[17:32] Halaman belakang istana kerajaan
Usai melaksanakan pertunjukan musik, Raffy dan teman-temannya akhirnya membubarkan diri guna berkeliling mencari kesenangan lain di acara festival kerajaan. Sementara itu, Ezra dan Lalita yang tidak terlihat di mana pun, ternyata sedang berduaan di sebuah kursi dekat taman senja. Percakapan yang awalnya terasa ringan, perlahan mulai mengalir menjadi lebih intim. Menciptakan perkembangan baru yang akan menjadi pondasi penting bagi keduanya di masa mendatang.
“Lita, maaf ya!” ucap Ezra yang tiba-tiba membuka pembicaraan.
“Ezra, kamu minta maaf buat apa?” tanya Lalita heran.
“Padahal ini kali pertamamu naik ke gunung, tapi malah jadi kayak gini ….” Jawab Ezra dengan nada menyesal.
“Ezra, ini semua tuh musibah. Gak ada orang yang tau gimana nasib mereka ke depannya.” Timpal Lalita bermaksud meralat pernyataan Ezra dan sedikit menghiburnya.
“Tapi tetep aja, aku gak enak sama kamu, sama yang lain juga. Aku gak bakal protes kalo setelah ini kamu bakal jauhin aku. Tapi ... tolong ya, tetep jaga hubungan baik kamu sama Fina, sama Gita. Mereka gak salah apa-apa.” Lanjut Ezra memelas, tampak jelas ia masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri.
“Zra, gak ada yang perlu dimaafin! Aku justru bersyukur bisa kumpul sama orang-orang baik kayak kalian.” Sanggah Lalita dengan lembut dan bijak. Mendengar jawaban Lalita, Ezra pun merasa lega.
“Makasih ya, Lit!” ucap Ezra dengan tulus.
“Sama-sama.” Balas Lalita sambil tersenyum. Membuat suasana jadi hening sesaat, karena ada semacam perasaan canggung di antara mereka berdua. Ezra yang tak ingin berlama-lama dalam situasi tersebut, akhirnya mulai mengumpulkan keberanian untuk kembali membuka percakapan dan memecah keheningan.
“Lalu, satu hal lagi ….” kata Ezra dengan gelagat yang tampak misterius.
"Hmm?" respons Lalita penasaran sambil mengernyitkan matanya.
“Waktu itu … pas Enzi sama temen-temennya dateng, aku gak sengaja bilang … kalo kamu itu ... c-cewek aku.” Sambung Ezra dengan nada sedikit terbata-bata, sedangkan mukanya agak memerah. Tampak jelas ia merasa cukup malu untuk mengutarakan isi hatinya, tidak seperti Akasa yang meskipun tidak banyak bicara, namun sekalinya membuka mulut, bakal mengutarakan isi hatinya secara blakblakan dan tepat guna.
“Sumpah, aku gak ada maksud apa-apa kok! Aku cuman gak pengen mereka semena-mena dan ngelakuin yang macem-macem ke kamu.” Lanjut Ezra yang masih berusaha untuk memastikan agar Lalita tidak salah paham dan merasa tidak nyaman terhadap dirinya.
"Gak papa, Zra. Aku ngerti kok! Lagian ….” Ucap Lalita menanggapi pernyataan Ezra sambil tersenyum, lalu mulai berhenti sejenak untuk mengumpulkan keberanian dan memantapkan keteguhan hatinya.
“Aku sama sekali gak keganggu kok!” sambung Lalita dengan sikap yang agak malu-malu, seraya memalingkan matanya ke arah samping. Tampaknya, ia tidak hanya melihat sisi buruk Ezra selama perjalanan, namun juga sisi baiknya yang sangat perhatian dan loyal terhadap teman-temannya.
“Hah? B-beneran?” tanya Ezra yang kaget usai mendengar pernyataan langsung dari Lalita.
“Heem!” angguk Lalita sambil menatap canggung ke arah Ezra yang mulai tersipu malu. Sementara Ezra yang serasa mendapat lampu hijau, tak lagi ingin menyia-nyiakan kesempatan yang datang padanya dan langsung memberanikan diri untuk mengutarakan seluruh isi hatinya.
“L-lita, m-mungkin ... aku bukan cowok yang sempurna buat kamu. T-tapi ….” Ucap Ezra dengan nada yang agak gagap, akibat menahan gejolak perasaan malu sekaligus semangat yang luar biasa. Lalu, usai menghela napas panjang dan menenangkan diri sejenak, Ezra pun kembali melanjutkan apa yang sudah lama ingin ia utarakan kepada Lalita.
“Kalo aja … nanti kita bisa pulang ke rumah, kalo nanti kita udah selesai kuliah, kalo nanti kamu belum ada yang punya … kamu mau nggak, nikah sama aku?” sambung Ezra yang langsung memberanikan diri untuk melamar Lalita dengan wajah yang sudah seperti besi yang dipanaskan di tungku api.
“Hah? L-langsung nikah? Gak pacaran dulu atau apa gitu?” respons Lalita yang tampak kaget dengan lamaran dadakan dari Ezra, namun tidak dalam kesan yang buruk.
“A-aku cuma … gak mau nanti kamu berubah pikiran! K-kalo aja ... tiba-tiba nanti ... kamu nemu c-cowok yang lebih baik dari a-aku ….” Jawab Ezra yang kini mulai terlihat seperti Chafik, yang membedakannya sekarang adalah karena Ezra sedang dalam kondisi tersipu malu parah, berbeda dengan Chafik yang gagapnya alami.