Hocus-Pocus: Kebenaran yang Tersembunyi

Febri Purwantini
Chapter #5

Gelap

"Ya, mau ikut CSR lagi, nggak?"

Papa menanyakan waktu makan malam. Tumben papa bisa pulang lebih awal pada saat hari kerja. Biasanya juga lembur melulu sampai jam delapan atau sembilan malam.

Tanpa pikir panjang, Aya mengangguk mantap. Ikut Corporate Social Responsibility atau CSR selalu bikin ketagihan. Hatinya tersentuh setiap kali melihat senyum dan binar mata orang-orang yang menerima bantuan dari tangannya. Sejak kecil, Aya sudah terbiasa diajak papa mengikuti program CSR perusahaannya. Beberapa waktu lalu, dia pernah ikut memberikan donasi ke wilayah bencana longsor.

"Kapan dan di mana, Pa?" tanya Aya sambil menyuapkan sesendok penuh makanan ke mulutnya.

"Lusa, pas akhir pekan di kampung sebelah. Tapi Papa kayaknya nggak bisa ikutan, ada acara lain sama relasi Papa. Kamu jadi perwakilan Papa aja, ya?"

Aya manggut-manggut. "Boleh aja. Eh, Rik, ikutan, yuk! Biar ada temen ngobrol."

Riko yang sedang menghabiskan supnya spontan menggeleng. "Kan, sorenya aku ada les karate."

"Halah, sekali-kali bolos, lah!"

"Nggak bisa. Bentar lagi mau ujian naik tingkat."

Aya memonyongkan bibir. Sebenarnya tidak masalah juga jika papa tidak bersamanya. Aya cukup kenal dengan beberapa orang perusahaan.

Aya teringat satu hal. "Oya, Pa. Ada anak muda lainnya yang ikutan, nggak? Putra dari kolega Papa misalnya."

Mama yang hanya menyimak sejak tadi tersenyum geli. Tampaknya mama bisa mengerti ke arah mana pembicaraan Aya. Mama memergoki Aya berbincang bersama putra Pak Ariyo, waktu makan malam akhir pekan yang lalu. Setelahnya, sikap Aya berubah lebih lembut dan tidak pecicilan lagi. Beberapa kali mama juga mendapati mata putri sulungnya itu tampak menerawang.

"Putranya Pak Ariyo mau ikutan nggak, Pa?" seru Mama tiba-tiba yang membuat Aya sukses tersedak. Mama berusaha mati-matian berlagak innocent.

"Ooh ... yang calon dokter itu, kan? Nggak tahu juga. Palingan sibuk berat." Papa mengedikkan bahu.

Mama melirik Aya yang raut wajahnya berubah datar.

"Nanti acaranya baksos bagi-bagi sembako aja, kok. Nggak harus turun di medan berat," tutur Papa menatap putrinya.

"Oke, siap 86, Komandan!"

Orang-orang seperti keluarga Aya memang belum pernah merasakan getirnya kehidupan, tetapi bisa berbagi kebahagiaan sesaat dengan orang lain membuat hati Aya semakin penuh. Benar-benar sesuatu yang tidak ternilai.

*

Aya yang saat itu mengenakan celana denim dan kaos pink, tersenyum semringah saat tiba di lokasi baksos. Meskipun dia sedikit kecewa karena prediksi papa benar. Jadwal Gavin terlalu padat untuk bisa ditinggal.

Lihat selengkapnya