KONSERVATIF
Siang kusaksikan engkau terduduk sendiri
Dengan kostummu yang berkilau
Dan angin sedang kencang-kencang berhembus
Di Jakarta
Dan aku 'kan berada di teras rumahmu
Saat air engkau suguhkan
Dan kita bicara tentang apa saja
Siang lambat laun telah menjadi malam
Dan kini telah gelas ketiga, Jam sembilan malam aku pulang
Dan aku 'kan berada di teras rumahmu
Saat air engkau suguhkan
Dan kita bicara tentang apa saja
Di Jakarta
Siang lambat laun telah menjadi malam
Dan kini telah gelas ketiga
Jam sembilan malam aku pulang
JImmi Multazam dan The Adams
Seminggu berlalu, Kota tetaplah ramai dan makin ramai, seramai perasaan Chandramaya yang gamang. Hatinya sibuk, seperti sibuknya orang-orang yang sedang berziarah beribadah berjalan menuju padang Arafah untuk melaksanakannya wukuf, puncak haji. Sibuk namun gembira dan menyejukan hati. Seminggu ini hatinya seperti lentera yang ingin disulutkan api, gembira karena akan menerangi isi raganya. Tapi itu hanya sebatas ingin saja tetapi belum dinyalakan. Walaupun belum disulutkan api, tetapi asa di diri sudah mulai terasa.
Sudah hampir empat bulan ini sebenarnya Chandramaya mulai menggarap film layar lebarnya yang ke empat. Dalam film yang ke empatnya, Chandramaya memperoleh kesempatan kembali menjadi peran utama. Kali ini film yang dilakoninya menceritakan tentang seorang parmugari yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang. Lokasi pengambilan gambar banyak dilakukan di daerah Gunung Bunder, Tepatnya daerah kecamatan Pamijahan Bogor.
Proses pengambilan gambar mungkin hanya tinggal seminggu lagi. Setelah itu Chandramaya sudah dapat menyelesaikan tugasnya di film itu, tinggalah setelahnya hanya melakukan tugas-tugas promosi ke beberapa kota-kota yang ada di Indonesia.
Sementara itu sudah hampir semimggu juga Yalada murung. Lilin kecil yang sebelumnya menyala benderang itu sekarang apinya hanya menyala di sumbu yang batang lilinya hampir habis mencair. Tawanya tak selepas kicauan burung Murai Batu lagi. Sudah dua hari ini juga setiap selepas pulang sekolah ketika menunggu Pak Kusri supirnya, ia sedih sambil duduk termenung.
Melihat itu Pandhita seperti melihat padamnya sebuah lentera kecil , yang asapnya terbuat dari air mata. Kesedihan Yalada membuat hati Pandhita terenyuh, siapa yang tidak terenyuh melihat gadis kecil pengidap dispraksia yang sedih. Burung Murai Batu itu tidak lagi bersemangat meracau dan melompat-lompat. Burung Murai itu sekarang duduk termangu kehilangan gairahnya. Pandhita menghampiri Yalada dan duduk di sisinya sambil memeluk dan mencium kepalanya,
“Apa yang membuat Tuan Putri sedih ?” Rasa sayang Pandhita terhadap Yalada memang terasa sedikit lebih berbeda dibanding anak murid yang lainnya. Mungkin karena Yalada spesial karena mengidap dispraksia.
“Mamah, aku kangen Mamah.” Tiba-tiba mata Yalada berkaca-kaca dan wajahnya pun di hadapkan ke wajah Pandhita.
“Memang kenapa dengan Mamah kamu Tuan Putri ?” Pandhita dengan sangat lembut bertanya kepada Yalada.
“Sekalang Mamah ku sibuk, selalu pulang malam. Aku beltemu pagi saja.” Yalada berbicara dengan nafas yang tidak teratur, Terengah-engah. Berbicaranya pun terbata-bata dengan intonasi yang tidak beraturan juga.
Waktu pulang sekolah adalah pukul 14.30 dan waktu yang panjang dan membosankan bagi Yalada menunggu Chandramaya pulang. Malah seringnya Yalada tidak pernah menemui Chandramaya di waktu sore dan malam hari, karena Yalada sendiri sudah kelelahan dan tertidur menunggu. Pandhita kemudian mengeluarkan gawainya dan mencari nomor aplikasi WhatsApp untuk berbicara sekaligus meminta ijin kepada Chandramaya guna mengajak Yalada bermain dengannya. Pandhita pun mulai mengetik digawainya
“Assalamualaikum, maaf mengganggu waktunya Embak Maya. Saya berencana mengajak Yalada bermain sehabis pulang sekolah. Kelihatannya Yalada kesepian menunggu Embak Maya bekerja. Apakah boleh ?” Pandhita dan Bintari memang menyimpan nomor telepon Chandramaya, karena posisi mereka berdua sebagai guru anaknya. Tiba-tiba balasan WhatsApp datang di gawai Pandita.
“Walaikumsallam, maaf saya tanyakan dulu dengan Embak Maya. Embak Maya sedang melakukan adegan pengambilan gambar. Saya manajernya, Shila.” Kemudian Pandhita membalasnya,
“Baik Mbak Shila, saya tunggu kabarnya.” Jawab Pandhita. Tiba-tiba perangkat gawai Pandhita bordering, tapi bukan tanda dering pemberitahuan balasan WhatsApp, melainkan dering tanda adanya panggilan. Dan nama Chandramaya muncul di layar depan perangkat gawai Pandhita, tanda bahwa yang menelpon adalah Chandramaya,
“Hallo” Seketika Pandhita terperanjat tidak langsung menjawab panggilan itu. Suara di ujung telepon sana seperti menyihir pikirannya. Lembut suara itu telah membuat Pandhita membeku seketika.
“Iya Hallo” Pandhita menjawab pangglan itu.
“Ini betul Pak Pandhita ?” Chandarmaya bertanya kepada Pandhita
“Iya, Embak. Pertama saya mohon maaf mengganggu waktunya. Kedua saya mau meminta ijin kepada Embak untuk mengajak main Yalada. Kasian juga Yalada seperti sedih beberapa hari ini. Katanya kangen dengan Mamahnya.” Pandhita menjelaskan situasi keadaan. Ia melakukan percakapan di telepon sambil berdiri dan mengambil jarak dua meter ke samping menjauhi Yalada.
“Tidak apa-apa Pak, malahan saya yang berterimakasih sudah karena Pak Pandhita sudah mau repot mengajak yalada bermain.”. Di lokasi syuting Chandramaya duduk di dalam mobilnya dengan sambil berbincang melalui perangkat gawainya. Mukanya seketika berseri-seri.
“Baiklah Embak, Insyallah nanti saya antar ke rumah Embak Maya setelah selesai. Dan maaf boleh saya minta alamatnya atau sekalian di share lokasinya di handphone.” Pinta Pandhita.