Malik membuka matanya. Dia langsung panik, karena mengira pastilah dirinya sudah berada di liang lahat, tetapi dia keliru.
Ternyata dia berada di kamar tidurnya. Di kamar yang ditempatinya di rumah Fiki yang rencananya akan dibuat rumah tahfidz itu. Malik beristighfar, dia bangkit perlahan, dia mengira pengalamannya yang mengerikan tadi adalah mimpi saja. Tubuhnya memang terasa sakit semua dan dia harus menyeimbangkan tubuhnya ketika berdiri. Dia merasa begitu ringan dan limbung.
"Mau ke mana?"
Malik berhenti bergerak, dia mencari sumber suara itu. Malik menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak ada seorang pun bersamanya.
"Aku ke sini khusus mengundangmu, Malik? Untuk mengingatkan satu hal kecil."
Malik diam saja. Dia merasa agak sedikit menyesal karena bisa digoda oleh mahluk halus yang selama ini selalu diusirnya. Terdengar tawa keras.
"Selama kamu masih terganggu oleh masalah itu, pastilah aku akan terus menggodamu dengan masalah itu," bisik suara itu.
Malik menjengit. Masalah apa? Terdengar tawa lagi, seakan tawa itu memang mentertawakan pertanyaan dalam hatinya.
"Masalah yang menghantuimu sejak kecil, yang kadang membuatmu bereaksi pada hal gaib tertentu ... ah, sayang kamu sudah lupa," kata suara itu.
Malik terdiam. Dia mencoba berpikir masalah apa yang bisa membuatnya sampai merasa terhantui dan bisa bereaksi dengan alam gaib dalam beberapa kesempatan. Dan Malik tidak dapat menemukan masalah itu. Malik benar-benar merasa tidak ada masalah sama sekali. Malik menggeleng.
"Aku merasa tidak ada masalah apapun ... maksudku masalah yang terlalu rumit seperti yang kamu kira ... kurasa aku baik-baik saja," bisik Malik. Dia masih berusaha mengingat apa yang dianggap masalah oleh suara gaib itu.
Terdengar dengusan kesal.
"Baiklah! Ayo kita coba melihat ini, siapa tahu kamu jadi ingat," jawab suara itu dan di depan Malik terlihat gambaran yang cukup aneh.
Gambaran ketika Malik masih kecil dengan kedua saudaranya. Terdengar teriakan seseorang dari luar kamar tempat mereka berada. Malik tersenyum. Itu, kan suara abinya. Kemudian Firman membuka pintu dengan keras dengan wajah yang merah karena marah.
"Kenapa tadi tidak mengaji?" teriak Firman dengan keras. Malik menjengit mendengar teriakan itu dan rupanya Malik kecil pun sama terkejutnya seperti Malik. Ketiga anak kecil itu menunduk dan berdesakan ketakutan di sudut ruangan menerima cambukan Firman.
Hati Malik miris melihat hal itu. Sebersit sakit hati melintasi hatinya.
"Sudah ingat sekarang?"
Malik mendesah, dia menggeleng.
"Belum. Aku belum ingat dengan apa yang terjadi. Aku sama sekali tidak ingat kalau abiku dulu seperti itu," jawab Malik enteng.
Terdengar decakan kesal.
"Kalau begitu lihat ini!" teriak suara itu dan kemudian Malik melihat Firman dan dirinya yang masih kecil berhadapan.
Malik terlihat berwajah takut, sementara Firman berwajah sangat kesal dan penuh kemarahan.
"Kamu memang paling bodoh! Paling bodoh di antara saudara-saudaramu! Kapan kamu akan menghapal semua surat-surat itu! Bukankah aku sudah sering bilang ...." Malik menutup telinganya dan memejamkan matanya. Dia tidak ingin tahu apa yang akan dilakukan Firman padanya. Sekejap tadi, hatinya terasa begitu ngilu.
Malik menangis sedih. Dia tidak tahu apa yang diinginkannya sekarang.
****
Iqbal dan Nurul Ikhlash keluar dari rumah tempat mereka di rawat. Mereka kebingungan ketika melihat hutan lebat di depan mereka. Mereka berpandangan.
"Mungkin benar juga kalau kita ada di alam gaib, Ust," bisik Iqbal yang berjalan terlebih dahulu. Nurul Ikhlash terdiam. Kalau memang benar mereka ada di alam gaib, lalu bagaimana caranya mereka bisa keluar dari alam itu? Akankah mereka bisa keluar dengan selamat?
Tetapi sepertinya kebingungan itu bisa menunggu dulu, karena mereka mendengar suara yang sangat aneh di dekat mereka. Mereka berpandangan lagi.
"Ustadz mendengar suara itu?" tanya Iqbal. Kali ini Nurul Ikhlash mengangguk.
"Suara ombak?" tanya Nurul Ikhlash agak sangsi. Mereka berdua mengangguk.