaran energi suci saking Eyang hampir menyamai Kanjeng Ratu kami. Boten, bahkan tirah inggil! (Bagaimana saya bisa bersikap lancang? Pancaran energi suci dari Eyang hampir menyamai Tuan Ratu Kami. Tidak, bahkan lebih tinggi!)” jawab Gavin segan sambil tetap dalam posisi berlutut dan sedikit menundukkan kepalanya.

Boten menapa, madega! Sikap sampeyan ingkang sopan niku sampun cekap katur ngaosi tiyang sepuh kados kula. (Tidak apa, berdirilah! sikapmu yang sopan itu sudah cukup untuk menghormati orang tua sepertiku).” Balas Eyang Raffy sambil tersenyum.

Matur nuwun inggil sanjunganipun (terima kasih atas sanjungannya), Eyang Suci!” ucap Gavin merasa terhormat seraya kembali menundukkan kepalanya, lalu mulai berdiri.

Sami mawon (sama-sama).” Balas Eyang Raffy singkat.

Menawi pareng kula pitaken, napa ingkang Eyang Suci kaliyan tiyang-tiyang niki tumindakaken teng medan perang kados niki (kalau boleh saya bertanya, apa yang Eyang Suci dan orang-orang ini lakukan di medan perang seperti ini)?” tanya Gavin dengan sopan.

Niki putuku, ing pengker rencang-rencangipun. Taksihaken kalih tiyang tirahipun yaiku panjagi wana. Piyambake sedaya diculik dening siluman kelelawar niku nalika taksih nyusuri wana katur madosi tiyang ical. (Ini cucuku, yang di belakang adalah teman-temannya. Sedangkan dua orang sisanya adalah penjaga hutan. Mereka diculik oleh siluman kelelawar itu ketika sedang menyusuri hutan untuk mencari orang yang hilang).” Tutur Eyang Raffy menjelaskan.

“Oh, dados mekaten kawontenanipun (jadi begitu keadaannya).” Balas Gavin memaklumi situasi yang telah dihadapi oleh Eyang Suci dengan sedikit rasa iba. Meski begitu, sayangnya perasaan ini tak sepenuhnya dapat diterima oleh Raffy dan teman-temannya, karena memang tak semua anak muda di jaman sekarang dapat mengerti Bahasa Jawa kuno yang mereka gunakan pada percakapan mereka.

“Eh, Zra! Mereka lagi ngomongin apaan sih?” tanya Gita penasaran.

“Kagak paham, Git!” jawab Ezra singkat.

“Intinya … mereka lagi diskusi, mau dibawa kemana nasib kita ntar.” Celetuk Raffy yang secara mengejutkan seolah mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh eyangnya dengan Gavin. Sontak hal ini langsung memicu tanda tanya besar di benak teman-temannya.

“Fy, lu paham mereka ngomong apaan?” tanya Ezra tampak heran.

“Aku ini lahir di desa, Zra. Jadi, kesampingkan Pak Wandra sama Pak Kumar, kalo dari kita semua, kayaknya cuman aku sama Akasa yang paham sama percakapan mereka.” Jawab Raffy dengan penuh percaya diri, meski dengan raut wajah yang datar.

Lihat selengkapnya