Tony dan Joni terus berlari menyusuri rel kereta yang membawa mereka ke tempat yang sudah tak asing lagi bagi mereka berdua.
"Apakah Polisi itu mengikuti kita?" tanya Joni.
"Tidak, sebenarnya tidak ada Polisi sejak tadi," jawab Tony sambil menghentikan larinya dan duduk sejenak di atas rel itu.
"Heh? apa maksudmu? tidak ada Polisi sejak tadi?" tanya Joni heran.
"Iya, itu hanya akal-akalan si Pedro itu saja," jawab Tony lagi sambil mengatur nafasnya.
"Aku semakin tak mengerti,apa maksud dari semua ini," kata Joni yang duduk di rel seberang Tony, mereka duduk saling berhadapan.
"Itu hanyalah Polisi bohongan, yang berteriak tadi adalah orang suruhan Pedro," terang Tony.
"Dan kau tau, si Pedro itu tak punya uang dan koper hitam yang aku ambil tadi,itu sama sekali kosong,tak ada isinya." Lanjut Tony.
"Aku tidak mengerti, kalian ini licik atau bodoh?" kata Joni sambil geleng-geleng kepala.
"Tidak semua hal harus kau mengerti dan pahami, bukan begitu?" ucap Tony sambil bertanya.
"Entahlah, yang aku tau sekarang ini kita akan di hadapkan dengan masalah yang sangat besar."
"Apa kau takut?" tanya Tony lagi.
"Jika kau takut,biar aku yang menanggung semua resikonya, kau tenang saja." Sambung Tony menenangkan sahabatnya itu.
"Ini bukan masalah takut atau tidaknya sobat, tapi kau sudah melangkah terlalu jauh." Joni mengingatkan.
"Kau sendiri tau kan, aku butuh uang untuk biaya rumah sakit ibuku," sanggah Tony.
"Jangan kau selalu menjadikan ibumu sebagai pembenaran untuk semua hal yang telah kau lakukan!" kali ini suara Joni sedikit meninggi agar sahabatnya itu sadar akan langkah yang telah di ambilnya itu telah salah.
"Kau hanya bisa berbicara seperti tapi tidak pernah memberi solusi dan jalan keluar untuk ku dan masalah yang aku hadapi!" ujar Tony tak kalah kesalnya.
"Bahkan saat kau ada satu pekerjaan, kau malah mengajak Fabio untuk menemani mu, kau sahabat ku atau bukan? sekarang kau berbicara begitu bijaknya menasehati diriku!" sambung Tony lagi.
Tubuhnya bergetar menahan rasa amarah yang ada dalam dirinya ketika itu.
Suasana menjadi cukup hening dan yang terdengar hanya suara jangkrik dan katak yang saling bersahutan. Joni memalingkan wajahnya ke kanan sedangkan Tony menatap ke arah yang lain.
Cukup lama mereka saling diam sampai pada akhirnya Tony pun bangkit dari tempat duduknya dan segera pergi meninggalkan tempat itu.
Joni pun bangkit dan berjalan di belakang mengikuti sahabatnya itu.
Mereka berjalan menyusuri jalan kereta api itu tanpa berkata sepatah kata pun dan suasana sat itu menjadi sangat canggung antara mereka berdua.
Joni menyadari kesalahannya dan terlalu menyalahkan Tony atas jalan yang telah diambilnya. Terlebih dia juga memojokkan Tony, karena Tony selalu membenarkan setiap tindakannya dengan alasan sang ibu yang sedang dirawat di rumah sakit.
Mereka memasuki area pelabuhan setelah beberapa lama berjalan kaki menyusuri rel kereta itu.
Karena sudah tak tahan lagi, Joni melipir ke semak-semak untuk buang air kecil. Tapi belum lagi dia melaksanakan hajatnya,dia dikejutkan oleh sesosok tubuh yang tergeletak di sekitar tempat itu.
"Tony ...! Tony ...!" seru Joni memanggil sang sahabat.