Aku masih saja bergelung di atas kasur empuk. Sambil memeluk guling, aku tersenyum kecil. Tapi, segera aku sibakkan selimut hangat dan beranjak ke luar kamar. Aku duduk di sofa cokelat ruang tamu dengan santai. Myra duduk di sebelahku sambil menangkupkan kedua tangannya pada cangkir yang berisi cokelat panas. Dia tampak sedang termenung.
“Hei, Darl! Huh, kamu kembali tidur sejak subuh tadi,” ucapnya sambil meneguk cokelat panas dan seketika lidahnya kepanasan. Aku menahan tawa hingga bahuku bergetar.
“Yup, Myra, kamu tahu, kan, kemarin kita baru check in di hotel ini. Aku kurang tidur. Jadi, aku melanjutkan tidurku sehabis subuh tadi,” kupegang bahu kanan Myra. “Dan, please, deh! Berhenti memanggilku dengan sebutan darling ataupun darl!”
Myra memutar bola matanya yang hitam kecokelatan, “Oke. Tapi, kok, aku tidak merasa lelah sama sekali, ya. Tante Wuff enggak kelelahan juga. Kamu saja yang terlalu cepat lelah, kali,” cibirnya.
“Kamu dan aku berbeda,” kilahku, “Kalau ibuku, kan, memang jarang tidur walau sebenarnya lelah. Kurasa, kamu sebenarnya lelah, tetapi sengaja enggak tidur biar terlihat kuat di depanku,” tuduhku, lalu kami tertawa bersamaan. Tante Wuff yang disebut Myra adalah ibuku. Kali ini, ayahku tidak ikut. Oh ya, aku ini anak tunggal.
Myra “Styles” Urrania, gadis yang agak konyol, tapi bisa diajak kompromi ini sohibku sejak kecil. Sebenarnya, banyak yang bilang aku dan Myra tidak pantas dikatakan sohib karena kami sering bertengkar. Tetapi, sebenarnya pertengkaran kami hanya pura-pura. Hanya bercanda.
Oke, kita bahas lagi Myra “Styles” Urrania ini, ya. Sebenarnya, sih, Myra Urrania nama lengkapnya. Tetapi, hei, tunggu! Kenapa ada “Styles” yang menyelundup masuk di antara nama aslinya, ya?
Jadi begini. Dia sangat tergila-gila pada boyband One Direction. Dia menyukai salah satu personilnya, Harry Styles. Awalnya, dia tak pernah bilang kepadaku, tetapi aku tahu kalau dia benar-benar nge-fans saat aku melihat diarynya. Eeer, bukan diary, sih, hanya notes kecil yang menyimpan segala kegemaran Myra. Lalu, aku menjulukinya seperti itu dan diam-diam dia senang dengan julukanku.
Selain menjadi sahabat baikku, Myra juga teman sekelas, bahkan kami selalu sebangku sejak duduk di kelas I sampai dengan V seperti sekarang.
Saat ini, kami sedang liburan kenaikan kelas. Sekolah kami sengaja memperpanjang liburan, tapi aku tak tahu apa maksudnya. Dan, ini terjadi setiap tahun.
Uh, yeah! Aku dan Myra akan menjadi siswa kelas VI! Oke, ini sungguh menyenangkan. Aku dan Myra, sahabat yang selalu duduk sebangku, berjanji akan duduk sebangku lagi nantinya.
“Rie, aku enggak tahu kenapa SD kita sampai merancang liburan kenaikan sekeren ini,” kata Myra sambil terus menikmati secangkir cokelat panas yang kehangatannya telah mendingin karena AC.
“Tapi, bukan sepenuhnya sekolah kita yang merencanakan liburan keren ini, kok. Kamu tahu, kan, kalau sebagian besar pembiayaan liburan ini adalah dari uang sumbangan para wali murid?”