Lampu-lampu ruang pemotretan makin menyala terang dan menampilkan wajah-wajah di sana dengan jelas, termasuk ekspresi Alin yang memerah menahan deru dan gelombang dalam dirinya. Dia memang paling rawan terhadap energi apa saja, entah itu yang datang dari purnama ataupun hanya lampu. Apalagi jika dalam warna-warna dan tingkat kehangatan tertentu.
“Kamu nggak apa-apa, Lin?” Diana mengawasi sahabatnya yang terlihat aneh.
“Nggak apa-apa, cuma pusing sedikit. Aku pulang, ya?” Alin menghindari tatapan lebih dalam perempuan bermata belok di depannya.
“Eh, biar diantar. Bahaya buat kamu jalan sendiri kalau kurang sehat.” Diana melambaikan tangan ke arah kerumunan orang yang ada di sudut ruang pemotretan.
“Edga! Kamu antar Mbak Alin, ya?” Dengan gaya elegan dan classy, Diana memberi instruksi.
Duh! Anak ini Edga namanya? Alin makin berkedut-kedut.
***
Alin merasa sedikit heran dengan Diana, karena sahabatnya itu tidak peka dengan keadaan dirinya. Padahal dulu mereka pernah berdiskusi tentang hal ini.
“Timbulnya hasrat seks yang berlebihan, salah satu faktornya katanya sih karena kurangnya aktifitas yang positif,” ujar Diana suatu hari saat mereka ketemu untuk acara sosialita.
“Tapi lihat deh. Aku kan cukup menyibukkan diri dengan bekerja dan bekerja,” ujar Alin sambil mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.
Diana tergelak melihat aksi protes dari sahabatnya.
“Tapi juga harus dengan beraktifitas yang jauh dari hal hal negatif sehingga bisa membantu mengalihkan bahkan mengendalikan hasrat seks yang tidak terkendali,” sergah Diana.
“Perbanyak ibadah, gitu sih katanya,” sambungnya lagi.
“What?!” mata Alin membelalak lebar.
Perempuan yang lebih sering serius itu jadi cengengesan setelah mendengar nasihat Diana yang tak lebih tak kurang sama saja dengan dirinya.
“Menurutku kamu harus segera tobat,” sambung Diana.
Masih dengan tampang sok serius macam pengkhotbah.
“Manusia saja masih tinggi derajatnya dibanding malaikat, begitu yang aku pernah dengar,” Diana tidak menghiraukan pandangan menghina dari Alin,” jadi jangan seperti maaf 'hewan'.”
“Aish, aku diceramahi seorang yang entah apa orientasi seks-nya,” Alin menahan geram dalam dadanya, tapi melemparkan joke untuk mencairkan suasana.
“Ya. Paling enggak aku masih sholat, dan kadang-kadang mengaji. Jadi kadang-kadang hati tenang juga. Kurasa kamu juga sama,” tebak Diana.
Alin manggut-manggut.
“Dan jangan lagi-lagi menonton atau melihat yang begituan,” cetus Diana lagi.
“Yang begituan yang gimana?” seloroh Alin.
“Ya baik yang gambar maupun video,” ujar Diana mengabaikan selorohan Alin.