[6:22] Aula Istana Kerajaan
Perang sudah di depan mata, Ratu Zafia pun segera mengatur strategi bersama keenam ksatria terkuatnya ke istana utama di Kerajaan Ardana. Usai pembagian peran ditentukan, pada malam itu juga, semuanya langsung sibuk mempersiapkan diri sesuai peran dan tanggung jawabnya masing-masing, tentunya dalam menghadapi peperangan besar yang sudah ada di depan mata.
Kemudian, ketika hari mulai beranjak pagi, Ratu Zafia pun segera mengumpulkan Akasa dan teman-temannya, beserta 2 orang penjaga hutan yang menemaninya di aula utama istana kerajaan. Itu adalah tradisi kecil untuk melepas kepergian para tamu kerajaan secara resmi.
"Baiklah! Dengan ini … aku nyatakan selamat jalan kepada kalian semua! Semoga selamat sampai tujuan!" ucap Ratu Zafia dengan nada lantang dan berwibawa di singgasananya, layaknya seorang penguasa besar dari sebuah kerajaan.
"Baik, terima kasih, Kanjeng Ratu!" jawab semua orang serempak sambil sedikit membungkuk, kecuali sosok sesorang lelaki yang tampak masih berdiri mematung seperti sedang melamun. Ya, siapa lagi kalau bukan Akasa.
"Nak, kenapa kau diam saja?" tegur Ratu Zafia penasaran.
"Tidak apa, Ibu Ratu! Hanya ... sedikit pusing setelah bangun." Jawab Akasa sekenanya dengan nada tak bergairah. Melihat Akasa yang bersikap demikian, Sang Ratu pun langsung turun dari singgasananya dan perlahan berjalan menghampiri Akasa.
"Bukan aku tidak tahu apa yang kau pikirkan. Tapi ... kita sudah bicarakan ini sebelumnya. Jadi, bersemangatlah! Anggap saja, sedang mengantar teman-temanmu yang mau pulang," bujuk Ratu Zafia dengan lembut.
"Kalau … ada kesempatan lain, Akasa boleh mampir lagi?" tanya Akasa penuh harap.
"Ya, Nak! Silakan mampir!" jawab Ratu Zafia sambil tersenyum usai terdiam dan menghela napas sejenak. Mendengar hal ini, Akasa pun seketika jadi bersemangat.
"Baiklah, Ibu Ratu! Kalau begitu, Akasa pamit dulu!" ujar Akasa yang kini sudah tampak antusias seraya mencium tangan Sang Ratu dan berpamitan pergi.
"Ya, hati-hati di jalan! Dan jangan merepotkan yang lain." Pesan Ratu Zafia sambil tersenyum melepas kepergian seorang anak laki-laki yang mampu mengisi kekosongan dalam hidupnya.
"Oh, aman! Lagian, itu kan gunanya teman!" sanggah Akasa sekenanya secara blakblakan, hingga sontak membuat teman-temannya pun mulai merasa kesal.
"Ini bocah ...." Gumam Raffy dan teman-temannya yang kini tidak jadi merasa iba dan terharu pada adegan perpisahan Akasa dengan Sang Ratu Ardana, usai perkataannya barusan.
"Mbak Dewi!" sapa Akasa sambil menatap polos ke arah Sang Putri.
"Hmm?" respons Sang Putri yang tampak heran menanti apa yang sekiranya hendak disampaikan oleh seorang lelaki yang di matanya selalu tampak seperti bocah nakal.
"Ampun ngerepoti Ibu Ratu nggih (jangan merepotkan Ibu Ratu ya)!" tegur Akasa sambil tersenyum lembut, namun respons Sang Putri justru malah berefek sebaliknya. Tampak aura membunuh yang cukup kuat tiba-tiba keluar dengan begitu liarnya dari tubuhnya, hingga membuat Akasa seketika jadi panik.
"Ah, namung guyon (cuma becanda)! Namung guyon (cuma becanda)!" ralat Akasa yang buru-buru langsung memberikan klarifikasi, sebelum ia benar-benar dihajar oleh Sang Putri yang kini sedang memelototinya dengan tajam.
"Baiklah, sampai jumpa lagi, Ibu Ratu!" pamit Akasa seraya melambaikan tangan kanannya tinggi-tinggi dan tersenyum lepas, lalu mulai berjalan pergi mengikuti teman-temannya yang sudah berada di depan pintu aula.
"Sampai jumpa, kah?" gumam Ratu Zafia yang seketika merasa tidak enak hati usai mendengar antusiasme Akasa yang penuh semangat. Sebab, segala sesuatu yang membahayakan, termasuk informasi akan perang yang akan segera datang, masih disembunyikan rapat-rapat dari Akasa.
"Bunda Ratu, punapa boten (kenapa tidak)-" ucap Sang Putri yang bermaksud menanyakan alasan kenapa ibundanya tetap bersikeras menyembunyikan kebenarannya dari Akasa. Namun, tiba-tiba Sang Ratu langsung memotong pembicaraan dan mengalihkannya ke topik yang lain.
"Putriku ... sampun wekdale (sudah waktunya)." Sela Ratu Zafia menegaskan, namun masih tetap tidak bergeming dari tempatnya berdiri. Menyaksikan kepergian Akasa sambil menahan kesedihan dan rasa bersalah, karena menyembunyikan fakta bahwa pertemuan mereka pada hari ini, mungkin adalah pertemuan terakhir bagi mereka berdua.
"Nggih (baik), Bunda Ratu." Angguk Sang Putri memaklumi, seraya menunggu Sang Ratu meredakan kesedihannya. Setelah beberapa saat, Ratu Zafia pun akhirnya dapat kembali tegar, lalu lanjut bergegas mengerahkan semua orang untuk mulai menjalankan tugasnya sesuai peran masing-masing.