Bulan sudah mulai meninggi kala mobil Bhanu akhirnya sampai di rumahnya setelah melawan kemacetan. Ketika ia membuka pintu rumahnya, ia sudah dihadapkan dengan kedua orang tuanya yang sepertinya sengaja menunggunya di ruang tamu. Bhanu tanpa banyak bicara langsung duduk di kursi sebelah Papanya. Ia yakin akan ada yang dibicarakan hingga membuat kedua orang tuanya repot-repot menunggunya.
“Kamu jangan main terus, Papa gak mau kejadian kemarin keulang lagi.” mulai Papanya dan Bhanu hanya mampu mengatakan,
“Iya.” balasnya tanpa niat meluruskan anggapan tadi terhadap dirinya.
Mamanya mengambil alih dengan bertanya kepada Bhanu, “ Gimana kelas baru? Asyik gak?” tanyanya lembut.
“Biasa aja.” jawab Bhanu, ia menatap wanita didepannya yang sedang tersenyum. Bhanu mungkin tidak dekat dengannya tapi mengingat ia adalah ibunya tak pelak menumbuhkan rasa rindu juga ketika berbulan-bulan tidak bertemu. Ingin memeluk tapi ia tak kuasa, terlalu dingin hubungannya dengan Mama ataupun Papanya.
“Permisi Tuan dan Nyonya, makan malam sudah siap.” Kedatangan Bi Jina menyelamatkan keadaan yang canggung ini.
“Baik, kita segera kesana.” Lelaki tua itu berdiri dan mengulurkan tangannya ke istrinya, “Ayo Ma,” ajaknya yang segera diterima oleh sang istri sedangkan kepada Bhanu hanya melemparkan lirikan.
“Ayo Bhanu.” Gilirann Mamanya yang mengajak, kemudian Bhanu mengikuti kedua orang tuanya dari belakang. Makan malam itu dingin dan senyap hanya denting sendok yang berlawanan dengan piring yang mengisi keheningan di ruang makan itu. Bahkan setelah selesai makan malam pun keluarga kecil itu masih sama-sama diam. Jika begini Bhanu merasa lebih baik sendirian dirumah kalau lengkap seperti ini justru membuat suasana rumah semakin tidak nyaman.
“Bhanu izin ke kamar duluan.” ucap Bhanu lalu berdiri tanpa menunggu persetujuan orang tuanya dan menuju ke kamarnya.
Bhanu meletakkan tasnya dimeja belajarnya kemudian duduk dan memutar-mutarkan kursinya karena masih malas membersihkan diri. Pandangannya teralihkan pada figura yang ada disana. Fotonya menggunakan seragam basketnya dengan memegang piala kemenangannya. Dulu segala prestasi basket itu akan membawanya pada satu dering telpon dari Mamanya yang mengucapkan selamat. Bukan Bhanu yang memberitahu berita itu, namun kepala sekolahnya yang menyampaikannya pada Mama Bhanu. Sedangkan Papa Bhanu sendiri tidak begitu mengapresiasi Bhanu dan terus berkata bahwa basket itu tidak akan membawanya pada kemampuan mengolah perusahaan nantinya. Bhanu sudah biasa dengan itu, dan ia tidak berhenti karena ia menyukai basket bahkan sampai sekarang.
Pintu kamarnya diketuk dan sosok Mamanya muncul disana. Wanita itu mendekati Bhanu yang diam saja melihat kehadirannya disana.
“Kalau mau belajar lebih baik kamu bersihin badan dulu biar seger. Kalau capek jangan dipaksa nak, istirahat aja.” kata Mama Bhanu.
Bhanu mengangguk kemudian berdiri hendak menuju kamar mandi, namun Mamanya menahan cowok itu membuat Bhanu menatap bingung.
“Mama boleh minta satu pelukan?” tanya Mamanya membuat Bhanu tak berkedip, bahkan untuk memeluk saja sekaku ini.
Bhanu hanya mengangguk dan kemudian badannya tertarik mendekat kedalam dekapan hangat wanita yang disebutnya Mama. Awalnya Bhanu tidak membalas pelukan itu namun lama kelamaan ia dengan canggung menepuk punggung Mamanya. Pelukan ini terasa asing karena pelukan Bi Jina yang biasa dia dapat. Namun, berada di pelukan Mamanya memberikan suatu rasa damai seperti ia telah ‘pulang’ meski disaat bersamaan terasa asing dengan tempat berpulang ini. Menit-menit berlalu dan keduanya masih bertahan pada posisi yang sama hingga Mamanya melepaskannya. Dan Bhanu menangkap itu, genangan air mata yang membuat Bhanu bertanya-tanya kenapa Mamanya justru terlihat sedih.
“Mama…kenapa?”
“Hanya kangen banget sama anak Mama, maafin Mama gak pernah jengukin kamu sebelumnya.”
“Bukan masalah, ada Bi jina.” jawabnya lalu mundur dan berpamitan untuk membersihkan diri. Meninggalkan Mamanya yang terhenyak seperti ada benda tak kasat mata yang menghantamnya pada kenyataan bahwa sosoknya memang tidak sebesar itu dalam segala momen kehidupan Bhanu. Eksistensinya dalam kehidupan Bhanu dapat dihitung dengan jari. Rasa sesal tak pelak tumbuh dalam dirinya. Mata wanita terjatuh pada figura yang sama dengan yang Bhanu amati tadi. Ia tersenyum getir melihat Bhanu yang semakin mirip dengan orang itu.
-o-o-o-
Kira sedang mengeringkan rambutnya setelah mandi tatkala Keanu membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk terlebih dahulu membuat Kira langsung mengomel.
“Kebiasaan! Udah gue bilang ketuk pintu dulu. Kalo gue lagi gak pake baju gimana?!”
Keanu hanya cengengesan, “Maaf atuh, lupa. Lagian juga gak minat lihat kakak sendiri.”
“Heh! Meskipun gak minat itu namanya gak sopan!”
“Duh iya-iya maaf. Udah ah marah-marah mulu kaya ibu tiri.”
“Pergi lo!”usir Kira yang kesal dengan Keanu yang selalu menyebalkan.
Bukannya pergi Keanu justru duduk dikasur Kira, kalau dilihat-lihat pakaian adiknya itu tampak rapi seperti mau main. Kira muai berpikir jangan-jangan Keanu mau minta uang padanya padahal jatah dia baru dikasih kemarin.
“Mau minta duit ya lo?!”
Keanu sendiri mengelus dadanya,”Astaghfirullah, kenapa sih suudzon mulu sama adik lo yang ganteng ini.”