HITAM - PUTIH

hendri putra
Chapter #1

Chapter 1 : Semua Demi Ibu

Dia berdiri lunglai terpaku, tubuhnya serasa lemah seperti tak bertulang. Sorot matanya kosong menatap ke depan, di tangan kanannya dia menggenggam secarik kertas yang baru saja dia terima setelah bertemu dengan dokter.

Matanya berkaca-kaca, tak habis pikir dan tak tahu harus berbuat apa lagi.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya dengan lirih sambil menatap ke atas langit-langit ruangan di rumah sakit itu.

Pemuda itu menggenggam kertas yang sebenarnya itu adalah hasil diagnosa dari dokter. Dokter memvonis ibunya yang sedang sakit dengan penyakit gagal ginjal.

Sebuah penyakit yang cukup mahal perawatannya karena mengharuskan pasien untuk cuci darah setiap saat. Dan semua juga tahu bahwa biaya cuci darah dan pengobatan untuk pasien gagal ginjal itu cukup mahal.

Hal itulah yang sedang dipikirkan oleh pemuda itu,pemuda yang bernama Tony. Tony selama ini hidup dengan ibunya yang sudah tua dan seorang adik perempuan bernama Eva. Dalam kesehariannya Tony hanya bekerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan dia,ibunya dan adik wanita satu-satunya itu.

Seseorang datang menghampiri Tony dan menepuk pundaknya. Orang itu adalah seorang sahabatnya sejak kecil dan selalu bersama-sama dengan Tony disaat susah mau pun senang walau pun lebih banyak susahnya dari pada senangnya,orang itu bernama Joni. 

Tony melirik sejenak ke arah Joni, seakan mengetahui maksud sang sahabat, lalu Tony pun memberikan secarik kertas itu kepada Joni.

Joni mengangguk paham akan kesulitan yang sedang dihadapi oleh Tony.

"Di mana ibumu sekarang?" tanya Joni.

"Ibu, berada di ruang perawatan dan kata dokter, ibuku harus rawat inap untuk memastikan kondisi beliau tetap stabil," jawab Tony.

"Apa ada yang bisa aku bantu untukmu?" Kembali Joni bertanya.

Tony hanya menggelengkan kepalanya,dan kembali tertunduk lemah menatap lantai.

"Aku hanya tak habis pikir saja, bisa-bisanya ibu menyembunyikan penyakitnya sekian lama dariku," kata Tony tak percaya.

Dia mengulum bibirnya untuk menahan rasa sedih dan air matanya agar tidak tumpah.

"Tenang bro, aku akan membantumu sebisaku dan aku yakin ibumu akan segera sembuh," hibur Joni sambil menepuk pundak sahabatnya.

"Terima kasih." Cuma kata itu yang bisa diucapkan oleh Tony atas perhatian dari sahabatnya.

Seperti biasa, setelah siangnya bekerja di pelabuhan, Tony dan Joni sore harinya di akhir pekan mereka kembali bekerja. Mereka bekerja disebuah restoran kecil sebagai kebersihan dan mencuci piring.

Malam itu keadaan restoran tampak ramai dan sangat-sangat membuat mereka di bagian belakang tampak begitu sibuk.

Tony tampak sibuk sekali dengan cucian piring yang sudah menggunung tinggi. Sedangkan Joni, sibuk menyiapkan dan memotong-motong bahan masakan yang akan dimasak oleh koki restoran itu.

"Cepat… cepat!" Deru pemilik restoran itu saat dia berjalan dan memeriksa pekerjaan para pekerjanya.

Tony saat itu tidak menghiraukan sama sekali ucapan bosnya.

Si bos berhenti sejenak di dekat Tony yang sedang asik mencuci piring-piring kotor itu.

Dia memperhatikan Tony sesaat, lalu bertanya, "Bisakah kau bekerja tidak sambil merokok?"

Tony hanya melirik sebentar lantas melanjutkan kembali pekerjaannya.

Melihat Tony hanya acuh, membuat si bos menjadi sedikit kesal.

"Hai, kau punya kuping atau tidak?" teriak si bos sambil sedikit membentak.

Pemuda itu menghentikan pekerjaannya dan menjawab si bos,

"Ya, saya mendengar bos."

"Kalau kau mendengar, kenapa kau tidak membuang rokokmu?"

"Bos, anda tau beres saja, saya sedang bekerja dan jika pun saya merokok itu sama sekali tidak mengganggu pekerjaan, saya tidak berhenti bekerja walau pun sedang merokok." Tony membela diri.

"Aku bos di sini! ikuti aturanku! kalau tidak, silahkan pergi dan tinggalkan restoranku," balas si bos kesal.

"Ya ampun bos, masa iya cuma gara-gara rokok anda memecat saya?" tanya Tony tidak percaya.

Si bos kembali membentak karena Tony tak kunjung juga membuang rokok yang sedang dihisapnya.

"Binatang saja jika dicambuk satu kali pasti akan menurut."

Begitulah ucapan yang keluar dari mulut bos restoran itu ketika Tony masih tidak mau mendengar ucapannya.

Tony mendelik dan menghentikan pekerjaannya dan lalu berjalan menghampiri si bos.

"Apa kata anda tadi? Coba anda ulangi lagi?" tanya Tony sambil melotot memandang bosnya.

"Apa perkataanku tadi masih kurang jelas?" tantang si bos.

"Iya, saya sedikit kurang mendengar ucapan anda tadi."

"Binatang saja ….”

Belum lagi si bos menyelesaikan kalimatnya,satu bogem mentah mendarat mulus di mulut bos restoran tersebut.

Si bos tak mau terima mencoba untuk melawan dan akhirnya terjadilah percekcokan di ruang belakang restoran itu.

Keributan antara Tony dan bos restoran membuat para pekerja yang lain berhamburan menghampiri mereka,termasuk Joni yang sedang sibuk mengiris-iris bawang diruangan lain. Joni berlari menghampiri Tony dan segera memegangi Tony yang sedang kalap. Begitu pun dengan karyawan yang lain, mereka juga memegangi bos mereka agar tidak terjadi keributan yang lebih besar lagi.

"Ayo bicara lagi! Ku pecahkan dan ku rontokan semua gigi mu di sini!" Bentak Tony yang masih meronta saat dipegangi oleh Joni dan beberapa kawannya yang lain.

"Brengsek kau Tony, kau akan menerima ganjaran atas apa yang telah kau perbuat terhadapku." balas si bos sambil meringis.

"Lepaskan aku! lepaskan! Ayo… ayo… kita berkelahi, kau pikir aku takut denganmu!" seru Tony sambil terus mencoba untuk melepaskan diri.

"Pergi kau. Pergi ...! Sampah tak berguna, pergi dari restoranku ini," usir si bos tak mau kalah.

"Tenang, tenang sobat! Katakan apa yang telah terjadi?" Tanya Joni sambil memegangi dan menenangkan Tony.

"Kau pikir pekerjaan cuma ada di tempat mu saja? Masih banyak tempat kerja yang lain yang bisa menerima ku bekerja," kata Tony, hatinya masih tidak puas.

"Orang tidak berpendidikan dan tidak memiliki kemampuan apa-apa seperti mu, siapa yang mau menerimamu bekerja?" ejek si bos. 

"Keparat kau. Kau lihat saja nanti!" seru Tony kesal.

Lihat selengkapnya