Historia - The Misty Kingdom

Hazsef
Chapter #39

Sihir

[Hari ke-4] Lapangan latihan, Kerajaan Ardana

Usai menceritakan sejarah yang cukup mencengangkan dari Pedang Lavaana, Sang Putri pun langsung berinisiatif untuk mengajari Akasa sedikit tentang sihir. Hal ini diperlukan agar nantinya Akasa bisa lebih mudah dalam melakukan kontrol ketika menggunakan Pedang Lavaana yang memiliki kekuatan luar biasa besar.

Dinten niki, kula badhe mucali sampeyan sihir. Napa sampeyan sampun jagi (hari ini, aku akan mengajarimu sihir. Apa kau sudah siap)?” tanya Sang Putri memastikan.

Nggih (ya)!” jawab Akasa singkat dan penuh antusias.

Niki sihir dasar. Kaliyan ngompresi tekanan udara lan nyatukaken, sampeyan saged nyiptakaken anomali enggal lan ngendalikaken arahipun. Kula mastaninipun ... bal angin (ini adalah sihir dasar. Dengan mengompresi tekanan udara dan menyatukannya, kau bisa menciptakan anomali baru dan mengendalikan arahnya. Aku menyebutnya … bola angin).” Ujar Sang Putri menjelaskan sambil membuat sebuah bola sihir di tangan kirinya.

“W-wow, keren!” puji Akasa yang tampak terkesima dengan sihir Sang Putri.

Samangke, jagikaken saliramu (sekarang, persiapkan dirimu)!” perintah Sang Putri singkat, lalu mulai melepaskan bola angin di tangan kirinya ke udara. Bola angin itu pun bergerak pelan, melayang bagaikan balon udara yang tertiup angin.

“Hah? Jagi napa (bersiap untuk apa)?” tanya Akasa kebingungan.

“Coba tebas!” lanjut Sang Putri menegaskan sembari menunjuk ke arah bola angin miliknya. Mendengar hal ini, Akasa pun jadi bersemangat.

“Okeh!” angguk Akasa singkat, lalu langsung menarik Pedang Lavaana dari sarungnya.

“HYAAATTT!!!” teriak Akasa dengan penuh semangat, lalu berlari menuju ke arah bola sihir Sang Putri yang sedang melayang-layang di udara. Ketika jaraknya sudah lebih dekat, tanpa pikir panjang Akasa pun segera menebas bola angin tersebut.

“Slasshh!” demikian bunyi bola angin itu tertebas menjadi 2, menimbulkan sensasi aneh yang cukup melegakan bagi Akasa. Namun yang terjadi setelahnya, justru berada di luar ekspektasinya sama sekali.

“Eh? Uargh?!” erang Akasa yang tampak kaget dengan kondisi tubuhnya yang seketika terpental hingga belasan meter jauhnya, lalu mulai tergelincir di atas alas berumput hingga akhirnya berhenti tepat di dekat Sang Putri sedang berdiri.

Oh nggih, tulung waspaosa! Menawi nyentuh samukawis, bola angin niku saged meledak (oh iya, berhati-hatilah! Jika menyentuh sesuatu, bola angin itu bisa meledak)!” ucap Sang Putri memperingatkan Akasa sambil tersenyum.

Matur nuwun katur saben elingipun (terima kasih atas peringatannya).” Balas Akasa dengan seringai kecut, tampak jelas ia sedang menahan rasa kesalnya pada Sang Putri, dengan posisi tubuhnya yang masih telentang di atas rumput.

Wonten kathah hal ingkang boten saged diduga ing medan perang. Aosa sitasi riyen sadereng nindak. Ampun kado slare alit ingkang mekaten bernafsu nalika nguber dolanan (ada banyak hal yang tidak terduga di medan perang. Nilailah situasinya dulu sebelum bertindak. Jangan seperti anak kecil yang begitu bernafsu ketika mengejar mainan).” Ledek Sang Putri dengan santai.

“Nenek lampir ini … gak pernah ngaca ya?” batin Akasa merasa kesal.

Kadosipun niki taksih kelangkung awal katur otak alitmu, mangga tumindakake hal ingkang langkung sederhana (sepertinya yang ini masih terlalu awal untuk otak kecilmu, mari lakukan hal yang lebih sederhana).” Lanjut Sang Putri menambahkan.

“Hmm? Nih cewek sableng kok malah tambah seneng ya?” batin Akasa yang jadi tambah kesal.

Nggihpun, ulang malih! Oh nggih, kadosipun sampeyan boten beta pedhang niki (baiklah, ulangi lagi! Oh iya, sepertinya kau tidak butuh pedang ini).” Kata Sang Putri sambil menarik Pedang Lavaana dari tangan Akasa dengan sihirnya.

“Lah? Mbak Dewi?! Pripun kula saged nebas bal niku menawi pedhange dipundhut (bagaimana aku bisa menebas bola itu kalau pedangnya diambil)?” protes Akasa yang mempertanyakan tindakan Sang Putri usai melucuti senjatanya.

Lihat selengkapnya