[5:15] Benteng Barat Kerajaan Ardana
Fajar baru telah tiba. Usai menyelesaikan beberapa urusan dan membersihkan puing-puing di sekitar area benteng, rombongan pasukan utama dari kerajaan Ardana akhirnya mulai bersiap untuk pulang.
"Niki sampun sedaya (ini sudah semua)?" tanya Arga selaku pemimpin tertinggi yang tersisa dalam benteng selain Catur.
"Sampun (sudah), Tuan!" jawab salah seorang bawahan Arga dengan mantap. Kemudian, fokus pun mulai beralih ke orang lain.
"Nak, napa rombonganmu sampun jangkep? Mestikaken ampun ngantos wonten ingkang kantun (apa rombonganmu sudah lengkap? Pastikan jangan sampai ada yang tertinggal)," tanya Arga sembari mengingatkan kepada Raffy.
"Sampun (sudah), Pak! Umm, pripun kula kedah nimbali Panjenengan (bagaimana saya harus memanggil Anda)?" tanya Raffy dengan sopan.
"Arga. Mekatena sedaya tiyang nimbali kula (begitulah semua orang memanggilku)." Jawab Arga singkat.
"Oh nggih, setunggal hal malih, ampun sungkan menawi siro butuh napa-napa, Nak! Kami sampun ujar katur ngawal panjenengan sedaya kaliyan rahayu kantos teng kenalendran (oh iya, satu hal lagi, jangan sungkan jika kalian butuh apa-apa, Nak! Kami sudah berjanji untuk mengawal kalian dengan selamat sampai ke kerajaan)," Lanjut Arga menambahkan.
"Nggih (baik), Pak Arga!" balas Raffy mantap meski dengan sedikit sungkan.
"Hmm, raosipun radi aneh dipuntimbali mekaten. Nanging ben kemawon! Niku tebih tirah sopan ketimbang cara Balin nimbali Gavin (rasanya agak aneh dipanggil begitu. Tapi biarlah demikian! Itu jauh lebih sopan daripada cara Balin memanggil Gavin)," respons Arga menanggapi panggilan dari Raffy yang tidak umum untuknya.
"Pak, kula angsal tangled (saya boleh bertanya)?" pinta Raffy dengan sopan.
"Mangga (silakan), Nak!" angguk Arga mengizinkan.
"Dugi kinten, sepinten tebih radin kita sedaya teng kenalendran (kira-kira, seberapa jauh perjalanan kita untuk mencapai kerajaan)?" tanya Raffy penasaran.
"Nggih, boten ketebihen, kirang langkung namung separuh dinten ghadah jaran (yah, tidak terlalu jauh, kurang lebih hanya setengah hari berkuda)," Jawab Arga sekenanya, hingga sontak membuat Raffy cukup kaget.
"Napa? Separuh (apa? Setengah)-" respons Raffy yang tampak terkejut dengan jawaban tersebut. Namun, tiba-tiba, ada Pak Wandra yang datang dan memotong pembicaraan.
"Antos sekedhap (tunggu sebentar), Pak Arga!" celetuk Pak Wandra secara tiba-tiba.
"Oh, napa sampeyan wali piyambake sedaya (apakah kau wali mereka)?" tanya Arga memastikan, usai melihat sosok Pak Wandra yang tampak begitu dewasa dan matang di antara yang lainnya.
"Nggih, saged dipunsanjang mekaten. Kula Wandra, satiyang penjaga wana (ya, bisa dibilang begitu. Saya Wandra, seorang penjaga hutan)," jawab Pak Wandra seraya memperkenalkan diri.
"Nggihpun (baiklah), Pak Wandra! Wonten ingkang ajenge sampeyan sanjangaken ing kami (ada yang ingin kau sampaikan pada kami?" tanya Arga penasaran.
"Nggih (ya), Pak Arga. Kaliyan samukawis bektos, setunggal kalih saking kami taksih tatu, wonten ugi para wadon. Nuwun pangapunten, nanging kami kadosipun boten saged nututi kecepatan niku (dengan segala hormat, beberapa dari kami sedang terluka, ada pula di antaranya para wanita. Mohon maaf, tapi rombongan kami sepertinya tidak mampu mengimbangi kecepatan itu)," ujar Pak Wandra menjelaskan situasi dan kondisi rombongannya.
"Ahaha, kula paham. Tenang kemawon, sedayanipun sampun kula atur (aku sudah menduga kau akan mengatakan itu. Tenang saja, semuanya sudah saya atur)!" balas Arga sambil tertawa, lalu coba menenangkan situasi.
"Kajengipun (maksudnya)?" tanya Pak Wandra keheranan.
"Rombongan panjenengan sedaya badhe numpak gerobak niku! Ngaso kemawon ing mrika lan serahaken radinipun ing kami (rombongan kalian akan menaiki gerobak itu! Istirahat saja di sana dan serahkan perjalanannya pada kami)," jawab Arga menjelaskan pernyataannya barusan.
"Oh, nggihpun (baiklah)! Matur nuwun pangertosanipun (terima kasih atas pengertiannya)." Angguk Pak Wandra sambil tersenyum.
"Boten masalah! Nggihpun, menawi mekaten, kita sedaya bidal samangke! Kanjeng Ratu sampun ngantosi kita sedaya ing ngrika (tidak masalah! Baiklah, kalau begitu, kita berangkat sekarang! Tuan Ratu sudah menunggu kita di sana)." Demikian Arga memberikan arahannya, lalu lanjut mengajak semua orang untuk segera memulai perjalanan menuju ke Kerajaan Ardana.
"Nggih (baik), Tuan!" angguk bawahan Arga dengan sigap.
Setelah itu, perjalanan pun dibuka dengan pemandangan area bekas peperangan yang kini dihiasi oleh tumpukan mayat dari pasukan Kerajaan Orion, yang mana telah hangus dibakar. Sementara mayat dari para pasukan Kerajaan Ardana, akan diangkut dan dibawa pulang kembali ke kerajaan, untuk kemudian dimakamkan secara layak dan terhormat, layaknya para pahlawan yang telah gugur di medan perang.