Historia - The Misty Kingdom

Hazsef
Chapter #66

Senjata Terkuat

Raffy dan teman-temannya, telah berhasil menyelamatkan diri bersama dengan Pak Wandra dan Pak Kumar yang sedang sekarat. Sementara di tempat lain, Akasa sedang melarikan diri bersama Balin menuju ke wilayah selatan kerajaan. Namun di tengah perjalanan, kembali bermunculan sosok-sosok bertudung hitam yang sedari tadi juga mengincar Akasa.

Ketika tudung-tudung itu disingkap, mulai nampaklah sosok-sosok baru yang terdiri dari siluman macan kumbang, siluman serigala, siluman beruang hitam, serta satunya lagi adalah sosok siluman gagak, yakni Kokila. Mereka semua adalah para bawahan Ratu Lusila yang beberapa waktu lalu telah diutus untuk mengejar Akasa.

“Nak … saksampune niki, mlajara teng ngajeng! Menapaa ingkang kedadosan, ampun ningal teng pengker (setelah ini, larilah sekuat tenaga ke depan! Apapun yang terjadi, jangan lihat ke belakang)!” perintah Balin dengan nada serius dan sikap penuh waspada.

Nanging (tapi), Guru-” bantah Akasa yang jelas tampak khawatir dengan keadaan gurunya. Namun tanpa adanya aba-aba, tiba-tiba Balin langsung memotong pembicaraan dan langsung mengeksekusi rencananya.

Sakmenika (sekarang)!” teriak Balin dengan tegas seraya mendorong tubuh Akasa dari belakang untuk segera berlari ke depan. Setelahnya, Akasa pun tidak punya pilihan selain menuruti apa kata Balin. Meninggalkan gurunya melawan 4 orang petinggi dari Kerajaan Orion seorang diri, hanya demi menyelamatkan seorang lelaki asing yang datang dari antah berantah.

Kemudian, Akasa pun mulai berlari sambil menangis, lalu menutup telinganya supaya ia tidak mendengar apa yang tidak ingin dia dengar terkait nasib gurunya yang sedang berjuang mati-matian untuk menghadang serangan musuh.

Lama Akasa berlari, hingga tak terasa, dirinya sekarang sudah berada di dekat area bukit tempat gerbang gaib itu berada. Lalu dari kejauhan, tampak ia melihat tubuh Pak Kumar yang sudah tergeletak bersimbah darah, dengan satu tombak panjang yang menembus langsung jantungnya.

“Pak Kumar ….” Panggil Akasa sambil menggoyang-goyangkan tubuh Pak Kumar yang sudah terbujur kaku tak bernyawa. Meski begitu, wajahnya yang tersenyum walau dengan sedikit darah yang mengalir dari mulutnya, membuat Akasa seketika bersedih, sekaligus menaruh hormat kepada sosok Pak Kumar.

Setelah itu, Akasa pun memutuskan untuk mencabut tombak yang menancap di dada Pak Kumar, lalu membopongnya menuju ke gerbang gaib yang masih mengeluarkan residual energi dan memancarkan lapisan pelindung tipis di depannya. Namun, tiba-tiba tubuh mereka seperti menabrak dinding kaca dan tidak bisa melewati lapisan pelindung itu.

Akasa tentu jadi heran, lalu mencoba melewatinya kembali, namun tetap saja gagal. Akasa pun kemudian meletakkan jasad Pak Kumar terlebih dahulu, untuk memikirkan cara bagaimana agar bisa melewati dinding pelindung gaib itu.

Namun ketika sedang pusing mencari jalan keluar, secara tak sengaja, Akasa melihat salah satu tangan Pak Kumar yang mampu menembus dinding pelindung itu. Tak butuh waktu lama, Akasa pun langsung membuat spekulasi liar bahwa hanya satu orang saja yang dapat melewati gerbang gaib itu.

Tanpa pikir panjang, Akasa pun langsung memasukkan jasad Pak Kumar ke dalam gerbang itu, lalu mulai berbalik menatap sekeliling yang kini sudah ramai pasukan dari Kerajaan Orion yang mengepung dirinya. Namun, tak ada rasa takut. Tak ada rasa gentar. Hanya … rasa sedih karena tidak mampu melakukan apa-apa, di saat yang lain berjuang mempertaruhkan nyawa untuk kepentingan yang lain.

Selanjutnya, Akasa akhirnya membulatkan tekadnya dan memutuskan untuk bertarung mati-matian, sendiri menghadapi sergapan ribuan musuh yang datang dari arah barat daya. Tampaknya, ia tak berniat untuk melarikan diri lalu meninggalkan kerajaan untuk hancur menjadi abu.

"Apanya yang senjata suci. Apanya yang senjata terkuat. Aku tak peduli dengan semua omong kosong itu. Jika boleh memilih, aku tidak ingin kekuatan yang paling sakti, aku tidak ingin kekuatan yang tak tertandingi, karena apa yang aku inginkan, hanyalah satu kesempatan agar bisa berkumpul kembali dengan keluargaku.

Tapi kalian … kalian para iblis bedebah yang tidak tahu diri, tiba-tiba datang dan ingin mengambil semuanya dariku? Jangan harap aku akan membiarkannya begitu saja!

Akan kubasmi setiap eksistensi dari kalian. Akan kuhilangkan setiap jengkal ancaman dari kalian. Jadi, kumohon ... menghilanglah! Menghilanglah, sehingga ... aku bisa kembali menghabiskan waktu bersama Ibu Ratu." Demikian batin Akasa seraya mementalkan pasukan musuh satu persatu. Namun gempuran yang terus-menerus membuat Akasa jadi mulai kewalahan, sebelum akhirnya tubuhnya terpental cukup jauh usai terkena tembakan bola api dari sisi kiri yang gagal ditangkisnya dengan sempurna.

"Uaarrgghh?!" erang Akasa seraya merasa telinganya berdengung hebat, ditambah pandangannya yang kini agak kabur dengan kepala yang sedikit pusing usai terkena efek ledakan. Pada momen itu, seketika rentetan memori-memori lama dan kutipan percakapan yang terjadi di masa lalu bersama Balin, mendadak mulai bermunculan.

 

“Jangan terlalu banyak berpikir, atau menanyakan sesuatu yang tidak penting. Jalani saja!”

 

"Berpikir?"

 

"Belajar bertarung, bukan berarti belajar untuk menyakiti, tapi untuk melindungi. Sama seperti Sang Putri yang memberimu pedang itu. Tidak sembarang orang bisa memegang apalagi memilikinya.”

 

Lihat selengkapnya