6 bulan kemudian, setelah Aga menyelesaikan tugas dari kiyai Darhami dengan melakukan puasa selama satu minggu sebagai bentengan awal untuk dirinya. Setelah selesai satu minggu, kemudian ia melanjutkan level berikutnya, puasa selama 14 hari dan sampai di puasa yang ke 40 harilah ia ssdikit demi sedikit mulai mengalami peningkatan untuk meradar makhluk astral yang ada di sekitarnya. Tentu itu dengan pengawasan ketat Yusuf yang terus menerus mengingatkannya untuk tidak berlebihan. Terlepas dari pada niatnya, Yusuf memberi tahu Aga bahwa jangan berharap ingin bisa ini dan itu. Apalagi meminta lebih. Semuanya ini semata-mata untuk dorongan kita agar lebih giat lagi dalam beribadah. Adapun bisa, itulah lebihnya dari apa yang Allah berikan.
Juga tak lupa bahwa ingin menjerumuskan diri untuk mempelajari dunia spiritual itu perlu menguatkan akidah dan diri kita. Agar tidak mudah goyah tertipu oleh jin jahat atau bahkan iblis sekalipun. Aku dan Aga masih setia menemani Yusuf kemanapun saat ia akan mengobati orang. Sedikit banyaknya kami sudah mengalami hal-hal yang biasa berbaur dengan dunia mistis.
Hari demi hari pun telah kami lewati. Yusuf, sahabat baik kami, anak dari guru kami ini akhirnya melepas status lajangnya. Ia menikahi seorang wanita cantik nan solehah, murid dari bapaknya sendiri. Di hari-hari pengantin barunya, ia sangat terlihat lebih ceria. Kami pun ikut senang.
Di satu sore kami mengobrol di area padepokan milik bapaknya Yusuf. Membicarakan masa depan, membahas ini dan itu. Tentu tak ketinggalan membicarakan tentang percintaan. Bagaimana nanti aku dan Aga selanjutnya menempuh jenjang pernikahan. Siapa yang duluan diantara kami.
"Akhir-akhir ini ada yang berubah dari Fitria," kataku dengan spontan.
"Berubah gimana?" tanya Aga sembari wajahnya menengadah ke atas.
"Ada yang sedikit aneh aja. Setelah ketemu terakhir di sekolah sama dia. Dia kayak bete gitu ke ane. Gak ada hujan gak ada angin padahal. Pokoknya berubah banget," paparku.
"Lah Di, namanya juga bobogohan. Pasti aya rasa bosen mah," celetuk Aga.
"Eh tapi heueuh. Muka ente rada aneh. Aura karismanya kaya ada yang nutup," tambah Yusuf.
"Ah yang bener ? coba dong bantu dicek!" pintaku pada Yusuf.
Kemudian aku memejamkan mata, dan mencoba merasakan ada apa di dalam diriku sebenarnya.
"Coba sekarang buka mata ente. Terus ente ke dalem tuh ngaca. Liat ente lagi sama siapa!" kata Yusuf yang langsung membuatku tidak ingin mendekat cermin. Dengan detak jantung yang sudah mulai tak normal, aku terpaksa menghampiri cermin besar itu. Mulanya kulihat diriku baik-baik saja. Setelah aku akan membalikan tubuhku, aku sangat terkejut sekali dan langsung tubuhku terasa panas dingin. Kulihat ada sosok makhluk halus yang sangat buruk rupa yang menempel di belakang tubuhku. Ia tepat berada di punggungku, seperti sedang kugendong. Aku hanya menghela nafas panjang berkali-kali. Dengan langkah yang sedikit agak berat, sambil hatiku terus membaca ayat-ayat amalan, aku kembali ke arah kedua temanku. Aga hanya terdiam melihatku penuh keanehan. Karena dia tidak bisa melihat makhluk halus itu secara dzahir. Dan tidak mengetahui apa sebenarnya yang ada di tubuhku.
"Bawa dari mana ente makhluk ini?" tanya Yusuf.