Menyendiri di ambang fajar. Rona aneka mekar bunga, menerpa Taja dalam keheningan setempat.
"Kau akan meninggalkan aku, lalu kita akan berpisah," ujar Taja. Sendirian. Tetapi sebenarnya ia sedang berbicara dengan sesuatu tak kasat mata.
Udara lembut, rona emas semilir di telinga. Taja melirik dan bola matanya mengikuti pergerakan hembusan udara keluar dari nafasnya.
"Kau mencemaskan kita?"
Taja mendengar suara itu berbicara. Sesosok udara emas semakin membentuk wujud tembus pandang. Menyerupai anak muda seusianya.
"Aku tidak dibutuhkan lagi ...," ujar Taja.
"Aku tidak mau berpisah denganmu, lantas kenapa harus berpisah? Aku pastikan satu hal. Tidak ada yang akan memisahkan kita tanpa keikhlasan hati kita sendiri," dengan nada lembut, Sukma Bunga Emas berbicara pada Taja.
"Elhundi Hiyavaatara ..., dia menginginkan kau pergi bersamanya ... sedangkan aku ...," Taja tak melanjutkan bicaranya. Tertunduk saja ia tak dapat membayangkan kelak nasibnya di masa depan seperti apa.
"Kita akan pergi ke Savaaratatankha," kata Sukma Bunga Emas.
"Apa itu?" Taja mendengar sepatah kata itu, sekali ini. Susah untuk diucap lidahnya.
"Itu ibukota dunia peri, Negeri Zaaramanthi," jawab Sukma Bunga Emas.
"Zaaramanthi?" Taja merapal dengan tepat. Satu negeri tak terbayangkan seperti apa itu. Dunia peri, lebih luas lagi daripada Gunggali.