Tok tok tok!
“Den bangun!” Bi Jina mengetuk sekali lagi pintu kamar Bhanu.
Sang empunya menggeliat, samar-samar mengucek matanya dan melihat jam yang ada di nakasnya, pukul 6 pagi.
“Den?!”
“Ya.” balas Bhanu sebelum berdiri dan membuka pintu untuk membuat wanita paruh baya yang sudah seperti ibunya ini yakin bahwa Bhanu benar-benar bangun.
Bi Jina tersenyum sebelum berpamitan untuk kembali bekerja. Bhanu kembali menutup pintunya. Ia berdiri di tengah kamarnya yang luas, hari pertamanya kembali ke sekolah. Tidak ada ekspresi bersemangat didalam raut wajahnya. Namun, Ia tetap segera menuju kamar mandi.
Seragam lengkap terpajang di depan lemarinya dan masih terlihat baru. Segera Bhanu memakai seragam itu. Terlihat konyol, pikir Bhanu ketika melihat pantulan dirinya di depan kaca. Dulu ia selalu senang memakai seragam SMA-nya. Sekolah adalah tempat favoritnya dulu,dimana ia lari dari kesepian di rumahnya dan bertemu dengan teman-temannya. Iya, dulu, jika saat ini disuruh memilih maka Bhanu dengan yakin akan memilih jawaban lain selain sekolah.
Hampir setengah jam sibuk membereskan diri, Bhanu kemudian turun ke bawah menuju ruang makan yang ketika dia sampai berbagai macam sarapan telah tertata rapi di meja panjang itu. Terlalu berlebihan karena ia hanya sendirian disini. Bhanu hanya mengambil sepotong roti dan mengoleskannya dengan selai cokelat sebelum melipatnya menjadi satu dan memakannya dilanjutkan menenggak susunya sebagai penutup sarapannya. Ia menuju ke teras rumah dimana sebuah mobil sudah terparkir dan siap ia pakai.
Kehidupannya memang begitu sejak dulu. Semua disediakan oleh pembantu rumah tangga. Mungkin sebagian orang menilai kehidupan seperti Bhanu adalah hal yang menyenangkan. Namun, bagi Bhanu sendiri, semua kecukupan ini hanyalah kosong. Tak ada nilai satupun. Bahkan makna hangat pun tak terasa di setiap jengkal di rumah ini.
Sejak kecil ia diurus oleh orang lain dan bukanlah orang tuanya sendiri. Awalnya Bhanu memaklumi hal itu karena ia masil terlalu kecil kala itu. Ia hanya terfokus pada mainannya dan bujukan sang bibi ketika ia mulai menangis kala orang tuanya hendak melakukan perjalanan bisnis berminggu-minggu.
Lalu semakin beranjak remaja, kala suasana rumah semakin dingin membuat Bhanu turut bersikap dingin. Ia tak lagi merengek mencari-cari Mama dan Papanya yang bahkan ketika ditelpon saja membutuhkan 3 kali percobaan sebelum diangkat.
Pernah satu hari ketika kelas 6 SD saat semua anak-anak diantar oleh orang tuanya ke acara kelulusan dan hanya Bhanu sendirilah yang diantar oleh Bi Jina. Padahal sebelumnya Mamanya berjanji akan menemaninya saat kelulusan. Namun hal itu tidak terjadi dan bahkan Mamanya saja lupa akan tanggal yang menurut Bhanu penting.
Setelah itu, Bhanu tidak lagi bercerita apapun tentang kegiatannya kepada orang tuanya, melainkan kepada Bi Jina. Ia berhenti membombardir telepon ke orang tuanya. Dan bahkan orang tuanya pun tak mencarinya kecuali ketika Bhanu melakukan kesalahan di sekolah.
×××××××
Bhanu sampai di sekolahnya, SMA 55, ia mengedarkan pandangannya tidak ada yang berubah. Tempat ini masih sama, namun membawa rasa berbeda pada Bhanu. Seharusnya ia sudah lulus dari sekolah ini satu semester yang lalu. Namun kejadian penangkapan itu membuatnya malah berakhir di ruang rehabilitasi dan melewati ujian nasionalnya. Meskipun begitu Bhanu bisa mengulang kembali kelas 12-nya di sekolah ini. Mungkin karena ia anak pemilik yayasan sekolah ini atau karena hal lain. Bhanu tidak peduli, ia hanya ingin segera menyelesaikan pendidikan wajibnya sesuai keinginan orang tuanya.
Bhanu keluar dari mobilnya dan puluhan pasang mata langsung tertuju padanya dengan berbagai sorot penilaian. Bhanu tidak kaget dengan segala pandangan yang tertuju padanya. Sebelum menjadi tersangka pengguna barang haram itu, ia memang sering menjadi pusat perhatian. Lagipula ia juga tidak peduli dengan apa yang dipikirkan orang-orang terhadap dirinya sekarang. Cowok itu melangkahkan kakinya ke gedung sekolah, memusatkan tujuannya ke arah kantor kepala sekolah.
Pintu diketuk sebanyak dua kali sebelum selanjutnya keluar perintah masuk dari dalam ruangan. Sesosok pria dewasa berumur 40 tahun menatap Bhanu yang kini berdiri ditengah ruangan menatap Bhanu.
“Bhanu silahkan duduk.” Ujar Pak Halim sang kepala sekolah. “Senang melihat kamu lagi disini, saya harap kamu jadi anak yang lebih baik lagi.” ujarnya lagi.
Bhanu tak menanggapi basa-basi tersebut dan langsung bertanya lugas tentang kelasnya. “Kelas saya dimana pak?”
“ 12 IPS 1, kamu udah tau dimana kan?”
Bhanu mengangguk, “Tidak berubah kan Pak? Kalo gitu saya permisi.”
Kemudian Bhanu berdiri dan bersiap meninggalkan ruangan tersebut. Namun, suara Pak Halim kembali menghentikanya, ia menatap kepala sekolahnya itu.