[9:14] Gerbang Gaib, Sebuah Bukit di Wilayah Selatan Kerajaan Ardana
Alur peperangan yang berpihak kepada Kerajaan Orion, membuat pasukan dari pihak Kerajaan Ardana kewalahan. Lalu, di saat semua harapan kian memudar, tiba-tiba bala bantuan yang tidak terduga mulai berdatangan dari segala penjuru.
"Dengan ini … kalian bisa pulang kembali ke rumah!” ucap Mbah Khandra usai ia dan para tetua lainnya berhasil mengantar Raffy dan rombongannya sampai ke depan gerbang gaib. Tempat itu terlihat seperti pintu gua, namun memiliki semacam penghalang berupa lapisan tipis agak transparan. Lapisan itu tampak bergerak seperti permukaan air dengan tempo yang lambat.
Kemudian, tanpa berlama-lama, Lalita, Ezra dan Dafina pun segera berjalan melewati penghalang itu, lalu diikuti oleh Chafik dan Gita. Namun ketika Chafik hendak melangkah maju, tiba-tiba ia terkejut lantaran kepalanya yang terasa seperti terbentur oleh sesuatu yang mirip seperti kaca.
"L-lah? Kok s-saya gk bisa l-lewat?!" tanya Chafik dengan panik.
"Hmm, ini hanya dugaan sementara … tapi untuk sekarang, coba kalian berdua masuk berbarengan!" ujar Mbah Khandra menebak-nebak, lalu kemudian dituruti oleh Chafik dan Gita yang mencoba masuk secara bersamaan.
"Eh, b-bisa, Pak!" kata Chafik kegirangan, namun sayangnya tidak bagi barisan orang yang masuk setelahnya.
"Aduh?!" erang Raffy dan 2 orang penjaga hutan secara serentak. Walaupun masuk secara bebarengan, namun anehnya, mereka semua tetap tak bisa memasuki gerbang gaib itu.
"Sepertinya memang benar, jumlahnya harus ganjil." Terang Mbah Khandra yang akhirnya yakin pada tebakan kasarnya.
“Hah? Tapi kan kita masuk bertiga, Mbah!” sanggah Raffy yang masih kebingungan.
“Maksud saya … yang di dalam sana.” Imbuh Mbah Khandra menegaskan, seraya menunjuk ke arah pintu gerbang gaib berada.
"Eh? Bentar dulu, Mbah! Kalo gitu … kita bakalan kurang orang dong!" keluh Gita yang tampak khawatir, jikalau mereka semua tidak bisa kembali ke dunia asal mereka dengan anggota kelompok yang lengkap.
"Nggak … masih ada satu orang lagi!” bantah Raffy dengan nada serius.
“Akasa ….” Gumam Dafina menebak-nebak.
“Pak Wandra sama Pak Kumar, silakan duluan! Saya mau tunggu Akasa di sini!” lanjut Raffy menambahkan, usai sebelumnya sempat menghela napas sejenak.
“Tidak, Nak! Kamu sama Pak Kumar saja yang masuk ke dalam. Biar Bapak saja yang tunggu di luar.” Bantah Pak Wandra mengoreksi pernyataan Raffy.
“Tidak! Biar Pak Wandra dan Dek Raffy saja yang masuk duluan. Saya saja yang berjaga di luar.” Sanggah Pak Kumar yang kini juga ikut-ikutan, seakan tidak mau mengalah.
“Aku tidak akan mempertanyakan solidaritas kalian … tapi cepatlah! Setiap detiknya sangat berharga sekarang.” Tegur Mbah Khandra menegaskan seberapa gentingnya situasi mereka.
“Baik, Mbah Khandra! Ayo, Pak Kumar, Dek Raffy!” ajak Pak Wandra untuk segera berjalan mendekat ke pintu gerbang gaib.
“Pak Wandra, ada sesuatu yang perlu saya sampaikan!” ucap Pak Kumar tiba-tiba.
“Ada apa, Pak Kumar? Kita udah dikejar waktu ini, ayo buruan masuk!” ajak kembali Pak Wandra, kali ini dengan nada agak khawatir.