[Hari ke-4] Lapangan latihan, Kerajaan Ardana
Roda takdir akhirnya berputar. Para pasukan yang berhasil selamat dari peperangan, kini sedang bersiap untuk memulai perjalanan pulang menuju ke Kerajaan Ardana. Setelah menyelesaikan beberapa urusan, lalu mereka pun berangkat para sore harinya. Tak lama lagi, Raffy dan teman-temannya, akan mencapai tujuannya dalam misi pencarian bersama Pak Kumar dan Pak Wandra, yakni bertemu dengan Akasa.
Sementara di sisi lain, sebagai orang yang dituju, Akasa sedang berlatih sendirian di lapangan berumput yang hijau, sambil duduk santai menikmati waktu istirahatnya, ditemani oleh hembusan angin yang sepoi-sepoi. Kemudian, sesuatu tiba-tiba terlintas di pikirannya, yakni kata-kata gurunya tentang pedang pemberian Sang Putri.
“Betul! Belajar bertarung, bukan berarti belajar untuk menyakiti, tapi untuk melindungi. Sama seperti Sang Putri yang memberimu pedang itu. Tidak sembarang orang bisa memegang apalagi memilikinya. Jadi, mau pedang itu digunakan untuk menyakiti atau melindungi, terserah padamu untuk memilihnya. Yang jelas, kau membawa sesuatu yang tidak sepele. Jadi, gunakan dengan bijak.” Demikian kutipan pesan dari gurunya dalam Bahasa Jawa kuno, jika diterjemahkan ke dalam bahasa terkini.
“Sesuatu yang gak sepele? Mau dilihat berapa kali pun, kayak gak ada bedanya sama barang antik.” Gumam Akasa yang tampak heran seraya memandangi pedang pemberian dari Sang Putri. Setelah itu, perhatiannya mulai tertuju pada keranjang berisi aneka buah-buahan segar sebagai salah satu menu camilan harian, yang selalu dibawakan sendiri oleh Sang Ratu.
“Buat motong apel juga kayaknya gak-” kata Akasa dengan setengah lesu, lalu meraih salah satu apel merah yang ada dalam keranjang buah, lalu iseng memotongnya dengan pedang pemberian dari Sang Putri yang terlihat tumpul. Namun, alangkah terkejutnya ia, tatkala buah apel itu ternyata dapat terpotong dengan begitu mudahnya.
“Lah? Kok?” respons Akasa yang tampak terkejut dengan keanehan tersebut. Ia lalu coba mengambil buah apel lain untuk mengecek kembali seberapa tajam pedang yang diberikan oleh Sang Putri padanya. Namun, hasilnya tetap sama.
Akasa pun makin penasaran. Ia kemudian mulai melakukan berbagai percobaan, dan ternyata pedang itu mampu membelah segala jenis buah dengan begitu mudahnya. Padahal, kedua sisi pada bilah pedangnya sangatlah tumpul. Jika harus diukur, seharusnya pedang itu tak lebih tajam dari sebuah pedang kayu.
Meski begitu, ajaibnya pedang itu mampu memotong segala jenis buah dari yang lunak hingga yang agak keras, seperti melon atau kelapa dalam sekali tebas. Bahkan, tanpa mengeluarkan tenaga sedikit pun, seolah sedang memotong kertas.
Tapi, ada hal lain yang lebih aneh dari itu, yakni ketika Akasa mencoba menyayat telapak tangannya dengan pedang itu. Bukannya tersayat dan berdarah, justru semuanya tampak baik-baik saja. Bilah pedang itu terasa sangat tumpul ketika bersinggungan dengan kulitnya, dengan sensasi yang mirip seperti sedang digesek oleh antena radio.